Daniel menaikkan sebelah alisnya. Dia kemudian tersenyum dan mulai menuang kembali anggur yang dengan cepat disambar lagi oleh Barbara sampai habis."Tuang lagi!" perintah Barbara cepat.Daniel menuruti keinginan Barbara. Dia terus menuang anggur di gelas kosong itu. Kali ini Barbara tidak langsung meminumnya."Kenapa Luther malah mementingkan gadis itu? Apa dia benar-benar jatuh cinta? Kupikir dia sudah tak dapat jatuh cinta lagi setelah peristiwa itu."Daniel tetap diam di tempatnya masih mendengarkan racauan dari Barbara. Kemudian dia mulai mendapatkan ide untuk rencananya, memanfaatkan momen saat Barbara sedang mabuk."Menurutku ... bukankah semua yang sudah terjadi itu adalah hal yang mesti dikubur saja? Jalan kita masih panjang. Luther juga butuh pendamping yang benar-benar dicintainya dan dapat mengisi kekosongan hatinya."Barbara melotot pada Daniel. Dia tak setuju dengan apa yang baru saja diungkapkan oleh laki-laki itu."Apa? Maksudmu, Luther tidak mencintaiku dan malah memi
"Lepaskan aku! Kau gila!" bentak Barbara. "Sudah kubilang, aku tidak mau berurusan denganmu lagi! Aku akan hidup bahagia menjadi satu-satunya wanita yang mendampingi Luther!"Daniel terlihat amat sangat terluka. Dia akhirnya melepaskan Barbara dan membiarkan wanita itu pergi. Sebelum pergi, Barbara terlihat berdecih pada Daniel. Daniel pun tertawa getir."Jadi ... ini benar-benar pertemuan terakhir kita?"Barbara menghentakkan kakinya keras menunju ke arah parkir mobil. Dia masih tak terima ditipu seperti itu oleh Daniel yang jelas-jelas memanfaatkan kesempatan di dalam kesempitan."Sialan, laki-laki itu!"Barbara memacu mobilnya kencang keluar dari area penthouse. Pikirannya kacau dan campur aduk karena masalah ini. Dirinya bahkan tak peduli pulang dalam kondisi berantakan di waktu pagi. Dia sampai di mansion tepat pada waktu sarapan.Barbara sedikit merapikan penampilannya melalui kaca spion. Dia juga berdandan sedikit sebelum masuk ke dalam mansion. Setelah menghela napas panjang, B
"Barbara!" Lola hendak memprotes perbuatan dari Barbara tapi wanita itu sudah lebih dulu merebut barangnya. Bukan hanya perhiasan. Rupanya Barbara juga sengaja menukar semua barang yang dibelikan Luther untuknya ke Lola."Apa yang kau lakukan?" Lola melotot tak terima dengan apa yang Barbara barusan lakukan."Kenapa? Kau tidak suka? Mau mengadu pada Luther, iya?" Barbara balik menantang Lola. "Lakukan saja! Dia pasti akan lebih mendengarkanku ketimbang dirimu!"Lilian hanya diam sambil memperhatikan perdebatan kedua wanita lainnya. Sejujurnya semenjak dia mulai jatuh cinta pada Jhonatan, dirinya sama sekali tak peduli dengan apa pun mengenai Barbara, Luther, maupun Lola.Barbara sudah mengemasi kembali barang Lola yang dia rebut ke dalam dus dan goodie bagnya. Rupanya memang dia sengaja ingin mempermalukan gadis itu sehingga dia sengaja menukar semuanya dengan milik Lola.Kini Lola terduduk lemas di ruang tamu. Dia memperhatikan gaun milik Barbara dengan tatapan lesu."Bagaimana ini?
