"Maafkan Adam, Pakde! Tapi untuk saat ini, Adam benar-benar tidak bisa meninggalkan mereka," ucap Adam sambil tersenyum melihat kedua adiknya itu.Ada keheningan setelahnya. Pak Ramli juga tidak bisa memaksa Adam untuk menerima anaknya.Kalau ditanya apakah Pak Ramli kecewa? Jelas, Pak Ramli sangat kecewa dengan penolakan Adam.Apalagi Nurul, anaknya lah yang mengajukan untuk bertaaruf kepada Adam. Pak Ramli merasa sedih untuk Nurul.Entah darimana Nurul bertemu dengan Adam, sehingga membuat Nurul berani memintanya untuk melamar Adam lewat almarhum Abah Ali."Boleh Pakde bertanya, Dam?"Adam mendongak untuk melihat Pak Ramli."Boleh, Pakde!" jawab Adam."Jika Pakde tanya tentang kesiapan kamu untuk menikah, apakah kamu sudah siap?"Pak Ramli benar-benar berusaha untuk mengubah jawaban Adam. Selain karena untuk anaknya. Pak Ramli juga ingin sekali memiliki menantu dari salah satu anaknya Ali Habibah.Adam terdiam sebentar. Adam memikirkan kembali perasaannya, apakah dia benar-benar sud
Sudah dua hari Amira pergi ke Semarang, untuk menghadiri walimatul 'urs kerabatnya. Sekaligus juga Amira akan melihat pameran busana yang kebetulan juga diadakan di Semarang. Hari ini, Salwa memutuskan untuk menutup butiknya. Bukannya tidak mampu bekerja sendirian. Tidak lain karena hari ini Salwa harus mengecek kain yang tersedia di kios Adam. Saat seperti ini, biasanya ada Amira yang menjaga butik. Namun kali ini, Salwa sendirian, tidak ada yang membantu. Selesai mengecek kain yang diinginkannya. Salwa kemudian duduk santai di meja kasir, sembari menunggu pelanggan. Daripada waktu luangnya tidak sia-sia, Salwa memutuskan untuk membantu Adam di kios untuk hari ini. "Dek, kamu mau makan apa?" tanya Adam. Selesai sholat dzuhur, Adam memutuskan mencari makan siang untuk mereka berdua. "Apa aja, Mas! Kalau ada yang pedes-pedes. Atau kalau tidak ada makanan yang pedas, yang ada sambal ya!" balas Salwa. "Ya sudah! Mas Adam pergi dulu ya! Kamu beneran nggak apa-apa kan ditinggal Ma
"Hmmm! Menurut Salwa, jika mereka tidak mampu untuk mengadakan walimatul urs', tidak apa-apa hanya untuk mengundang tetangga dekatnya saja. Kalau memang benar-benar tidak bisa untuk mengadakan walimatul urs' karena memang tidak ada biaya, menurut Salwa tidak ada salahnya mereka hanya memberi kabar kepada tetangga dan orang-orang disekitarnya. Karena kita memang tidak pernah tahu bagaimana sebenarnya keadaan orang-orang tersebut kan!""Lanjutkan penjelasan tentang bagaimana anjuran dari Rasulullah SAW tentang walimatul urs'!" ucap Adam.Salwa mengangguk lalu mengingat-ingat bagaimana dulu abahnya dan Guru ngajinya menjelaskan padanya tentang walimatul urs'. Walaupun tidak ingat semuanya, paling tidak Salwa masih mengingat beberapa hal."Tadikan tentang anjuran mengadakan walimatul urs'. Salwa nggak ingat banyak Mas karena hadistnya banyak. Tapi Salwa ingat satu hadist lagi mas!"Dari Anas, ia berkata, "Nabi SAW tidak pernah menyelenggarakan walimah atas (pernikahannya) dengan istri-is
Setelah mendengar dari cerita Adam, Abah Ali bisa mengambil kesimpulan jika putrinya yang kalau bicara suaranya terlalu lembut, hingga menimbulkan salah paham seperti itu.Setelahnya Salwa ditegur dengan keras Abahnya untuk tidak berkata lembut kepada laki-laki lain di luar sana.Abah menyuruh Salwa untuk berkata dengan tegas dan tidak dengan menggunakan suara yang lembut seperti saat Salwa tengah berbicara kepada keluarganya.Salwa hanya boleh berbicara seperti biasanya hanya di depan keluarganya, orang tua dan anak yatim. Masih boleh berbicara dengan lemah lembut kepada sesama wanita.Selebihnya, Abah meminta Salwa jika berbicara dengan laki-laki lain harus menegaskan suaranya. Bukan kasar, hanya tegas dan tidak lemah lembut seperti jika dia berbicara dengan keluarganya.Salwa saat itu sampai menangis karena tidak menyangka jika cara dia berbicara bisa membuat orang lain salah paham. Bahkan sampai ditegur dengan keras oleh Abahnya.Sejak saat itu, Salwa lebih memilih untuk diam jika
