Tidak seperti kebanyakan balita, Axel adalah tipe anak yang cukup tenang. Dibandingkan dengan anak-anak kecil lain yang terlihat asyik bermain kejar-kejaran, ia justru memilih duduk diam pada bangku di sisi ayahnya. Bahkan di usianya yang masih cukup dini, bocah pirang itu sudah pandai menyuap makanannya sendiri. Tangan kanan mungil itu tampak menyendok crepes cake-nya dengan garpu, dengan gerakan hati-hati. Meskipun remah-remah cake sewarna pelangi itu terlihat berhamburan di sekeliling piringnya, namun hal tersebut masih mampu mempertahankan senyuman sang pria dewasa kala menatapi tingkah laku anaknya. Bagi Daniel, Axel terlihat begitu menggemaskan dengan noda-noda makanan yang menghiasi kedua sisi pipinya yang tembam. Bayi kecilnya semakin besar saja. Anak lelakinya tumbuh dengan begitu mandiri, dan ia merasa bangga. Ibunya benar-benar mengajarkan hal-hal baik pada putra mereka.'Ibunya, ya?'Daniel terhenyak ketika pemikiran tersebut melintasi kepalanya, disusul dengan senyumann
Gaun tidur telah melekat di tubuhnya yang ramping, pun wangi sabun beraroma mawar menguar dari setiap jengkal kulitnya yang terawat. Kini wanita beranak satu itu telah siap untuk menuju lelap setelah berjam-jam lalu berendam dalam bathub; hal yang sangat jarang ia lakukan setelah melahirkan.Ia memang sengaja mengubur dirinya sendiri berlama-lama di dalam air untuk merilekskan pikiran, pula mencoba melupakan kejadian ketika bersama si pria pirang. Satu lagi hari yang berat telah terlewati, meskipun sebenarnya sangat sukar untuk ia jalani. Bibirnya masihlah membengkak, dan rasanya teramat perih; sepertinya Daniel sengaja menggigitnya terlalu kuat tadi. Ah, Kinara yakin jika esok luka di bibirnya akan berubah menjadi sariawan. Bahkan Dirga tiada henti bertanya mengenai hal itu ketika mengantar dirinya pulang, namun tentu saja Kinara memilih untuk diam.Jujur saja, menghadapi Daniel yang seperti itu membuatnya takut. Pria itu benar-benar telah berubah, bukan lagi Daniel yang lembut pada
Ada yang berbeda dengan interaksi mereka malam ini. Suasana canggung mendominasi meja yang Daniel beserta Karin tempati. Mereka yang biasanya banyak berbicara, kini tampak berdiam diri dengan pikiran masing-masing, mengabaikan beberapa menu makanan dan minuman yang telah tersaji. Bahkan alunan musik dari home band di sudut restoran sana, tiada sekali pun menyita perhatian.Daniel menghela napas, entah untuk yang ke berapa kali. Tangan kanannya meraih gelas wine di hadapannya, meneguk cairan merah itu perlahan untuk mengalihkan suasana hati. Sedangakan mata birunya melirik Karin yang kini mulai menyentuh makan malamnya dalam diam.Bibir berlipstik nude itu memanglah tampak mengukir senyuman kecil, namun hal tersebut masih belum mampu membuat perasaan pria berhelaian pirang itu merasa lebih baik. Ia merasa tak enak hati.Entahlah, setelah wanita di depannya mengungkapkan perasaan padanya malam itu, ia tak mampu lagi bersikap seperti sedia kala. Dahulu ia tak akan sungkan untuk mengawali
Raut terkejut tergambar jelas di wajah jelita Kinara. Telapak tangan kanannya membekap mulutnya sendiri, sedangkan kedua netra indah itu menatap bergantian antara Daniel dan Andreas. Kejadian itu terjadi dengan secepat kilat, dan ia terlalu syok, sehingga tak tahu harus berbuat apa.Sosok pria pirang asal Kanada itu tampak menjulang tinggi dari posisi Kinara. Tubuh tegap itu tak bergerak sama sekali, namun raut tampannya tampak begitu dingin menatap presensi Andreas—yang balas menatap sengit dirinya."Hey, Bung! Apa-apaan ini?!" suara berat Andreas terdengar penuh benci. Merasa tak terima, ia segera bangkit dari posisinya dengan masih memegangi sudut bibirnya yang terluka, mendekat pada sosok Daniel yang masih bergeming di tempatnya tanpa mengubah raut muka."Jauhi Kinara." Nada suara itu terucap datar, namun tiada mampu menyembunyikan rasa kesal. Tangan kanannya pun masih terkepal penuh dendam.Sejujurnya Andreas merasa sedikit terintimidasi oleh tatapan tajam mata biru pria jangkung
