[Maaf.]Hanya satu kata.Ya, hanya satu kata yang Kinara baca kala membuka chat yang baru masuk dalam handphonenya, tentu saja dari Daniel; pria yang membagi kehangatan dengan dirinya semalaman.Ia tersenyum miris sembari mengeratkan selimut yang menutupi tubuh polosnya. Dengan posisi setengah terlentang, pula handphone yang erat tergenggam, ia menatap sendu sisi tempat tidurnya. Titik tersebut yang beberapa jam lalu masih terasa hangat, kini mendingin setelah pria itu pergi meninggalkan dirinya. Seorang diri. Seperti sedia kala.Tanpa ia sadari, air bening pada kedua sudut matanya mengalir, seakan berlomba menuruni pipi tirus yang belakangan ini sering berderai air mata. Ia merasa bagai pelacur yang baru saja ditinggalkan pelanggannya sekarang. Ia merasa bagai wanita murahan yang dengan mudahnya memberikan tubuhnya pada sang pria Kanada; meskipun ia dalam pengaruh alkohol. Meskipun samar, sejujurnya Kinara mengingatnya. Mengingat bagaimana sentuhan tangan pria itu ketika mencumbui s
Langkah panjang itu terayun dengan pasti memasuki bangunan butik lebih dalam lagi, membuat obrolan kedua wanita di sana terhenti. Sedangkan balita tampan yang sedari tadi sibuk bermain, kini segera bangkit berdiri kala menyadari kehadirannya. Sosok kecil itu lantas berlari terseok menerjang tubuh besar sang pria berambut bak arunika. Benar, Daniel adalah seseorang yang datang ketika langit senja mulai memayungi cakrawala. Ia memang sengaja mengunjungi butik milik sang mantan kekasih untuk menemuinya; untuk membahas kejadian semalam tentu saja. Namun, nyatanya ia cukup beruntung karena dapat sekaligus bertemu sang putra tercinta. "Paman~ Axel lindu." Pria kecil kopian sang pria Kanada berteriak riang sebelum akhirnya langkah kecil itu menjejak udara ketika kedua tangan besar Daniel meraih tubuhnya, lantas menghujaninya dengan ciuman.Sungguh, hati pria itu terasa menghangat setiap kali mendekap anaknya. Dadanya membuncah takjub setiap kali menyadari bahwa entitas dalam gendongannya a
Tidak seperti kebanyakan balita, Axel adalah tipe anak yang cukup tenang. Dibandingkan dengan anak-anak kecil lain yang terlihat asyik bermain kejar-kejaran, ia justru memilih duduk diam pada bangku di sisi ayahnya. Bahkan di usianya yang masih cukup dini, bocah pirang itu sudah pandai menyuap makanannya sendiri. Tangan kanan mungil itu tampak menyendok crepes cake-nya dengan garpu, dengan gerakan hati-hati. Meskipun remah-remah cake sewarna pelangi itu terlihat berhamburan di sekeliling piringnya, namun hal tersebut masih mampu mempertahankan senyuman sang pria dewasa kala menatapi tingkah laku anaknya. Bagi Daniel, Axel terlihat begitu menggemaskan dengan noda-noda makanan yang menghiasi kedua sisi pipinya yang tembam. Bayi kecilnya semakin besar saja. Anak lelakinya tumbuh dengan begitu mandiri, dan ia merasa bangga. Ibunya benar-benar mengajarkan hal-hal baik pada putra mereka.'Ibunya, ya?'Daniel terhenyak ketika pemikiran tersebut melintasi kepalanya, disusul dengan senyumann
Gaun tidur telah melekat di tubuhnya yang ramping, pun wangi sabun beraroma mawar menguar dari setiap jengkal kulitnya yang terawat. Kini wanita beranak satu itu telah siap untuk menuju lelap setelah berjam-jam lalu berendam dalam bathub; hal yang sangat jarang ia lakukan setelah melahirkan.Ia memang sengaja mengubur dirinya sendiri berlama-lama di dalam air untuk merilekskan pikiran, pula mencoba melupakan kejadian ketika bersama si pria pirang. Satu lagi hari yang berat telah terlewati, meskipun sebenarnya sangat sukar untuk ia jalani. Bibirnya masihlah membengkak, dan rasanya teramat perih; sepertinya Daniel sengaja menggigitnya terlalu kuat tadi. Ah, Kinara yakin jika esok luka di bibirnya akan berubah menjadi sariawan. Bahkan Dirga tiada henti bertanya mengenai hal itu ketika mengantar dirinya pulang, namun tentu saja Kinara memilih untuk diam.Jujur saja, menghadapi Daniel yang seperti itu membuatnya takut. Pria itu benar-benar telah berubah, bukan lagi Daniel yang lembut pada
