Berbekal alamat yang dia temukan di internet, Jhonatan nekat untuk mendatangi Lola di kediaman barunya. Meskipun awalnya dirinya merasakan sebuah keraguan, tapi Jhonatan benar-benar harus bisa membawa Lola untuk pulang.Hari itu, dia menempuh perjalanan menuju ke sana. Sepanjang perjalanan hatinya diliputi rasa kecemasan yang melanda. Sekalipun dirinya sudah memantapkan hati, namun di dalam hati kecilnya Jhonatan masih belum begitu siap memandang Lola. Apalagi setelah apa yang sudah dilakukannya pada Lola."Aku harus bersikap bagaimana ketika bertemu Lola nanti? Apa yang harus kukatakan padanya? Apakah dia mau bertemu denganku? Apakah Lola membenciku?"Sekitar lepas makan siang, Jhonatan baru sampai di kawasan elit Kota San Francisco itu. Jhonatan terpesona dengan arsitektur dan kerapian tata kota kawasan tersebut. Sambil terus melihat-lihat, tak lupa dia memeriksa kembali alamat tujuannya."2799 Broadway Street. Apakah mansion yang ini?" gumam Jhonatan. Dia berdiri persis di depan m
Tanpa Lola sadari, air matanya kembali meleleh seketika ketika menyangkut hal buruk mengenai sang ibu. Lola merasakan perasaan bersalah karena sudah meninggalkan ibunya begitu saja. Jhonatan merasa tak tega melihat adiknya menangis. Dia lalu menghapus lembut air mata Lola."Ibu ..., " isak Lola tersedu. "Maafkan aku, Ibu .... ""Sudah, tidak apa-apa, Lola. Ibu sama sekali tidak pernah membencimu. Apa pun yang telah terjadi di masa lalu, Ibu tak pernah mengungkitnya. Dia hanya selalu memikirkan dan mendoakanmu. Berharap jika anak gadisnya selalu baik-baik saja di sini." Jhonatan berusaha menenangkan."Lalu ... sudah berapa lama Ibu di rumah sakit?" tanya Lola masih dengan terisak."Sebenarnya sudah lebih dari dua minggu ini Ibu dirawat di sana," jawab Jhonatan. Dia kembali menatap Lola lekat-lekat. "Jadi tolong pertimbangkan semuanya. Aku sangat berharap kamu bisa kembali ke Wichita."Lola tak bisa menjawabnya. Dia kini sudah menjadi milik Luther. Tak bisa dirinya seenaknya untuk pergi
Lola ditinggalkan dalam kondisi yang masih agak gemetar. Karena sikap Luther padanya, Lola menjadi semakin sedih dan tertekan. Dirinya juga merasa benci pada siapa pun yang sudah memotret dirinya bersama Jhonatan diam-diam dan mengirimkannya pada Luther.Beban pikiran Lola terasa sangat menumpuk dan membebaninya. Setiap dirinya memejamkan mata, dia selalu terbayang akan kondisi ibunya yang sedang terbaring di rumah sakit, dengan infus di tangannya. Rasa bersalah dan dosa yang Lola pernah lakukan di masa lalu juga lah yang semakin membuat dirinya terbebani.Gadis itu menjadi tak nyaman dalam tidurnya. Pagi itu dia terlihat seperti zombie, dengan kantung mata yang menebal dan lingkaran hitam yang terlihat jelas. Rasanya tak ada semangat lagi untuk menjalani harinya. Lola berjalan lunglai menuju ke ruang makan."Lola sudah meninggalkan kamarnya. Ayo sekarang kita bergerak!" bisik Barbara pada Lilian.Lilian menganggukkan kepalanya. Mereka berjalan perlahan dengan agak mengendap-endap men
Sekalipun Jhonatan sudah melepaskan jabatan tangannya dari Lilian, tapi Lilian masih merasakan betapa hangatnya tangan laki-laki itu ketika menggenggam tangannya. Hal itu membuatnya tak fokus ketika berbicara dengan Jhonatan."Nona? Halo?" Jhonatan melambaikan tangan di depan wajah Lilian yang sedari tadi menatapnya tak henti."Ah, iya. Maafkan aku. Aku melamun, ya?" Lilian tertunduk malu begitu kepergok Jhonatan. "Sampai di mana kita tadi, Jhonatan?"Jhonatan menghela napasnya, "Kita bahkan belum mulai sama sekali. Sedari tadi kau hanya memperhatikan aku. Memangnya ... ada yang salah dengan penampilanku? Apa masih terlihat seperti seorang agen asuransi?""Ya ampun, kau masih membahasnya!" Lilian menepuk jidatnya. "Tidak. Kau tidak terlihat seperti agen asuransi. Penampilanmu hari ini membuatku cukup terkesan."Mendengar pujian dari Lilian, seketika laki-laki itu agak tersipu malu. "Ah, terima kasih."Lilian berusaha untuk bersikap cuek di depan Jhonatan. Dia juga mencoba merangkai ka