Setelah kembali ke kantor, Andhika benar-benar tidak bisa fokus dalam bekerja.Bayang-bayang Salwa yang mencium pipi Husein masih menari-nari di pikirannya.Jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam, Andhika sadar dan paham betul jika percuma saja dia memiliki perasaan untuk Salwa, karena pada akhirnya dia tidak akan bisa bersama dengan Salwa.Tembok yang menghalanginya sangatlah besar dan tinggi, dan sangat tidak mudah untuk dihancurkan. Atau mungkin malah tidak bisa dihancurkan.Mungkin bisa dihancurkan, jika Andhika mau menjadi mualaf. Itu pun masih belum tentu dia akan berjodoh dengan Salwa.Walaupun Andhika paham dan sadar betul. Tapi Andhika juga tidak bisa menghentikan dirinya sendiri untuk membayangkan jika seandainya dia bisa menikah dengan Salwa.Meski belum lama kenal. Tapi Andhika yakin Salwa nantinya akan menjadi seorang Istri yang baik dan juga Ibu yang baik.Bukan tanpa alasan Andhika menilai Salwa seperti itu.Pertama dilihat dari sikap Husein selama Andhika mengenalny
Siang ini di butik, Salwa dan Amira tengah beristirahat setelah selesai sholat Dzuhur dan selesai makan siang.Mumpung belum ada pembeli, Amira bertanya-tanya kepada Salwa tentang laki-laki yang beberapa hari lalu datang ke butik bersama Husein.Amira yang memang menyukai keindahan langsung terpana melihat ketampanan wajah Andhika.Dalam hati Amira berpikir, jika tidak berjodoh dengan Adam, laki-laki yang datang ke butik bersama Husein boleh juga."Ayo dong, Wa! Aku penasaran banget nih sama cowok yang datang kemarin sama Mas Husein!" Amira dengan penuh semangat merecoki Sawla yang sebenarnya sangat enggan membicarakan tentang Andhika.Sebenarnya Amira sudah ingin menanyakannya dari kemarin-kemarin, setelah Husein datang bersama Andhika. Tapi baru kali ini ada kesempatan yang pas untuk menanyakannya."Memangnya kalau kamu sudah tahu dia siapa, kamu mau apa?" tanya Salwa heran."Ya mau di ajak kenalan dong! Siapa tahu jodoh kan? Daripada nunggu kepastian dari Mas Adam yang belum juga ke
Pagi hari sekitar jam delapan, Salwa beserta Adam sudah sampai di pemakaman umum, dimana tempat Abah dan Umi dimakamkan.Mereka berdua di luar makammenunggu kedatangan Husein, Andhika dan Amira untuk ziarah bersama-sama.Tidak tahu bagaimana ceritanya, Andhika tiba-tiba saja ingin ikut ziarah ke makam Abah dan Umi, jadi Husein sekarang sedang menjemputnya di kost an.Sedangkan Amira, kemungkinan dia masih berada di jalan."Amira sudah berangkat kan, Dek?" tanya Adam memecah keheningan."Sudah kok, Mas! Mungkin sekitar lima menitan lagi dia sampai!"Adam menganggukkan kepalanya. Dalam hati Adam merasa bersyukur jika masih banyak orang yang mengingat kedua orang tuanya.Mengingat kembali pada hari kepergian Abah dan umi. Mereka terpaksa harus segera menguburkan Abah dan Umi malam itu juga. Padahal saat sudah lewat jam satu malam.Bukan tanpa alasan. Kebetulan esok hari itu akan ada acara walimahan tetangga mereka. Meskipun bukan tetangga dekat, tapi masih satu komplek. Dan di komplek me
Salwa Habibah, anak bungsu dari tiga bersaudara. Dia sekarang berumur dua puluh dua tahun. Dia bekerja sebagai Desainer baju muslim. Penampilan sehari-harinya yang berjilbab besar, menutupi hampir semua bagian atas tubuhnya. Dia sangat baik dan juga sopan.Wajahnya tidak begitu cantik, tapi orang tidak akan merasa bosan melihat wajah ayu Salwa.Salwa dikenal orang lain sangat pendiam. Dia juga selalu menundukkan kepalanya setiap kali berjalan di sekitar rumahnya.Dengan sikapnya itu, bahkan teman-teman sekolah, sampai teman kuliahnya pun menjadi segan kepadanya.Guru dan juga Dosennya dulu juga ikut merasa segan kepada Salwa.Dia tinggal bersama dengan kedua orang tuanya beserta kedua kakaknya. Namun sekarang, kakak keduanya tengah bekerja di Bandung menjadi seorang Pengacara.Kakak pertama Salwa bernama Adam Habibah, dia berusia dua puluh tujuh tahun. Dia tinggal di Solo bersamanya dan kedua orang tuanya. Dia meneruskan usaha ke