Ada yang berbeda dengan interaksi mereka malam ini. Suasana canggung mendominasi meja yang Daniel beserta Karin tempati. Mereka yang biasanya banyak berbicara, kini tampak berdiam diri dengan pikiran masing-masing, mengabaikan beberapa menu makanan dan minuman yang telah tersaji. Bahkan alunan musik dari home band di sudut restoran sana, tiada sekali pun menyita perhatian.Daniel menghela napas, entah untuk yang ke berapa kali. Tangan kanannya meraih gelas wine di hadapannya, meneguk cairan merah itu perlahan untuk mengalihkan suasana hati. Sedangakan mata birunya melirik Karin yang kini mulai menyentuh makan malamnya dalam diam.Bibir berlipstik nude itu memanglah tampak mengukir senyuman kecil, namun hal tersebut masih belum mampu membuat perasaan pria berhelaian pirang itu merasa lebih baik. Ia merasa tak enak hati.Entahlah, setelah wanita di depannya mengungkapkan perasaan padanya malam itu, ia tak mampu lagi bersikap seperti sedia kala. Dahulu ia tak akan sungkan untuk mengawali
Raut terkejut tergambar jelas di wajah jelita Kinara. Telapak tangan kanannya membekap mulutnya sendiri, sedangkan kedua netra indah itu menatap bergantian antara Daniel dan Andreas. Kejadian itu terjadi dengan secepat kilat, dan ia terlalu syok, sehingga tak tahu harus berbuat apa.Sosok pria pirang asal Kanada itu tampak menjulang tinggi dari posisi Kinara. Tubuh tegap itu tak bergerak sama sekali, namun raut tampannya tampak begitu dingin menatap presensi Andreas—yang balas menatap sengit dirinya."Hey, Bung! Apa-apaan ini?!" suara berat Andreas terdengar penuh benci. Merasa tak terima, ia segera bangkit dari posisinya dengan masih memegangi sudut bibirnya yang terluka, mendekat pada sosok Daniel yang masih bergeming di tempatnya tanpa mengubah raut muka."Jauhi Kinara." Nada suara itu terucap datar, namun tiada mampu menyembunyikan rasa kesal. Tangan kanannya pun masih terkepal penuh dendam.Sejujurnya Andreas merasa sedikit terintimidasi oleh tatapan tajam mata biru pria jangkung
Mug keramik di kedua telapak tangannya tiada lagi terasa hangat. Cairan pekat di dalamnya pun hanya tinggal seperempat. Ia menatap kosong permukaannya. Kata orang, coklat mengandung zat phenylethylamine yang mampu membuat seseorang yang mengkonsumsinya merasa bahagia, namun nyatanya semua itu tak banyak berpengaruh pada pria dengan surai sewarna arunika.Banyak sekali hal yang bercokol di dalam kepala tampannya saat ini; akan rasa bersalahnya pada Kinara, dan terutama tentang Axel, sang putra. Ia masih sangat mengingatnya, setelah pria kecilnya itu memergoki pertengkaran dirinya dengan Kinara, tatapan mata biru itu berubah dingin padanya. Dan ia sangat yakin jika buah hatinya merasa kecewa.Ia ingin sekali menemui putranya, ia rindu. Namun, ia seakan tak lagi memiliki muka untuk kembali bertemu, ia tak siap menerima kebencian putranya sendiri padanya, apalagi ... Kinara. Ia sangat yakin jika apa yang telah ia perbuat pada wanita itu telah sukses menggores hatinya. Dan ia menyesal, kec
Penyesalan memang selalu datang belakangan, begitulah yang kiranya Daniel rasakan sekarang. Bagaimana tidak? Putranya seakan mengabaikan kehadirannya, kepala pirang salinan dirinya itu justru berpaling setelah beberapa detik saling pandang. Padahal biasanya pria kecilnya selalu antusias menyambutnya ketika ia datang.Desahan napas lelah terembus dari celah bibirnya, pun tatapan mata biru itu kehilangan cahayanya. Andai saja ... andaikan saja ia lebih mampu mengendalikan emosinya malam itu, andaikan saja ia mampu memutar kembali waktu, tentu ia tidak akan bertindak sesembrono itu. Dan kini ia sadar, nyatanya bukan hanya Kinara saja yang hatinya terluka, putranya juga."Axel ...." panggilan lirih lolos dari bibir sang pria berambut bak arunika. Ia mencoba kembali memasang senyuman, berharap sapaannya mendapat balasan.Namun, nyatanya keinginan tak sesuai harapan. Axel sama sekali tidak menoleh ke arahnya, pria kecilnya justru semakin larut memainkan robot gundam di kedua tangannya bersa