"Kau adalah seseorang yang kuingin menjadi masa depanku. Tetapi, masa lalu begitu kuat mengikatku pada kenangan. Bersabarlah, Sayang ... bantu aku menujumu."================Lintang menyeduh kopi di dalam cangkir bermotif hati dengan air panas, lalu menuang sisa air tersebut ke dalam mug yang berisi coklat beraroma teh hijau. Harum kopi dan coklat memenuhi dapur minimalis milik Satya. Meski kecil, tetapi dapur itu memiliki fasilitas yang lengkap dan modern. Lintang berpikir dia akan betah berlama-lama di sana, memasak berbagai macam kuliner dan kue."Non Lintang, maaf. Bibi ketiduran sampai harus bikin minuman sendiri." Seorang pelayan yang bernama Erna tergopoh mendekati Lintang dengan raut bersalah.Lintang menoleh dan mengulas senyum lebar. "Ngga papa, cuma bikin minum aja. Gampang ini.""Non Lintang 'kan baru sembuh. Saya diwanti-wanti sama Tuan muda buat jagain, Non," balas Erna masih dengan raut penyesalan.Lintang berdecak pelan. Satya terlalu berlebihan memperlakukannya. Pada
"Maaf, aku tidak akan pernah kembali memungut keping kenangan yang kau hancurkan. Biar saja dia lebur, lalu hilang ditiup angin."================Satya Bumantara, SH. Nama yang tersemat pada pria beriris abu-abu itu. Dia itu bertindak sebagai pengacara Lintang. Tahapan pertama yang harus dilalui adalah mediasi yang diajukan pihak Arsen. Entah apa maksudnya. Bukankah mereka telah sepakat berpisah baik-baik, lalu mengapa harus dipersulit dengan mediasi segala.Lintang hanya diam saat sesi mediasi berlangsung. Wanita itu mendengarkan dengan seksama nasihat yang disampaikan petugas pengadilan. Akan tetapi, tak satu pun nasehat dan saran itu diterimanya. Tekad wanita itu sudah sangat bulat, bodoh jika dia terus bertahan dalam pernikahan penuh kesakitan, hanya akan menghadirkan luka lain yang kemudian bernanah, lalu membusuk. Dia juga mengacuhkan tatapan lekat Arsen, pria itu terkejut melihat kehadirannya di pengadilan bersama Satya. Ada binar di mata sang pria. Lintang paham tatapan maca
"Engkau perlahan menyusup ke dalam dada, mengukir jejakmu di sana. Aku bisa apa jika hati dan pikir sepakat menjadikanmu raja di sana."===========Detik, menit, jam berlalu dengan cepat. Waktu seolah tak mau berhenti meski sejenak. Dia berotasi sesuai kodratnya, meninggalkan manusia yang masih sibuk berleha-leha dengan kesenangannya. Lupa dengan kehidupan yang sebenarnya, hidup abadi di akhirat nanti.Lintang tidak lupa hal itu. Setiap hari dia mencoba memperbaiki diri. Lebih sering mendekatkan diri kepada Sang Pemilik Jiwa. Wanita itu sadar, mungkin saja semua kemalangan yang terjadi tidak lepas dari kelalaian dia sendiri. Terlalu sibuk mengejar dunia, terlalu mencintai manusia, hingga terkadang melupakan Dia yang memberi kesuksesan. Mungkin dia terlalu jumawa dan terlalu percaya diri, hingga Tuhan menegur dengan cara seperti ini. Lintang lebih memperpanjang sujudnya, memperlama zikirnya, dan menguntai doa lebih khusuk dari sebelumnya. Sering tangis dan sedu sedan mengiringi permoh
"Kepercayaan itu seumpama kertas putih. Sekali dia tertumpah noda, selamanya tidak akan disebut putih lagi."===========Satya menatap ke luar jendela apartemen. Kedua tangannya terkepal kuat di kedua sisi tubuhnya. Dia tidak mengira kepercayaan yang selama ini dia beri dikhianati begitu saja. Dia bukan pria yang mudah jatuh cinta, tetapi jika sudah menjatuhkan pilihan, Satya akan memperjuangkannya hingga akhir.Anika. Wanita yang dia cintai melebihi dirinya sendiri. Berkulit putih dengan fitur wajah nyaris sempurna itu memikat hatinya sejak tiga tahun yang lalu, butuh satu tahun bagi Satya untuk meyakinkan hati. Hingga kemudian dia meminta sang wanita menjadi miliknya. Tidak ada yang aneh dalam hubungan mereka, meski setahun terakhir harus menjalani hubungan jarak jauh. Kepercayaan selalu jadi modal utama bagi Satya.Hingga hari ini. Tepat di perayaan pernikahan mereka yang kedua, Satya harus menelan pil pahit. Bermaksud memberi kejutan untuk sang pujaan, justru dia mendapati istriny
