“Unit apartment ini sudah diberikan Papa padaku. Papa juga sudah setuju waktu aku sempat menyinggung tentang rencana pindah ke Alexander Apartment. Jadi, tidak ada masalah kalau kamu ingin tetap tinggal di unit apartment itu nanti.” Aku berkata pada Cheryl.“Kamu tidak perlu memikirkan aku karena aku akan tinggal bersama suamiku,” sahut Cheryl.“Dokter Raffa ya? Dia yang akan menjadi suamimu, bukan? Kapan kalian akan menikah?” Aku kembali menggoda Cheryl. Kapan lagi aku bisa menggoda sahabatku ini?“Entahlah … kali ini aku sudah benar-benar pasrah dengan jalan hidup kami,” jawab Cheryl sambil menikmati sarapannya.“Asyik! Mudah-mudahan kamu menikah terlebih dahulu,” ujarku berharap.“Sepertinya begitu …,” jawab Cheryl.“Apa kamu akan tetap bekerja setelah menikah nanti?” tanyaku.“Sepertinya begitu …,” jawab Cheryl lagi.“Sepertinya begitu … sepertinya begitu … apa enggak ada jawaban lain?” cibirku.“Sudah aku bilang, aku sendiri hanya bisa pasrah,” ujar Cheryl.“Tapi … kamu cinta den
Rindu, satu kata yang cukup sulit saat rasa menerpa. Rindu memberikan sebuah harapan pada sesuatu yang tidak ada kejelasan waktu untuk mewujudkannya. Rindu memberikan keinginan kuat yang membuat seseorang berjuang untuk mendapatkannya. Sayangnya, ada rindu yang hanya sebatas angan.Finn, seorang pemuda yang pernah mengisi hatiku. Dia menggambarkan dirinya sebagai bintang di dalam mimpiku. Pun dia memberikan bintang itu agar selalu bersinar di hatiku. Ke mana pun aku pergi, bintang ini akan selalu bersamaku.Sama seperti keluargaku, Cheryl, Om Danendra, dan Tante Iva, Finn akan selalu menempati satu ruang di hatiku. Aku tidak akan pernah bosan mengatakan hal ini.Jangan salah sangka! Aku bukan memiliki dua hati. Saat aku memutuskan untuk mencintai Keenan maka aku akan serius menjalin hubungan dengannya.Finn maju satu langkah dan memelukku erat. Aku menghirup aroma tubuh Finn dengan rakus karena tidak ingin melewatkan satu detik pun kebersamaan kami yang terasa sangat nyata ini.“Aku m
Aku bergegas mendekati Keenan dan duduk di sebelahnya sambil menunduk. Tanganku meraih kotak yang berisi barang-barang Finn dan merapikannya. Sejujurnya, aku tidak tahu cara bersikap agar Keenan tidak tersinggung.Walaupun dengan posisi menunduk, aku bisa tahu kalau Keenan menoleh ke arahku dan tangannya terulur untuk mengarahkan pandanganku pada wajahnya.“M-maaf, a-aku m-masih b-belum r-rela … membuang benda-benda yang penuh dengan kenangan bersama Finn.” Aku merasa gugup di awal dan mengakhiri kalimat dengan memelankan suara.Aku tahu ini tidak benar, tapi aku yakin semua ada waktunya. Suatu hari nanti, aku pasti bisa merelakan semua dengan sendirinya.Benda-benda ini tidak akan mengurangi rasa cintaku pada Keenan. Aku hanya ingin menyimpannya dan membutuhkan waktu lebih banyak. Mudah-mudah Keenan mau mengerti.“Aku tidak memintamu untuk membuang kenangan bersama Finn. Itu masa lalumu dan aku mencintaimu beserta paket masa lalumu. Tadi aku hanya berkata kalau Finn itu tampan,” ujar
“Ini perusahaan Om Danendra, om aku. Apa ada yang aneh kalau aku berada di sini?” tanya Dina dengan angkuhnya.“Oh, tidak tidak … maafkan aku sudah salah bicara. Kalau begitu, aku permisi dulu,” pamitku sambil menarik lengan Keenan agar lekas jalan. Tidak baik berlama-lama di sini. Aku tidak ingin bicara lebih banyak dengan Dina.“Tunggu dulu!” Dina berkata sambil menghalangi jalanku.Aku berhenti dan melihat ke arah Dina. Raut wajahnya terlihat begitu galak. Apa yang dia inginkan sekarang?“Apa kamu benar-benar sudah berpindah hati padanya?” tanya Dina sambil menunjuk Keenan dengan dagunya.“Perihal itu biar menjadi urusan pribadiku. Jika aku perlu izin maka aku akan minta izin pada orang tua Finn,” jawabku. Aku sengaja menyinggung nama Om Danendra dan Tante Iva, dengan harapan Dina akan berhenti ikut campur.“Ha! Kasihan sekali Finn di sana. Dia pasti baru tahu kalau wanita kesayangannya ini ternyata tidak tahan melihat laki-laki,” sindir Dina sambil menekankan setiap katanya.Aku b
