Lola berusaha untuk bersikap biasa saja di depan Jhonatan, sekalipun dirinya sudah mengetahui isi hati sang kakak tiri. Bukan tanpa alasan Lola melakukan itu. Dia hanya ingin melihat sejauh mana hubungan mereka akan berjalan. Lalu dia pun masih mencari apa yang sebenarnya dia inginkan."Lola, maaf ya. Karena aku sudah membawamu pergi dari mansion itu dan malah membuatmu hidup dalam pelarian seperti sekarang. Kita nampak seperti buronan yang berpindah-pindah motel." Jhonatan tiba-tiba mengatakan hal yang sama sekali Lola tak sangka.Lola pun mengulas sebuah senyuman tipisnya sambil berusaha menenangkan Jhonatan. "Tidak apa-apa, Kak. Aku sama sekali tidak menyesali kepergianku dari sana. Yang lebih kutakutkan adalah kehilangan ibuku dan tak dapat menemuinya seumur hidup."Jhonatan kini menatap Lola dengan tatapan yang sedih. "Aku berjanji, besok kita akan sampai di Wichita tepat waktu. Sekarang kau berisitirahatlah dulu, ya."Lola beranjak berbaring dan menarik selimutnya, akan tetapi d
"Lola apa yang telah terjadi padamu? Apa ada yang menakutimu? Ada perampok di sini?" Jhonatan menjadi merasa takut jika ada orang jahat yang menyergap Lola di rumah itu."Aku ... aku .... ""Ya? Katakan Lola. Apa yang mengganggumu?" Jhonatan kini melepaskan pelukannya dan menatap lekat pada Lola. "Oh iya, sebentar. Aku ambilkan dulu air putih untukmu."Jhonatan menghilang dengan cepat di balik pintu sementara Lola terduduk lemas di tempat tidurnya. Napasnya masih sangat memburu. Dia sangat bersyukur jika hal yang barusan dialaminya hanyalah mimpi, walaupun terasa sangat nyata baginya.Jhonatan kembali sambil membawakan air putih untuk Lola. Dengan cepat Lola meneguk air itu sampai habis tak bersisa lagi. Jhonatan masih menatap dirinya khawatir. Mereka duduk bersebelahan di sisi ranjang."Jadi ... bisa kau jelaskan apa yang terjadi, Lola?" Jhonatan mulai bertanya lagi secara perlahan setelah Lola agak tenang.Lola masih bungkam di tempatnya. Dirinya ragu dan tak tahu bagaimana harus me
Luther bergegas kembali ke San Francisco akibat kabar yang diberikan padanya dari Barbara. Pikirannya benar-benar sangat kalut, bahkan sampai harus membuat dirinya menunda banyak project dan kesempatan baru. Jeremy sampai geleng-geleng kepala melihat sikap Luther yang terlihat bagaikan orang sedang kasmaran."Bos .... ""Jeremy, jangan ganggu. Aku sedang berpikir," tolak Luther yang sedari tadi sibuk menatap keluar jendela mobilnya.Jeremy menghela napas berat. Dirinya justru merasa miris dengan kisah percintaan sang bos yang terasa terjal, tak pernah berjalan mulus."Ke mana kira-kira laki-laki itu membawa Lola?" gumam Luther resah."Bos, sebenarnya saya ingin menyampaikan kabar yang disampaikan oleh informan. Dia mengkonfirmasi jika Noah sepertinya mencuri surat tanah itu dari mantan istrinya."Ucapan Jeremy tadi membuat mata Luther terbelalak. "Lanjutkan, Jer.""Iya, Bos. Karena menurut pelayan rumah tangga keluarga Harris, Noah melakukan penganiayaan terhadap Nyonya Anneliese yang
"Cepat katakan! Kami tidak memiliki waktu lagi!"Noah benar-benar terdesak saat dia telah merasakan dinginnya pisau yang menempel di kulitnya. Karena masih menyayangi nyawanya, Noah pada akhirnya mengalah dan mau bekerja sama dengan perampok itu."Baik-baik! Kalian bisa ambil semua barang berhargaku di dalam brankas itu!"Ketua gerombolan memberikan kode tangan pada beberapa anak buahnya untuk mencari brankas. Mereka mengobrak-abrik area kamar Noah, tapi tak juga menemukan di mana brankas itu berada."Di mana brankasnya? Kau membohongi kami, ya?""Tidak! Aku sama sekali tidak berbohong!" sanggah Noah cepat. "Brankas itu ada di ... balik tumpukkan kardus kosong di gudang."Kali ini mereka mencari sesuai yang diarahkan oleh Noah. Benar saja, salah seorang perampok menemukan brankas itu."Bos! Brankasnya ketemu!""Sekarang, berapa kodenya?" tanya ketua gerombolan lagi.Noah agak terbata-bata dalam menjawabnya. Masalahnya, jika dia memberitahukan kodenya, maka raib lah semua barang dan ha