"Sakit hati adalah fitrah manusia bila terluka. Tetapi, menjadi pendendam adalah pilihan."==============Lintang tak henti menciumi pipi sang putri. Tiga bulan tidak bertemu membuat kerinduannya menggunung. Gayatri pun seolah mengerti perasaan sang bunda. Bocah itu bergelayut manja di dada Lintang. Tak henti berceloteh, meski tidak jelas apa yang dia katakan. "Dia sangat merindukanmu."Suara Handoko menginterupsi kemesraan ibu dan anak tersebut. Lintang acuh, dia sama sekali tidak berminat menanggapi ucapan mantan mertuanya tersebut. Hatinya masih berdenyut sakit mengingat apa yang telah dilihatnya di restoran dua minggu yang lalu."Lintang, Papa minta maaf. Papa tidak bermaksud memisahkanmu dengan Gayatri. Semua Papa lakukan agar masa depan Gayatri tidak terombang-ambing."Lintang mendengkus, menoleh ke arah pria itu. "Apa Papa pikir tindakan itu bijak? Papa misahin aku dari Gayatri, tekan Buk Rima agar mengusir aku dari sana. Papa sengaja bikin aku jadi gembel agar ngga bisa ngamb
"Jika ada masa depan, untuk apa kembali berputar arah menjemput masa lalu. Teruslah melangkah, jangan lupakan dia karena masa lalu adalah guru terbaik di dunia."============Suasana ruangan sidang tidak terlalu ramai. Hanya beberapa orang saja yang diperkenankan hadir. Tentu saja, sidang perceraian bukan sidang yang diperuntukan untuk umum. Akan banyak fakta tersingkap dipersidangan. Masing-masing pihak yang bertikai akan saling tuding tentang siapa yang bersalah. Akan tetapi, bukti dan saksilah yang akan berbicara. Pun Lintang. Dia menyerahkan semuanya kepada Satya. Pria itu yang mewakilinya dalam menjawab pertanyaan hakim, walau kadang ada pertanyaan yang mesti dia jawab sendiri. Arsen pun tak banyak bicara, sepertinya pria itu tahu jika posisinya lemah.Tidak banyak pertanyaan hakim. Satya memberikan bukti-bukti perselingkuhan Arsen yang didapat dari Diana. Gadis itu berhasil mengambil rekaman CCTV beberapa bulan lalu, yang terpasang di lantai tiga percetakan. Selama persidangan
"Jika hatimu menyimpan dosa, maka ucapkanlah maaf. Meski tak akan menghapus dosa, setidaknya menenangkan hatimu."============="Sudah lama?"Lintang menoleh ke arah suara. Terlihat Anita mengulas senyum tipis di bibirnya yang sedikit pucat. Mata Lintang menelusuri penampilan wanita itu dari atas hingga ke kaki. Mengenakan gaun terusan selutut berwarna putih dan dilapisi cardigan coklat tua membuat perutnya terlihat jelas."Tidak juga," jawab Lintang seraya mengalihkan pandangan ke depan.Anita mengambil tempat duduk di sebelah Lintang. Sejenak keduanya hening. Hanya debur ombak yang menghantam karang terdengar memecah kecanggungan di antara mereka. Lintang tak berminat membuka suara. Dia menunggu apalagi yang diinginkan wanita di sebelahnya saat ini."Maaf, aku menyesal ...""Untuk?"Anita menunduk, tangannya memilin ujung cardigannya. Lidah wanita itu terasa kelu untuk berkata-kata. Penyesalan yang amat besar membuatnya dihantui rasa bersalah."Untuk segalanya. Aku ... minta maaf at
"Oh, bahagia ... mengapa engkau enggan menetap di hatiku. Apa memang tiada kata itu tertulis di buku nasibku?"===============Lintang menatap panti asuhan yang kini dalam tahap perbaikan. Handoko membiayai semua pembangunan fasilitas di sana. Pria paruh baya itu kembali menggelontorkan dana agar panti tempat Lintang dibesarkan kembali beraktifitas seperti biasa. Setelah beberapa bulan yang lalu mereka semua harus mengalami dampak dari perseteruannya dengan Arsen dan Handoko. Keceriaan tampak melekat di wajah anak-anak itu, apalagi melihat Gayatri tertawa di tengah-tengah mereka. Bocah satu tahun itu seolah menemukan teman baru selain boneka dan mainan yang selalu dibelikan Satya.Mengingat pria itu membuat senyum terukir di wajah Lintang. Semakin hari hubungan mereka semakin baik. Perlahan, tetapi pasti benih-benih cinta mulai tumbuh subur di dada wanita itu. Kesabaran Satya dalam menunjukkan cintanya membuat Lintang yakin jika perasaan mereka bukanlah semu. Bahkan Gayatri lebih cend