Jhonatan sudah berhasil membawa Lola pergi ke luar mansion. Mereka langsung berkendara menuju ke Wichita menggunakan mobil yang dipinjam oleh Jhonatan dari Lilian. Lilian memberikan mobilnya secara cuma-cuma untuk dipinjam dengan alasan karena dia jarang menggunakan mobil itu."Jho, aku membutuhkan banyak penjelasan darimu. Kenapa kau bisa .... " Lola mencoba mengutarakan pertanyaannya. Akan tetapi, Jhonatan memotongnya begitu saja."Lola, biarkan aku menjelaskan pelan-pelan. Aku sengaja membawamu pergi karena ini adalah kesempatan yang aku punya." Jhonatan mulai menjelaskan. "Kau tak perlu tahu dari mana aku mendapatkan segala informasi. Jika aku tidak bergerak pada saat sekarang, aku ragu kelak akan bisa membawamu pergi lagi dari tempat itu."Penjelasan Jhonatan tadi sama sekali tak bisa membuat gadis itu merasa lega. Dia sangat takut dengan reaksi Luther."Bagaimana jika ... Luther mengetahui kepergianku? Aku takut dia .... ""Lola, dengarkan aku! Kau tidak perlu mengkhawatirkannya
Lola berusaha untuk bersikap biasa saja di depan Jhonatan, sekalipun dirinya sudah mengetahui isi hati sang kakak tiri. Bukan tanpa alasan Lola melakukan itu. Dia hanya ingin melihat sejauh mana hubungan mereka akan berjalan. Lalu dia pun masih mencari apa yang sebenarnya dia inginkan."Lola, maaf ya. Karena aku sudah membawamu pergi dari mansion itu dan malah membuatmu hidup dalam pelarian seperti sekarang. Kita nampak seperti buronan yang berpindah-pindah motel." Jhonatan tiba-tiba mengatakan hal yang sama sekali Lola tak sangka.Lola pun mengulas sebuah senyuman tipisnya sambil berusaha menenangkan Jhonatan. "Tidak apa-apa, Kak. Aku sama sekali tidak menyesali kepergianku dari sana. Yang lebih kutakutkan adalah kehilangan ibuku dan tak dapat menemuinya seumur hidup."Jhonatan kini menatap Lola dengan tatapan yang sedih. "Aku berjanji, besok kita akan sampai di Wichita tepat waktu. Sekarang kau berisitirahatlah dulu, ya."Lola beranjak berbaring dan menarik selimutnya, akan tetapi d
"Lola apa yang telah terjadi padamu? Apa ada yang menakutimu? Ada perampok di sini?" Jhonatan menjadi merasa takut jika ada orang jahat yang menyergap Lola di rumah itu."Aku ... aku .... ""Ya? Katakan Lola. Apa yang mengganggumu?" Jhonatan kini melepaskan pelukannya dan menatap lekat pada Lola. "Oh iya, sebentar. Aku ambilkan dulu air putih untukmu."Jhonatan menghilang dengan cepat di balik pintu sementara Lola terduduk lemas di tempat tidurnya. Napasnya masih sangat memburu. Dia sangat bersyukur jika hal yang barusan dialaminya hanyalah mimpi, walaupun terasa sangat nyata baginya.Jhonatan kembali sambil membawakan air putih untuk Lola. Dengan cepat Lola meneguk air itu sampai habis tak bersisa lagi. Jhonatan masih menatap dirinya khawatir. Mereka duduk bersebelahan di sisi ranjang."Jadi ... bisa kau jelaskan apa yang terjadi, Lola?" Jhonatan mulai bertanya lagi secara perlahan setelah Lola agak tenang.Lola masih bungkam di tempatnya. Dirinya ragu dan tak tahu bagaimana harus me
Luther bergegas kembali ke San Francisco akibat kabar yang diberikan padanya dari Barbara. Pikirannya benar-benar sangat kalut, bahkan sampai harus membuat dirinya menunda banyak project dan kesempatan baru. Jeremy sampai geleng-geleng kepala melihat sikap Luther yang terlihat bagaikan orang sedang kasmaran."Bos .... ""Jeremy, jangan ganggu. Aku sedang berpikir," tolak Luther yang sedari tadi sibuk menatap keluar jendela mobilnya.Jeremy menghela napas berat. Dirinya justru merasa miris dengan kisah percintaan sang bos yang terasa terjal, tak pernah berjalan mulus."Ke mana kira-kira laki-laki itu membawa Lola?" gumam Luther resah."Bos, sebenarnya saya ingin menyampaikan kabar yang disampaikan oleh informan. Dia mengkonfirmasi jika Noah sepertinya mencuri surat tanah itu dari mantan istrinya."Ucapan Jeremy tadi membuat mata Luther terbelalak. "Lanjutkan, Jer.""Iya, Bos. Karena menurut pelayan rumah tangga keluarga Harris, Noah melakukan penganiayaan terhadap Nyonya Anneliese yang