"Benar dugaanku, Noah memang licik dan pintar. Dia menyimpan sebagian besar uangnya di kartu tabungan ini," decak Luther kesal."Sepertinya saya memiliki kenalan peretas akun, Bos. Jika Anda mau, saya bisa menghubunginya." Jeremy menawarkan.Luther berpaling memandang Jeremy. "Iya, tentu. Aku sangat membutuhkan itu. Yang penting semua uangku bisa kembali. Lakukan dengan cepat, Jer. Sebelum orang itu melakukan sesuatu dengan rekening bank nya.""Baik, Bos." Jeremy menyanggupi. Dia langsung pergi meninggalkan Luther sendirian.Luther masih belum bisa merasa tenang. Selain karena uangnya yang diambil Noah belum kembali semuanya, dia juga terpikirkan terus dengan keadaan Lola. Dirinya takut jika Lola lepas dari pengawasannya maka Noah akan dengan mudah menyakitinya."Apa yang gadis itu sedang lakukan sekarang? Apa dia baik-baik saja? Dia belum bertemu dengan Noah, 'kan?"Selanjutnya Luther mulai memeriksa jejak digital yang tertinggal di mansionnya melalui CCTV. Karena hal itulah dia meng
Jhonatan yang melihat berubahnya sikap Lola menjadi kembali khawatir terhadap adiknya itu."Lola, ada apa? Kamu gemetar?" Jhonatan berusaha mempertanyakan."Tidak apa-apa, Kak .... " Lola sebisa mungkin berusaha menormalkan kembali perasaannya agar Jhonatan tak mencurigainya lagi.Jhonatan masih tetap memperhatikan Lola dengan perasaan khawatir. "Kau yakin? Apa mungkin kau sakit?""Sepertinya begitu, Kak. Sudah jangan khawatirkan aku. Segera jemput dia." Lola beralasan.Dengan sangat berat hati Jhonatan harus meninggalkan Lola sendirian di rumah sakit karena Joey bertugas kembali di rumah mereka. Sepeninggalan Jhonatan, badan Lola mendadak lemas. Dirinya terduduk di samping sang ibu dengan wajah yang pucat."Lo ... la?" Ibunya ternyata memperhatikan apa yang terjadi. Dengan secepat kilat, gadis itu berusaha mengulas senyum seraya menenangkan sang ibu."Aku tidak apa-apa, Bu. Jangan khawatir."Sementara itu Jhonatan tergesa-gesa dalam menyetir mobilnya. Dia merasa terganggu oleh panggi
Jhonatan terburu-buru datang ke rumah sakit. Dia merasa lega saat kini Lola sedang ditemani oleh Joyce di samping ibunya. Kondisi Lola masih terlihat sama seperti sebelum dirinya pergi. Lola kini nampak lebih pendiam."Lola, ini aku bawakan beberapa roti untukmu. Makanlah dulu. Wajahmu sangat pucat." Jhonatan menyerahkan satu kantung kresek berisi roti pada Lola.Lola menerimanya dengan perlahan sambil tersenyum kecil. "Terima kasih, Kak."Lola memakan rotinya dengan perlahan. Kakak tirinya itu diam-diam memperhatikannya makan. Jhonatan lalu berpaling pada Joyce yang kini sedang menyuapi ibu mereka."Joyce, apa tidak apa-apa jika hari ini kau berjaga di rumah sakit sendirian?"Joyce terdiam di tempatnya, cukup terkejut dengan pertanyaan Jhonatan yang tiba-tiba. "Tidak apa-apa, Tuan Muda. Saya bisa menangani Nyonya seorang diri. Kalian berdua beristirahatlah di rumah. Kalian pasti kelelahan.""Terima kasih, Joyce."Mendengar percakapan kedua orang di dekatnya, jantung Lola mendadak seo
Luther memutuskan berangkat keesokan harinya. Dia membooking satu pesawat untuk dirinya dan juga para bodyguard yang mendampinginya. Jeremy juga sudah menghubungi kenalannya yang berlokasi di sekitar Wichita untuk meminjam mobil.Luther tidak langsung bergerak untuk menemui Lola. Sesampainya di Wichita, dia, Jeremy dan para bodyguard beristirahat dulu di hotel."Bagaimana Jer, mobil pinjamannya aman?" tanya Luther begitu mereka masuk ke hotel."Aman, Bos. Saya akan mengambil mobil itu ke sana," jawab Jeremy."Pastikan semuanya sesuai rencana. Aku tidak mau hari ini kacau karena hal di luar rencana kita." Luther mengingatkan.Bukan Jeremy namanya jika sama sekali tak bisa mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Semua apa yang mereka siapkan akhirnya selesai juga. Mereka pun bergerak ketika malam sudah cukup larut.Luther merasakan jantungnya berdegup lebih cepat, adrenalinnya memuncak pada saat itu. Meskipun dirinya percaya diri untuk menjalankan rencananya, tapi tak dipungkiri jika ada