Mentari mundur beberapa langkah saat melihat mantan mertuanya bersujud di kakimu ia menjadi lebih risih melihat sikap dari Mantanmu tuannya itu
ibu mohon tadi Tolong temui tangga kali aja
wanita paruh baya Itu tampak meneteskan air mata arti Mentari sedikit lagi ia mulai merasakan iba dan tergerak untuk menolong sang mantan suami
Baiklah Bu aku akan coba temui Tangga Satu Kali Saja
Akhirnya Mentari luluh dan menyanggupi untuk bertemu dengan mantan suaminya. Emak hanya bisa mendukung setiap keputusan sang putri. Sedangkan si kecil Bulan masih tampak bingung melihat adegan bak drama dalam serial televisi. Anak kecil itu tidak mengerti dengan yang terjadi di depannya.
"Mereka siapa, Bun?" tanya Bulan polos.
"Kami kakek dan nenek kamu," sela Babeh saat Kirana baru saja hendak membuka mulut.
Lelaki paruh baya itu sepertinya s
Mentari melangkah perlahan mendekati sosok yang menyedihkan bau anyir bercampur busuk semakin tersenyum saat mendekat ke arahnya nikah sudah berapa bulan Lia yang sedang termenung itu tidak membersihkan diri di belakang sana akunya terdengar terisak menahan tangis melihat keadaan Putra kesayangannya"Rangga! Kenapa jadi seperti ini?" lirih mentari dengan tatapan nanar.Pria yang sudah hilang akal itu bergeming. Ia masih asik dengan dunianya sendiri. Mentari perlahan mendekat ke arah Rangga. Bau anyir yang semakin menusuk tidak dihiraukan lagi, perasaan iba mulai menyelimuti dirinya.Lelaki gagah dan rupawan yang dahulu meluluhkan hati. Kini, tidak ubahnya seperti orang yang tidak waras yang menyedihkan dan membuat semua orang yang melihat merasa jijik akan dirinya."Rangga, tolong jawab, aku!" pekik Mentari tertahan.Setelah beberapa saat, tiba-tiba lelaki
Di dalam ingatan Rangga. Dirinya tidak pernah bercerai dengan Mentari. Hari beranjak senja, Bulan masih asyik bermain bersama sang Ayah. Sedangkan Mentari sudah nampak gelisah. Wanita muda itu menoleh ke arah jam beberapa kali. Kemudian menghampiri Bulan."Bulan, ayo kita pulang!" ajak Mentari kepada sang anak, lembut."Pulang? Pulang ke mana? Bukankah ini rumah kalian. Ada apa ini Tari? Apa selama ini kita hidup terpisah?" cecar Rangga dengan mata memerah."Akhh!"Lelaki yang baru menemukan kebahagiaan itu berteriak histeris. Membuat Bulan dan Mentari ketakutan.Tiba-tiba Nyak datang menghampiri dan mengajak Mentari dan Bulan untuk ke ruangan lain."Ibu mohon, menginaplah malam ini, tunggu sampai Rangga sedikit stabil dan siap menerima kenyataan."Wanita paruh baya itu kembali memohon. Mentari
Rangga berjalan perlahan ke dalam rumah Mentari yang disambut hangat oleh Emak yang baru keluar dari dalam rumah.Malam sebelumnya, Mentari telah menghubungi dan memberitahu Emak tentang keadaan Rangga dan beliau pun bersedia untuk turut membantu memulihkan ingatan Rangga."Assalamu'alaikum," sapa Rangga seraya mencium punggung tangan wanita paruh baya itu, takzim."Waalaikumsalam," sahut Emak dengan tersenyum tipis.Mereka pun masuk ke dalam rumah duduk di sebuah kursi sederhana di ruang tamu. Sementara Bulan segera kembali ke kamar.Rangga menatap ke sekeliling, melihat semua benda yang tergantung di atas dinding dan yang berada di setiap pojok rumah. Lelaki itu mengernyitkan dahi karena tidak nampak fotonya bersama mentari satu pun di rumah itu.Emak kembali ke ruang tamu dan menyediakan minuman hangat dan beberapa kue u
Rangga tampak kaget melihat sosok wanita yang memanggil namanya."Kamu lupa ya? Saya Anggi-asisten koki kamu yang dulu," ujarnya dengan tersenyum tipis."Ini Mbak Mentari, ya? Cantik sekali, dulu Rangga sering cerita tentang Mbak. Aduh maaf ya, anak saya emang suka bandel," imbuh wanita muda itu seraya menggendong sang anak.Pantaslah jika menteri tidak mengenali wanita tersebut, karena wanita itu hadir saat Mentari tidak lagi bekerja di resto yang sama dengan Rangga."Saya pamit dulu, suami udah nunggu di depan," ucapnya, kemudian berlari pergi meninggalkan keluarga kecil yang masih tampak bingung.Mentari sempat kaget dan khawatir saat wanita yang hampir mirip dengan Dina itu mendekat ke arahnya. Bayangan Dina masih sangat melukai hatinya."Ayo kita pulang saja!" ajak Rangga sambil menggendong sang anak yang masih meringi
