Virginia sedang mematut dirinya di depan cermin pada pagi itu. Dia berniat untuk bertemu dengan klien barunya. Tiba-tiba ketika dia masih bersiap-siap, suara bel pintu berbunyi dengan berkala menghilangkan konsentrasinya. "Siapa yang sengaja berbuat keributan pagi-pagi di tempat tinggalku?" gerutu Virginia.Dengan malas dia pun beranjak membuka pintu, kemudian terkejut saat mendapati ada beberapa orang yang berdiri di depan pintu itu."Selamat pagi, apa benar ini kondominium milik Nyonya Virginia Amber?" Salah seorang lelaki yang terlihat seperti kurir pengantar barang mulai mengajaknya berbicara."Iya. Kalian dari mana? Ada keperluan apa?" timpal Virginia kesal."Kami kurir pengantar barang. Kami mau mengangkat semua barang-barang yang ada di dalam kondominium ini."Virginia terkejut di tempatnya. Siapa orang gila yang mengutus kurir untuk memindahkan semua barang miliknya?"Sebentar! Kalian diutus oleh siapa? Kenapa tidak ada persetujuan dulu dariku mengenai hal ini?""Kami diperin
"Sayang, kau sekarang sedang berada di mana?" tanya Noah yang kini tengah berbaring di atas kasur empuk motel."Aku sedang ada janji dengan pelanggan. Ada apa, Sayang?" sahut Virginia dari seberang telepon."Kupikir kau sedang bersantai di kondominium ku," ujar Noah dengan nada yang kecewa. "Padahal aku ingin mengajakmu menginap malam ini. Ada sesuatu yang ingin aku berikan kepadamu juga."Virginia terdengar menahan napas sejenak. Kemudian hening, karena wanita itu mendadak membisu."Kau mau memberikan uang itu, Sayang?""Iya. Jadi apa kita bisa bertemu sekarang?"Virginia tidak langsung menjawab. "Nanti aku hubungi lagi ya. Aku akan mengirimkan pesan untuk jawabannya."Dengan cepat, Virginia menutup telepon. Noah menghela napas panjang. Sesaat kemudian dia menyunggingkan senyumnya karena Virginia telah mengirimkan pesan padanya jika dia akan datang menemui Noah.[Kita bertemu di Motel 6 Los Angeles.]Noah mengeluarkan kotak perhiasan yang dirampasnya dari sang mantan istri. Kalung em
Jhonatan seolah tak merasakan lelah sedikit pun setelah melakukan perjalanan jauhnya. Dia langsung pergi ke rumah sakit bersama Joyce untuk menemui sang ibu yang masih dirawat secara intensif. Laki-laki itu tak dapat membendung air mata saat dirinya menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri betapa memprihatinkan kondisi sang ibu."Ibu!" Jhonatan menghambur pada sang ibu. Dia menangis sejadinya sambil memegangi kedua tangan ibunya yang terpasang infus.Anneliese merespon putra tirinya itu dengan sedikit menggerakkan tangan. Ada bulir air mata yang mengalir dari ujung matanya. Joyce tak kuasa meneteskan air mata juga melihat pertemuan yang mengharu biru antara ibu dan anak itu setelah bertahun-tahun mereka tidak bertemu."Ibu, aku ada di sini! Ibu jangan khawatir ya. Mulai hari ini, Jhonatan akan tinggal di Wichita untuk merawat Ibu," ucap Jhonatan tulus sambil tak henti menggenggam tangan ibundanya.Perlahan, Jhonatan menghapus air mata yang terus mengalir dari sela mata Anneliese. Hat
Kondisi Anneliese jauh lebih baik saat Jhonatan ada di dekatnya dan senantiasa mendampinginya. Akan tetapi untuk pemulihan penyakitnya jelas masih sangat panjang waktunya.Jhonatan tetap setia menunggui ibu sambungnya setiap waktu. Bahkan dirinya mengetahui jika sampai detik ini, Anneliese masih belum melupakan putri kandungnya yaitu Lola. Nama Lola selalu disebut setiap ibunya itu terlelap."L ... Lo ... La." Suara yang lirih dan samar terdengar dari mulut Anneliese lagi.Jhonatan terdiam di samping sang ibu sambung. Dia merasa sangat prihatin karena sampai sekarang Lola masih belum kembali ke rumah. Joyce menghampiri Jhonatan dengan tatapan sedih."Bahkan di saat Nyonya sedang sakit parah seperti ini, beliau masih terus menyebut nama putrinya," ucap Joyce sedih. "Di mana kamu, Nona Lola?"Rasa bersalah kembali hinggap di perasaan Jhonatan. Pasalnya dia sempat mengetahui keberadaan Lola. Beberapa kali mereka juga bertemu di San Francisco diam-diam. Jhonatan berniat untuk mengatakan k