Mug keramik di kedua telapak tangannya tiada lagi terasa hangat. Cairan pekat di dalamnya pun hanya tinggal seperempat. Ia menatap kosong permukaannya. Kata orang, coklat mengandung zat phenylethylamine yang mampu membuat seseorang yang mengkonsumsinya merasa bahagia, namun nyatanya semua itu tak banyak berpengaruh pada pria dengan surai sewarna arunika.Banyak sekali hal yang bercokol di dalam kepala tampannya saat ini; akan rasa bersalahnya pada Kinara, dan terutama tentang Axel, sang putra. Ia masih sangat mengingatnya, setelah pria kecilnya itu memergoki pertengkaran dirinya dengan Kinara, tatapan mata biru itu berubah dingin padanya. Dan ia sangat yakin jika buah hatinya merasa kecewa.Ia ingin sekali menemui putranya, ia rindu. Namun, ia seakan tak lagi memiliki muka untuk kembali bertemu, ia tak siap menerima kebencian putranya sendiri padanya, apalagi ... Kinara. Ia sangat yakin jika apa yang telah ia perbuat pada wanita itu telah sukses menggores hatinya. Dan ia menyesal, kec
Penyesalan memang selalu datang belakangan, begitulah yang kiranya Daniel rasakan sekarang. Bagaimana tidak? Putranya seakan mengabaikan kehadirannya, kepala pirang salinan dirinya itu justru berpaling setelah beberapa detik saling pandang. Padahal biasanya pria kecilnya selalu antusias menyambutnya ketika ia datang.Desahan napas lelah terembus dari celah bibirnya, pun tatapan mata biru itu kehilangan cahayanya. Andai saja ... andaikan saja ia lebih mampu mengendalikan emosinya malam itu, andaikan saja ia mampu memutar kembali waktu, tentu ia tidak akan bertindak sesembrono itu. Dan kini ia sadar, nyatanya bukan hanya Kinara saja yang hatinya terluka, putranya juga."Axel ...." panggilan lirih lolos dari bibir sang pria berambut bak arunika. Ia mencoba kembali memasang senyuman, berharap sapaannya mendapat balasan.Namun, nyatanya keinginan tak sesuai harapan. Axel sama sekali tidak menoleh ke arahnya, pria kecilnya justru semakin larut memainkan robot gundam di kedua tangannya bersa
Desahan napas lega terembus dari mulut Anindita setelah satu pembeli telah selesai ia layani. Setelah mencatat pemasukan di dalam komputer di meja kasir, langkah kaki wanita itu terayun mendekati sosok Kinara yang berada di meja tak jauh darinya. Ah, sahabatnya itu terlihat begitu sibuk kali ini. Tangan kanannya tampak sedang menggoreskan ujung pensil pada kertas putih di hadapannya; sedang membuat desain baju pesanan pelanggan.Sebenarnya ada satu hal yang hingga detik ini membuat Anindita penasaran. Namun, ia terlupa untuk menanyakannya karena terlalu sibuk akhir-akhir ini; butik benar-benar tengah ramai orderan. Setelah hari di mana Kinara menyetujui untuk bertemu dengan teman lelakinya, ia tak tahu lagi bagaimana kelanjutannya setelah pertemuan mereka.Makanya, dengan rasa keingintahuan yang besar pula senyuman lebar, wanita dengan surai pendek sebahu nan lurus itu mendudukkan diri di sisi sahabatnya. Ia akan mengorek informasinya sekarang juga."Menurutmu, Andreas pria yang seper
Karin tersenyum di sela ciumannya ketika mendapati mata biru Daniel tampak memejam sempurna, pula kedua telapak tangan hangat itu melingkupi pinggangnya. Jari-jemarinya semakin aktif bergerilya meraba abdomens perut sang pria dengan penuh damba, mencoba memancing hasrat pria yang memangku tubuhnya. Yah, meskipun wanita itu sadar jika apa yang ia lakukan hanya sepihak, tiada sambutan.Katakanlah Karin bodoh, tolol, atau apa pun sejenisnya. Karena memang dirinya pun mengakui hal yang sama. Ia tentu masih ingat bahwa pernyataan cintanya ditolak, bahkan ia pun tahu jika hati pria yang tengah ia cumbu bukanlah miliknya; ada nama wanita lain yang sudah sejak lama terukir di sana.Namun, ia pun tak mampu memungkiri jika hatinya turut terluka melihat betapa kacaunya keadaan pria yang ia cinta, jantungnya berdenyut menyakitkan ketika melihat wajah rupawan itu selalu diliputi kepedihan.Ia hanya ingin membantu Daniel terlepas dari lara meskipun hanya sekejap dengan membiarkan pria itu kembali m