"Jadi bisakah kamu menjelaskan mengapa kamu berada di Indonesia?" Tanya Vicky sambil menuju sofa di kamar itu lalu duduk dengan santai menunggu penjelasan sang adik."Kakek yang menyuruhku untuk datang ke sini," jawab Vincent sambil duduk di pinggir tempat tidur kamar itu.Vicky menaikkan satu alisnya, "Untuk alasan apa Kakek memintamu datang ke Indonesia?" Dia semakin penasaran setelah mendengar jawaban sang adik."Kakak, kamu sendiri sudah mengetahui jika wanita yang akan kita pilih untuk menjadi istri haruslah memenuhi beberapa persyaratan agar bisa diterima oleh keluarga kita" balas Vincent mengingatkan.Vicky mengangguk, dia juga mengetahui tentang hal itu, "Iya, ada apa dengan hal itu?" Tanya Vicky yang tampak masih bingung dengan penjelasan dari Vincent."Wanita yang dipilih nantinya wajib menjalani beberapa tes yang diberikan oleh keluarga kita, aku rasa Kakak juga sudah mengetahui hal ini," sambung Vincent.Vicky kembali menganggukkan kepalanya tanda bahwa dia juga mengerti t
Vanya baru saja tiba di depan rumahnya, setelah dia memarkirkan mobilnya, tiba-tiba bunyi notifikasi pesan masuk terdengar dari ponselnya.Ting!Vanya segera mengecek ponselnya.“Ayah dan Ibu sedang berada di rumah paman Hendro, ada urusan sedikit dengannya, jadi mungkin kami tidak bisa ikut makan malam bersamamu,” bunyi pesan yang di kirim Bima kepadanya.Vanya menoleh ke pekarangan rumahnya, dia baru menyadari jika mobil ayahnya memang tidak ada.“Baiklah Ayah, sampaikan salamku untuk paman Hendro dan Raka,” balasan pesan singkat Vanya ke ayahnya.“Iya, pasti akan ayah sampaikan,” balasan pesan Bima.Setelah berbalas pesan dengan Ayahnya, Vanya lalu turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam rumah.Aroma makanan yang dimasak ibunya langsung tercium seolah menyambut kedatangan Vanya.Vanya tersenyum dan melepas high heels berwarna hitam yang sedang dia gunakan.Sambil berjalan menuju meja makan, dia terlihat menyanyikan salah satu lirik pada bagian reff di lagu James Arthur - Say Y
VANYA AKU MENCINTAIMUBeberapa jam kemudian Raka beserta kedua orang tua Vanya tiba di depan Luxury Diamond Hotel. Mereka langsung terkejut ketika beberapa orang pegawai hotel itu menghampiri mereka, dua orang langsung membuka pintu untuk Ayah dan Ibu Vanya, beberapa orang lainnya terlihat mengambil koper yang dibawa orang tua Vanya.Lima belas orang yang terdiri dari pria dan wanita asing juga terlihat menyambut mereka ketika baru turun dari mobil, semua orang asing itu tampak menunduk sopan menyapa mereka.Raka dan kedua orang tua Vanya tampak tercengang mendapat sambutan seperti itu, mereka langsung di pandu menuju sebuah kamar di area presidential suite.Raka yang memesan kamar untuk kedua orang tua Vanya semakin dibuat terkejut, dia benar-benar bingung dengan apa yang terjadi.Mereka sudah tiba di depan pintu kamar berwarna hitam dengan simbol Vladislav di pintu.Para pengurus hotel yang menyambut mereka mempersilahkan kedua orang tua Vanya masuk, Raka yang ikut mengantar kedua o
Dimalam hari...“Vanya tolong berhenti!” pinta Vicky sambil menghindari Vanya yang terus mengejarnya.Vanya tidak menggubris permintaan Vicky, dia terus mengejar Vicky sambil tertawa.Pria itu panik berlari menuju kamar di lantai dua, dia langsung mengunci pintu begitu masuk ke dalam kamar.Vicky mundur perlahan, nafasnya tersengal-sengal menatap gagang pintu yang bergerak.“Sayang… buka pintunya,” seru Vanya manja.Sambil menyeka keringatnya. “Tidak…Ganti bajumu dulu, baru aku akan membiarkanmu masuk ke dalam kamar ini,” protes Vicky.“Memang ada masalah apa dengan baju ini,” Tanya Vanya dengan nada polos dari balik pintu.“Masalah apa? Sayang, bagaimana mungkin kamu menggunakan baju haram seperti itu di saat kita hanya berdua di rumah ini,” protes Vicky lagi.Terdengar suara tawa lepas Vanya dari balik pintu.“Aku percaya padamu, aku yakin kamu tidak akan berbuat yang macam-macam kepadaku,” balas Vanya manja.Vicky menepuk jidatnya sendiri.“Aku tahu kamu percaya padaku, tapi jujur