Jhonatan sangat yakin dengan keterlibatan Virginia atas kepindahan Lola. Dia langsung membuka blokir nomor milik Virginia. Jika bukan karena masalah Lola, dia sangat tidak ingin berurusan dengan Virginia yang selalu mencoba menggodanya.Jhonatan menunggu Virginia mengangkat telepon darinya dengan perasaan harap-harap cemas. Akan tetapi, wanita itu tidak mengangkat teleponnya. Jhonatan tak berputus asa. Dia terus mencoba selama beberapa kali, namun Virginia tetap tidak dapat dihubungi."Hm ... sepertinya aku harus datang ke kampus mereka. Mungkin pada saat jam istirahat, aku bisa menemuinya," gumam Jhonatan.Jhonatan tak tergesa-gesa. Dia tetap menunggu waktu yang tepat untuk bisa datang ke kampus Lola. Dirinya memutuskan datang pada jam makan siang. Untung saja dirinya masih ingat di mana letak ruangan fakultas tempat Lola menuntut ilmu. Dengan sembarang, dia bertanya pada salah satu mahasiswi di sana."Permisi, Nona. Maaf mengganggu waktumu," kata Jhonatan yang sudah menepuk pundak m
Jhonatan dilanda rasa kesal sekaligus kebingungan. Masalahnya dia sudah mengorbankan banyak waktu untuk menunggu Virginia, namun wanita itu malah memanfaatkan kesempatan."Lebih baik aku pulang saja. Sepertinya ini tidak akan sesuai dengan harapanku," gumam Jhonatan pada akhirnya.Baru saja dia mau beranjak dari tempatnya, Virginia kembali menghubunginya. Dengan malas, Jhonatan mengangkat telepon itu."Jhonatan, kau ada di mana sekarang? Aku sudah menunggumu lama sekali." Suara Virginia terdengar manja di ujung telepon.Jhonatan mengerlingkan matanya, muak. "Harusnya aku yang bicara seperti itu padamu! Kau sudah membuatku menunggu sangat lama! Kau bilang kita bertemu di lounge, kenapa sekarang jadi di dalam kamar hotel?""Aku berubah pikiran. Aku lelah setelah bekerja tadi. Jadi aku memutuskan untuk bersantai sejenak sambil menginap. Makanya aku memintamu bertemu di dalam kamar hotel." Virginia berdalih. "Jadi, kau sudah berada di hotel? Kalau begitu, langsung saja masuk ke kamar.""A
Pergulatan mereka semakin memanas di atas ranjang. Tubuh polos keduanya sudah terekspos. Virginia semakin merasa bergairah melihat tubuh atletis Jhonatan, berbeda dengan ayahnya, Noah yang memiliki tubuh gemuk dan perut buncit.Virginia merebahkan diri di tempat tidur. Dia sudah tak sabar untuk menerima jamahan dari Jhonatan lebih intens dan mendalam lagi pada tubuhnya itu. "Sentuh aku, Jho," pinta Virginia dengan suara yang mendayu manja.Jhonatan benar-benar sudah dipengaruhi oleh alkohol. Sekilas dia melihat sosok wanita yang tengah bersamanya sebagai Lola, sang adik tiri yang diam-diam dia cintai."Hah?" Jhonatan terkejut. Dia berusaha mengerjapkan matanya berkali-kali, merasa salah melihat. Akan tetapi, di matanya justru terlihat benar-benar Lola yang sedang berbaring tanpa mengenakan busana. Apalagi sebutan Jho yang dia dengar, biasanya hanya Lola yang memanggilnya dengan sebutan itu.Semakin yakin jika Lola yang ada di sampingnya pada saat ini, membuat gairah Jhonatan semakin
Berbekal alamat yang dia temukan di internet, Jhonatan nekat untuk mendatangi Lola di kediaman barunya. Meskipun awalnya dirinya merasakan sebuah keraguan, tapi Jhonatan benar-benar harus bisa membawa Lola untuk pulang.Hari itu, dia menempuh perjalanan menuju ke sana. Sepanjang perjalanan hatinya diliputi rasa kecemasan yang melanda. Sekalipun dirinya sudah memantapkan hati, namun di dalam hati kecilnya Jhonatan masih belum begitu siap memandang Lola. Apalagi setelah apa yang sudah dilakukannya pada Lola."Aku harus bersikap bagaimana ketika bertemu Lola nanti? Apa yang harus kukatakan padanya? Apakah dia mau bertemu denganku? Apakah Lola membenciku?"Sekitar lepas makan siang, Jhonatan baru sampai di kawasan elit Kota San Francisco itu. Jhonatan terpesona dengan arsitektur dan kerapian tata kota kawasan tersebut. Sambil terus melihat-lihat, tak lupa dia memeriksa kembali alamat tujuannya."2799 Broadway Street. Apakah mansion yang ini?" gumam Jhonatan. Dia berdiri persis di depan m