Bab 15Seharian ini Zayn mengurung diri di kamar. Mondar mandir tak henti seumpama setrikaan. Dia menggigiti punggung tangannya yang mengepal gusar. Bola bulu berkeliaran di rumahnya adalah bencana besar. Zayn lebih suka ikan piranha yang tidak menjaga image ganasnya ketimbang makhluk sok imut padahal menyimpan sisi buas terpendam yang bernama kucing. Perutnya mulai melilit lapar menagih makan malam. Sejak pulang tadi hingga jam sembilan malam kini, Zayn belum berani keluar dari kamarnya lantaran takut berpapasan dengan Sultan. Geli bercampur takut juga merinding menjadi satu, akan tetapi sekarang cacing-cacing di perutnya tak mau berkompromi, mulai berdisko meminta jatah asupan isi ulang. “Ini enggak bisa dibiarkan. Gadis ingusan dan kucingnya benar-benar mengusik ketenangan rumahku yang damai bagaikan kuil! Seorang Zayn bahkan terpenjara di rumahnya sendiri? Yang benar saja! Aku harus bertindak sekarang juga,” gumamnya geram kendati tampak ragu juga bingung akan langkah apa yang
BAB 16Sepasang manusia yang telah menjadi suami istri itu turun bersamaan dari sebuah sedan BMW keluaran terbaru. Ya, Zayn dan Althea berangkat bersama ke kampus pagi ini setelah cuti satu minggu berlalu. Mereka turun lalu berjalan bergandengan memasuki area kampus dengan senyum mengembang. Berakting mesra seperti yang telah disepakati untuk menjaga image agar pernikahan pura-pura mereka tak terendus, demi kepentingan masing-masing tentunya.“Sebaiknya kamu merapat padaku, jangan meronta terus! Nanti orang-orang curiga.” Zayn mengeratkan rangkulan kala mata orang-orang mulai tertarik menjatuhkan pandangan pada mereka berdua, menarik Althea agar lebih dekat dengannya supaya menciptakan kesan intim layaknya pasangan pengantin baru pada umumnya.“Merapat sih merapat. Tapi tanganmu mendarat di bokongku!” dengus Althea sengit. Ia melotot murka pada Zayn lantaran tangan pria itu tak beranjak dari bongkahan bulat belakangnya.“Justru aku sengaja, supaya orang-orang yakin bahwa hubungan kit
BAB 17Lidya memencet bel dan memutar kenop pintu beberapa kali. Pintu pagar depan memang tidak digembok, hanya saja pintu masuk utama ke dalam rumah terkunci rapat. Mungkinkah anak dan menantunya sedang pergi? Akan tetapi, semua kendaraan Zayn terparkir rapi di garasi ketika Lidya memeriksa.Lidya teringat akan kunci cadangan yang dimilikinya. Merogoh tas untuk mencari dan untung saja disatukan dengan kunci tempat tinggalnya. Lidya masuk membawa serta sebuah jinjingan besar di tangan. Meninggalkan pintu yang tertutup kemudian menaruh barang bawaannya di meja dapur. Berisi berbagai macam menu rumahan buatannya, spesial dimasak untuk anak dan menantunya. Setelah hari pernikahan baru kali ini Lidya berkunjung, untuk itu sejak pagi buta dia menyiapkan buah tangan.Suasana rumah tampak lengang. Lidya mengedarkan pandangan. Sekelilingnya hanya ada sepi dan senyap, tidak ada aktivitas maupun suara. Suara asing menggoda telinga mengalihkan perhatian Lidya. Matanya mencari-cari memerhatikan
BAB 18Si tampan yang masih mengenakan baju basah itu kalang kabut. Blingsatan saat ibunya hendak beranjak ke kamar tamu. Zayn memutar otak dengan cepat, sepersekian detik mencari ide agar bisa menahan ibunya sebentar saja. “Eh, tu-tunggu, Bu. Anu itu… itu kamar tamunya mau kubereskan dulu sebentar. Berantakkan bekas sisa-sisa semalam,” ujarnya asal. Zayn menarik lengan ibunya, berusaha bersikap tenang dalam mencari alasan yang tepat padahal degupan jantungnya berdetak menggila. Do’a pun turut dipanjatkan batinnya, berharap Lidya percaya. Netra Lidya memicing pada sang putra, tak tahan untuk menukas seraya menggeleng dalam tawa. “Kalian ini sungguh liar. Sepertinya semua tempat menjadi saksi bisu.” “Ibu juga pernah muda bukan? Pasti paham.” Zayn menaik turunkan alis sembari menelengkan kepala. “Ah… Ibu jadi rindu ayahmu.” Lidya berkelakar disusul kekehan.“Ibu tunggu sebentar di sini. Aku tidak ingin mempertontonkan kekacauan jejak duelku tadi malam. Itu mengerikan. Akan kuberesk