Noah sudah berhasil merangsek ke tengah kerumunan para tamu undangan yang sedang menyimak sambutan dari Luther. Noah menatap tajam pria yang tengah berdiri di podium itu. Dia juga melihat anak gadisnya tengah ada di belakang Luther.Noah tersenyum menyeringai. "Pintar juga putriku yang jalang itu menggoda pria sekelas Luther. Boleh juga kemampuannya."Virginia berdiri bersebelahan dengan Noah. Dia juga terus menatap Lola dengan tatapan yang tak suka. "Untuk itu, kami resmi meresmikan kawasan Hunter Point South di Long Island City ini." Luther menutup sambutannya pada pesta peresmian kawasan baru itu.Seluruh tamu undangan kemudian memberikan tepukan tangan yang meriah untuk Luther. Luther bersama para wanitanya pun turun dari podium. Mereka duduk di kursi kehormatan untuk menyimak dan mengikuti rangkaian acara selanjutnya.Beberapa pihak lain yang terkait seperti Tuan Leo yang merupakan dewan kota New York City, lalu juga Tuan Samad dari Samad Land bergantian naik ke podium untuk mem
Noah melotot pada Luther, tak habis pikir dengan segala yang telah diucapkan pria itu padanya."Apa yang kau katakan tadi? Kau memfitnahku?" Noah mulai naik darah.Luther menanggapinya dengan tawa yang meremehkan. "Jangan kau lupa jika aku memiliki informan hebat yang bekerja di belakang layar untuk mengorek segala informasi mengenai kejahatanmu! Lihat saja waktunya nanti, kau akan segera masuk penjara."Noah tertawa hambar. Seolah rasa percaya dirinya belum habis. "Kau tidak akan bisa menyeretku ke dalam penjara!""Oh ya? Sepertinya kau begitu yakin?" Luther meremehkan Noah. "Kita lihat saja siapa yang akhirnya akan menang!""Huh! Kau pasti akan menyesali semuanya!" ancam Noah. Pria paruh baya itu segera bangkit dari tempatnya dan meninggalkan Luther sendirian.Luther kini mulai gelisah, Dia mencari di mana Lola berada karena takut Virginia merencanakan sesuatu yang buruk terhadap Lola."Lola. di mana kau?" desahnya putus asa.Luther langsung menghubungi Jeremy pada saat itu juga."J
Setelah menunggu cukup lama, dokter yang ditunggu oleh Luther akhirnya datang. Dokter langsung memeriksa kondisi Lola. Luther menunggu dengan harap-harap cemas."Bagaimana keadaannya, Dok?"Dokter memberikan senyumannya pada Luther. "Anda tidak perlu terlalu khawatir. Dia hanya perlu memulihkan diri paska tenggelam. Badannya sedang dalam fase demam. Saya akan memberikan obat penurun demam dan vitamin untuknya."Luther diberikan arahan berapa dosis obat yang harus diberikan untuk Lola. Setelah menyelesaikan tugasnya, dokter segera meninggalkan kamar hotel itu. Luther kini duduk di samping ranjang. Ditatapnya wajah Lola dengan lekat."Lola, kuharap kau bisa segera pulih kembali."Luther terpaksa membangunkan Lola yang masih setengah sadar itu untuk meminum obat dan vitaminnya. Lola sudah mengganjal perutnya dengan sedikit roti."Lola, apakah masih terasa dingin?" tanya Luther penuh perhatian.Lola terlihat menggeleng. "Tidak. Sudah agak hangat. Aku ... mengantuk."Luther pelan-pelan mem
Lola membuka matanya. Kepalanya masih terasa sedikit pusing. Dirinya terkejut saat mendapati Luther tengah tertidur di sisi ranjangnya."Luther? Apakah aku ... diselamatkan olehnya?"Luther mengerang sedikit. Perlahan dia juga membuka matanya. Sebuah senyuman muncul di wajahnya pada saat melihat Lola yang sudah terbangun."Lola ... syukurlah kau sudah bangun. Bagaimana perasaanmu?""Aku ... sudah merasa lebih baik. Kau yang kemarin menyelamatkanku?"Luther membalasnya hanya dengan sebuah senyuman yang penuh ketulusan dan kelegaan. Jantung Lola mendadak terasa berhenti berdetak. Ada angin yang berdesir di antara mereka, membawa rasa hangat di dalam dada."Bagaimana kau ... sungai itu sangat dalam! Kau bisa-bisa membahayakan nyawamu sendiri," sergah Lola khawatir."Dasar bodoh! Harusnya kau mengkhawatirkan nyawamu sendiri! Bukan mengkhawatirkan aku yang sudah terbiasa menyelam di lautan!" Luther balas menepuk pelan kepala Lola. "Syukurlah kau sudah sehat kembali."Lola merasakan rasa pa
Gadis itu bisa merasakan udara panas yang berhembus ke tengkuknya. Tak lama, dirinya juga merasakan sebuah kecupan lembut di bagian tengkuknya itu. Lola sama sekali tak bergerak di tempatnya. Dia malah sibuk menahan air matanya agar tidak mengalir di depan pria itu."Lola, kenapa kau ada di sini? Aku sejak tadi mencarimu," rengek Luther seperti seorang anak kecil yang mencari ibunya. "Ayo temani aku tidur di kamar."Masih membisu, Lola hanya dapat menuruti keinginan Luther. Pria manja itu menggiringnya sampai ke kamar. Ketika Luther sudah berada dalam posisi berbaring, dirinya menepuk sisi sebelahnya. Memberikan kode pada Lola agar mau tidur di sampingnya juga.Lola justru tetap berdiri mematung sambil menatap Luther dengan tatapan nanar. Setiap melihat wajah pria itu, hatinya malah begitu sakit. Terbayang senyuman Luther hanya untuk wanita asing itu, bukan untuk Lola."Lola, ayo tidur di sini."Lama-lama kesabaran Luther sudah habis. Dia langsung menarik Lola hingga wanita tu terjung