“Bagaimana kalau itu benar? Aku memang menghapus semua data milikmu dan menukar laporanmu menjadi sesuatu yang tidak bermutu di atas meja Liam,” jawab Dina yang membalasku dalam bahasa Inggris juga.Aku hanya tersenyum tipis sebelum melanjutkan pertanyaan.“Mengapa kamu melakukan itu?” tanyaku masih dalam bahasa Inggris. Netraku melirik ke arah layar komputer sekilas. Sebagian data seharusnya terselamatkan. Tapi … aku tidak tahu berapa persen data yang sudah terhapus.Dina maju satu langkah dan membungkuk sedikit untuk berbisik, “Aku membencimu … sangat membencimu.”“Kamu membenciku?” Aku mengulangi karena terkejut.Pasalnya, selama ini Dina selalu bersikap baik denganku. Mengapa tiba-tiba dia membenciku? Aku tidak yakin ini ada hubungannya dengan Keenan.“Iya, aku sangat membencimu,” jawab Dina. Raut wajahnya sangat meyakinkan.“Aku tidak merasa melakukan kesalahan—““Mencintai Finn adalah sebuah kesalahan!” bentak Dina.Aku terkejut, tetapi kenyataan kalau selama ini Dina ternyata s
Tidak mendapatkan jawaban dariku, Om Danendra kembali berkata, “Benar juga yang dikatakan Finn … seorang Lilian itu terlihat lembut, tetapi cukup keras kepala. Baiklah, daripada Om dan Tante merasa tidak tenang, Om perintahkan kamu untuk pindah ke kantor pusat mulai detik ini juga. Nanti Om yang akan bicara dengan Liam.”“Eee, tapi … saya masih harus mengembalikan data—““Sudah Om katakan, kamu bisa mengerjakannya di kantor pusat,” potong Om Danendra.Aku mencerna setiap perkataan Om Danendra sambil mengerjap bingung.“A-apa saya mendapatkan jam kerja yang flexible?” Aku masih saja berusaha untuk bernegosiasi.“Semua peraturan sama seperti saat kamu bekerja di sini. Hanya pekerjaan, tempat pekerjaan, dan pendapatan yang kamu terima akan berubah.” Om Danendra menjelaskan.“Pendapatan?” Aku melongo.“Kamu bekerja di kantor pusat dengan tanggung jawab lebih. Itu artinya, pendapatan kamu ikut naik,” jawab Om Danendra.“Tunggu, Om … apa saya tidak mendapatkan kesempatan untuk berpikir?” ta
Malam hari di salah satu unit apartment yang ada di Harper Apartment …“Jadi, si dang ding dong bekerja di kantor yang sama denganmu?” Cheryl mengulangi ceritaku. Sama seperti aku, Cheryl juga sangat terkejut dengan kabar ini.“Iya, hanya saja dia bekerja di department yang berbeda. Dia di department IT,” jawabku.“Astaga! Dang ding dong pasti membawa aura buruk di sana,” ujar Cheryl.Sementara Dokter Raffa dan Keenan sedari tadi hanya diam mendengarkan ceritaku dan tanggapan Cheryl.“Itu sebabnya, Om Danendra menyuruhku pindah ke kantor pusat,” lanjutku.“Serius? Yeay! Om Danendra dan Tante Iva memang selalu bisa diandalkan.” Cheryl berkata sambil menari-nari kegirangan.“Kapan kamu pindah ke kantor pusat?“ Itu suara Keenan yang akhirnya ikut bertanya.“Hari ini aku sudah resmi pindah ke kantor pusat,” jawabku.Mendengar jawabanku, Keenan, Dokter Raffa, dan Cheryl praktis melihat ke arahku.“Benarkah? Bukankah tadi kamu masih bekerja di kantormu?” tanya Keenan lagi.“Iya, benar. Tadi
Keesokan harinya …“Hola!” seruku dengan ceria begitu keluar kamar.Tidak ada sahutan.Aku mengernyit sambil perlahan melangkah ke arah meja makan. Cheryl ada di sana dan sedang menikmati sarapan. Kenapa tidak menyahut?“Halo, Nona Cheryl! Selamat pagi!” sapaku lagi dengan suara lebih keras.“Pagi. Makanlah!” ujar Cheryl.“Mukanya kusut amat. Jangan-jangan nasi gorengnya keasinan lagi,” candaku.“Ya sudah … jangan dimakan!” jawab Cheryl ketus.“Dih, jahat …,” cibirku pura-pura marah.“Biarin!” Cheryl masih saja menjawab dengan ketus.Tidak ingin membuat suasana hatiku ikut menjadi buruk, aku pun duduk di hadapan Cheryl dan meraih piring berisi nasi goreng.Semalam, setelah membereskan sebagian barang di kamarku, aku dan Keenan keluar dari kamar sambil melihat situasi. Sampai pulang, Cheryl dan Dokter Raffa masih diam. Entah ini sudah kali ke berapa mereka bertengkar, tetapi sepertinya Cheryl dan Dokter Raffa sama-sama tipe orang yang keras kepala.Sebenarnya aku dan Keenan juga keras