Mentari mengambil kotak itu perlahan, kemudian membawanya ke dalam rumah."kotak apa, Tar?" tanya Emak penasaran.Mentari hanya menggeleng dengan tatapan mata masih terfokus ke arah kotak tersebut. Tidak ada nama pengirim atau pun tulisan lainnya. Kotak itu polos dan hanya terbungkus oleh sebuah kertas polos berwarna coklat."Bukalah," pinta Emak tampak semakin penasaran.Tangan Mentari bergetar saat mencoba untuk membuka kotak itu. Ia seperti sudah merasakan sesuatu yang tidak enak, yang berada di dalamnya. Saat kotak terbuka, benar saja Mentari sontak kaget netranya menatap tajam ke dalam. Sebuah foto pernikahan dirinya dengan Rangga yang dilumuri oleh cairan merah seperti darah.Mentari hampir memekik histeris. Namun, ia segera menutup mulutnya agar tidak menimbulkan keributan dan tidak membuat seisi rumah panik.Emak ya
Mentari mengambil kotak itu perlahan, kemudian membawanya ke dalam rumah."kotak apa, Tar?" tanya Emak penasaran.Mentari hanya menggeleng dengan tatapan mata masih terfokus ke arah kotak tersebut. Tidak ada nama pengirim atau pun tulisan lainnya. Kotak itu polos dan hanya terbungkus oleh sebuah kertas polos berwarna coklat."Bukalah," pinta Emak tampak semakin penasaran.Tangan Mentari bergetar saat mencoba untuk membuka kotak itu. Ia seperti sudah merasakan sesuatu yang tidak enak, yang berada di dalamnya. Saat kotak terbuka, benar saja Mentari sontak kaget netranya menatap tajam ke dalam. Sebuah foto pernikahan dirinya dengan Rangga yang dilumuri oleh cairan merah seperti darah.Mentari hampir memekik histeris. Namun, ia segera menutup mulutnya agar tidak menimbulkan keributan dan tidak membuat seisi rumah panik.Emak ya
Rangga berusaha untuk mencari informasi mengenai peneror yang telah mengganggu dan mengusik hidupnya bersama Mentari. Ia meminta bantuan beberapa teman ahli dan juga salah satu polisi yang ia kenal.Pagi-pagi sekali Rangga sudah pergi dari rumah menuju seorang Detektif kenalannya untuk mengungkap identitas sang peneror. Ia menyerahkan beberapa bukti dan nomor telepon yang meneror Mentari.Butuh beberapa waktu bagi sang detektif untuk mengungkap pemilik nomor telepon tersebut. Akhirnya, Rangga pun pergi untuk menemui Mentari di cafe milik kekasihnya itu.***Seminggu sudah setelah kejadian teror foto berlumuran darah itu. Mentari sudah lebih tenang dan tidak terlalu ketakutan seperti kemarin. Wanita muda itu sudah mulai beraktifitas seperti biasanya. Bekerja ke cafe dan terkadang mengantar Bulan ke sekolah.Pagi itu, Cafe sudah ramai oleh pengunjung. Seperti biasa, Menta
Setelah mengetahui identitas sang peneror. Rangga meminta kedua orang tuanya untuk berbicara kepada orang tua Dina, agar semua permasalahan ini selesai dan tidak semakin berkepanjangan.Senja itu, selepas pulang dari Cafe. Rangga menjemput Mentari untuk menemui kedua orangtuanya. Agar permasalahannya dengan Dina benar-benar selesai. Bulan pun turut serta saat itu, karena ia sudah sangat rindu dengan kakek neneknya.Sesampainya di rumah Rangga. Mereka disambut hangat oleh kedua orang tua Rangga. Bulan segera berlari dan menghambur ke pelukan sang Nenek. Ikatan darah memang lebih kental dari pada air. Walaupun keduanya baru bertemu beberapa saat. Mereka sudah terlihat akrab dan memiliki ikatan batin yang kuat."Nenek!" pekik Bulan seraya memeluk erat sang Nenek."Cucu kesayangan Nenek, ayo masuk."Mereka pun masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu. Di s