Beberapa saat kemudian mobil mereka sudah tiba di depan kediaman Hendro, dari jauh Vicky dan Vanya dapat melihat jika Hendro, Raka, Tono dan kedua orang tua Vanya sudah menunggu di pekarangan rumah.Sambil berpegangan tangan, Vanya dan Vicky menuju ke tempat Hendro dan yang lainnya menunggu.Namun sebelum mereka sampai, Raka langsung berlari menghampiri Vicky.Buk!Vanya sontak terkejut ketika Raka memeluk erat tubuh kekasihnya.Vicky tersenyum kepada Vanya, "Sayang, sepertinya aku akan menenangkan pria ini dulu,” ucap Vicky sambil melepas tangan Vanya.Vanya tersenyum dan mengangguk, dia lalu meninggalkan Raka dan Vicky menuju ke tempat orang tuanya menunggu.“Kamu benar-benar-” Raka tak bisa menyelesaikan ucapannya, air matanya mengalir deras sambil terus memeluk Vicky yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri.Lima tahun yang lalu, Raka juga menjadi orang yang sangat terpukul ketika mengetahui Vicky pergi meninggalkan Indonesia.Raka bahkan berniat untuk mengamuk di tempat Adit
Enrik masih terus bertingkah di halaman depan, dia terus-terusan memprovokasi Tono, Bima membawa Utari yang terlihat cemas menjauh dari Enrik yang semakin bertingkah, dia tidak ingin istrinya menjadi panik karena tingkah laku Enrik. Dua buah mobil berwarna hitam tiba di kediaman Hendro, mereka semua langsung menoleh ke arah mobil yang baru saja tiba, Enrik sedikit cemas ketika melihat beberapa pria dengan setelan jas turun dari mobil itu, namun ketika melihat pria-pria itu menyapa orang-orangnya dengan ramah, Enrik langsung tertawa dan kembali memprovokasi Tono, Hendro dan Bima. "Vanya kemarilah!" Teriak Enrik memanggil. Vanya diam tak bergerak, kedua tangannya mengepal erat. "Hei, Vanya apa kamu lupa dengan perjanjian kita?!" Teriak Enrik yang mulai kesal karena Vanya tidak menggubris panggilannya. Tono, Hendro dan kedua orang tua Vanya sontak terkejut mendengar ucapan Enrik, mereka tidak mengetahui jika Vanya memiliki semacam perjanjian dengan Enrik. "Vanya, jangan ke sana," uc
"Vicky, bagaimana jika kamu tinggal di sini bersamaku?" Tanya Vanya, mereka berdua baru saja tiba di apartemen milik Vanya. Vicky memandangi apartemen tipe studio milik Vanya, apartemen dengan konsep open plan di mana ruangan seperti ruang tengah, kamar tidur dan dapur menyatu dalam satu ruangan, tipe apartemen ini memang sangat cocok untuk Vanya yang tinggal seorang diri. Setelah mengamati kamar apartemen Vanya selama beberapa saat, Vicky lalu berpikir sejenak, setelah itu dia menoleh ke Vanya sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Tidak, kurasa itu bukan ide yang bagus," jawab Vicky. Alasannya menolak tawaran Vanya, karena Vicky tidak yakin jika dia masih bisa menjaga amanat ibunya, jika dia dan Vanya tinggal berdua di apartemen tipe studio seperti ini. "Apa yang kamu khawatirkan, aku tidak akan berbuat aneh-aneh seperti kemarin," ucap Vanya manja dengan wajah memelas. "Apa iya?" Tanya Vicky curiga. "Iya, aku tidak akan menggoda kamu lagi," jawab Vanya sambil tersenyu
“Apakah kamu mengetahui cara untuk menolong mereka?” Tanya Vicky dengan ekspresi wajah serius.Vincent tersenyum kepada Vicky, dengan tegas dia berkata “Tentu saja.”“Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang?” Vicky menjadi penasaran dengan langkah yang akan di ambil adiknya.“Pertemukan mereka dengan keluarganya, tidak akan ada yang bisa mengalahkan kemurnian kasih sayang dan perhatian dari keluarga sendiri,” ucap Vincent.“Tim medis dan juga Tim psikolog sebaiknya memberi para korban waktu untuk berinteraksi dengan keluarganya terlebih dahulu, mereka cukup memantau keadaan korban dari jauh,” sambung Vincent menambahkan.Evan yang mendengar itu langsung menjalankan perintah Vincent, dia meminta bawahannya untuk mengantar keluarga korban ke aula, Barry yang diberitahu tentang instruksi itu juga langsung menjalankan perintah Vincent, dia meminta tim medis dan tim psikolog untuk memberikan para korban waktu bersama keluarganya.Beberapa saat kemudian, puluhan orang yang rata-rata seumu