BAB 19Pukul sepuluh malam mereka menyudahi acara bercengkerama. Lidya mendesak anak dan menantunya supaya segera masuk ke kamar untuk beristirahat sebelum dirinya beranjak ke kamar tamu.Keduanya kikuk luar biasa setelah pintu tertutup. Pasangan itu tak bersuara sepatah kata pun, duduk berjauhan di dalam kamar. Yang satu duduk di tepi ranjang sebelah kanan, dan yang satunya lagi di seberangnya. Saling memunggungi berbalut aura canggung merebak di udara.Tiga puluh menit berlalu tidak ada yang berubah. Situasi di dalam kamar hampir sama seperti tadi, saling memunggungi dalam senyap. Althea mulai terkantuk-kantuk, sudah puluhan kali menguap lebar lantaran terbungkus kuat rasa ingin tidur. Terlalu lahap bersantap menyebabkan perut si gadis mungil kekenyangan berlebih dan efeknya berimbas pada kelopak mata yang ingin terus mengatup. Althea nyaris tersungkur ke depan saking mengantuknya. Cepat-cepat mengusap wajah dan mulai kebingungan. Sepanjang malam hanya duduk dan saling mendiamkan
BAB 20Tidur Althea kali ini terasa berbeda. Ada dekapan hangat yang begitu nyaman melingkupi, membuat Althea betah berlama-lama bergelung ketimbang bersua udara dingin di pagi hari. Terlebih sekarang adalah libur akhir pekan.Ia terusik setelah suara alarm dengan irama tak biasa menariknya paksa dari alam mimpi. Bukannya membuka mata, Althea malah makin merapatkan diri pada sumber kehangatan nyaris panas yang terasa menyenangkan di belakang punggungnya, menarik selimut hingga sebatas leher.Sapuan napas hangat menerpa tengkuk, serta sesuatu yang terasa berat menindih sisi tubuhnya dari sepanjang pinggang hingga melingkari perut. Samar-samar bunyi aneh ikut mampir di telinganya. Semakin didengarkan, lama-lama bunyi itu makin jelas serupa suara dengkuran jantan yang terasa begitu dekat.Masih dengan mata memejam, keningnya mengernyit hingga alisnya hampir menyatu. Kenapa ada dengkuran yang terdengar, bukankah ia tidur sendiri? Lagi pula suara khas semacam itu yang pernah didengarnya ha
BAB 21Lesu.Itulah raut wajah Althea sepanjang sarapan. Memaksa diri mengunyah dan menelan makanan yang tersaji di piring kendati tak berselera. Duduk berdampingan dengan Zayn tanpa membuat keributan di bawah meja seperti kemarin. Ia masih merasa teramat berdosa. Jujur saja, ini adalah kali pertama Althea meninju orang hingga memar dan berdarah.“Al, ini jamu ramuan tradisional turun temurun di keluarga kami. Ibu sendiri yang merebus dan membuatnya. Mengingat kegiatanmu sebagai mahasiswa juga banyak, belum lagi kegiatan membara kalian.” Lidya menjeda sejenak kalimatnya, melipat bibir mengulum senyum. “Sebaiknya kamu rutin mengonsumsi ini. Supaya stamina tetap terpelihara juga untuk berjaga-jaga.”Lidya meletakkan satu botol kaca berisi jamu buatannya ke hadapan Althea. Si gadis lesu yang sejak tadi menunduk tak fokus sedikit tersentak kala Lidya menepuk lengannya.“Eh, i-iya, Bu.” Althea mengangkat wajah dan menatap penuh tanya ke arah botol kaca yang disodorkan Lidya. “Ini apa?”“He
BAB 22Suara musik klasik sayup-sayup terdengar telinga Zayn begitu dia membuka mata di pagi hari. Irama The Rite of Spring yang menjadi ciri khas balet Rusia mendayu indah menggoda pendengaran.Zayn yang memiliki ayah orang Rusia sudah familiar dengan nada semacam ini sejak kecil. Ditambah lagi ayah ibunya adalah penggemar musik opera serta pertunjukan klasik seperti balet dan Zayn sering diajak ke berbagai pertunjukkan oleh orang tuanya.Dia beringsut turun dari peraduan luasnya masih dengan mata ayam. Menggosok gigi disusul membasuh muka guna mengusir kantuk dan beranjak keluar kamar masih dengan handuk kecil di tangan yang digunakannya untuk mengeringkan wajah.Si tampan tinggi menjulang itu menajamkan pendengaran. Semakin ke arah belakang irama tersebut kian menguat dan kakinya terhenti di luasnya halaman belakang yang didesain menyerupai paviliun terbuka, hanya atap yang menaungi melindungi dari hujan.Matanya terpaku pada satu titik di mana seorang gadis tengah meliukkan tubuhn