Share

Chapter 10 - Sesal yang Tak Lepas

Hey! Mengapa Rose hadir dan merecoki hidupnya? Menciptakan segala kejadian yang membuat Bara terasa amat tersiksa. Apakah mulai detik ini gadis itu akan menetap dan menciptakan hal-hal yang lebih mengejutkan dari ini? Mungkinkah? 

Mantra keparat! Mulut yang tidak bisa dijaga! Seenaknya mengucapkan sesuatu yang tidak berfaedah hingga merumitkan hidupnya sendiri. Sebenarnya mantra apa yang diucapkan Bara? 

Ayolah otak yang berkapasitas minimum, bekerjalah barang sedikit, sungguh Bara amat tersiksa. 

Setidaknya, jika ia menemukan mantra yang membuat gadis di hadapannya ini dapat keluar dari cermin, mungkin saja ada mantra lain yang bisa membuat gadis imut itu kembali ke sarangnya, agar dirinya terlepas dari neraka kehidupan bersamanya. 

Bara sepertinya akan gila bila bayangan tentang Rose hadir memenuhi hari-harinya. Sebab, jika tidak tahu cara mengembalikan gadis ini ke habitat aslinya, sudah pasti Rose akan menetap. 

Gila, bukan?! Belum juga lewat satu hari, gadis ini sudah berhasil menyiksanya. 

Sial! Bahkan Bara sudah tidak berselera melancarkan rencananya, untuk kembali mengintegrasikan Rose. 

"Ya! Ini sihir, sihir yang dapat memusnahkan apa saja," jawab Rose, membuat sekujur tubuh Bara meremang. "Aku tidak menyukai kekasaran, Pangeran. Apalagi terhadap sesuatu yang kucintai," terangnya. 

Untuk kesekian Bara hanya bisa meneguk salivanya. Kini seluruh tubuhnya gemetar sebab bertambah takut, begitu pun bibirnya. Gadis lembut itu kini seakan berubah menjadi monster yang menakutkan dengan sikapnya. 

"Akh! Pa-panas!" pekik Bara. Tiba-tiba hantaran sihir itu berubah menjadi panas yang lebih menyengat. 

Apa Rose serius dengan ucapannya tentang sihir yang bisa memusnahkan apa saja? Dan Bara akan menjadi salah satunya? 

"To-tolong lepasin gue ...." Bara memohon. Air matanya menetes tanpa ia sadari, rasa panas sangat menyiksanya, nafasnya sudah semakin tak beraturan, ingin berontak tapi seluruh tubuhnya berubah kaku. Bara kehabisan tenaga, harus pasrahkah ia jika mati di tangan gadis berambut cantik tersebut? 

Cit! Cit! Cit! 

Paman tikus yang sedari tadi bersembunyi dan mengintip di balik lemari, keluar dan memeluk kaki mulus Rose yang dipercantik stoking hitam jarang-jarang berhiaskan bunga dengan alas sepatu pantofel berwarna hitam pula. 

Cit! Cit! Cit! 

Paman tikus bersuara lagi. Kepala Rose perlahan menunduk untuk melihatnya, tapi tangannya masih mempertahankan sihir yang mengunci Bara. 

Dari mata si paman tikus, Rose melihat pancaran kesedihan. Semakin dalam menatap, semakin sadar ia akan perbuatannya. 

Rose terkesiap dan tersadar, ia kembali dikuasai oleh kekuatan sihir jahat yang melekat pada dirinya. 

Dengan cepat ia menarik tangan kanannya membuat jerat pada tubuh Bara terlepas, lantas tubuh kurus itu terhempas memantul ke bawah. 

Rose yang semula sangat bertenaga, kini luruh di atas lantai tanpa tenaga. Ia kembali menyesal dan menyalahkan dirinya sendiri. 

Sedangkan Bara terkulai lemah di atas pembaringan, setelah menahan getaran dan hantaran rasa panas yang begitu dahsyat. 

Bulir-bulir bening mulai mencuat dan membasahi pipi tirus milik Rose. Ia merasa tersiksa dengan dirinya sendiri. Paman tikus di dekatnya merasa iba, lebih merapatkan diri pada Rose dan menepuk-nepuk tangan kecilnya di atas lutut Rose, berniat menenangkan teman barunya itu. 

Paman tikus seakan tahu, bukan kemauan Rose melakukan hal jahat beberapa detik lalu. Ia seakan paham tentang penyesalan Rose yang terlihat jelas melalui mata bulatnya yang basah dengan air mata. 

Puluhan menit berlalu, Rose masih menunduk dan menangis terisak. Di pembaringan, Bara mulai membaik, rasa panasnya mulai hilang dan nafasnya pun mulai kembali teratur. 

Dengan lemah ia bangkit untuk duduk. Bukan tidak mendengar tangisan Rose, hanya saja Bara tidak kuat untuk sekadar bertanya. 

Meski tertatih dan entah dorongan dari mana, bukannya takut Bara justru menghampiri Rose. Paman tikus terlihat mundur menjauh dan bersembunyi di belakang lemari. Bukan, bukan karena takut, ia hanya ingin memberi kesempatan pada Bara. 

Bara bersila di hadapan Rose yang bersimpuh. Melihat air mata penyesalan Rose, yang tadinya ia berpikir bahwa Rose adalah gadis jahat bersampul wajah polos, kini tersingkirkan. 

Sepertinya gadis itu memang benar-benar polos dan berhati lembut, ia hanya ingin melindungi seseorang yang dicintainya dan mungkin saja terikat oleh sebuah sihir yang membuat ia sedemikian. 

Ah, akhirnya otak minimum Bara berhasil berjalan. Masuk akal, bukan? Tentu! 

Perlahan, Bara mengangkat tangan kanannya, menyentuh pundak Rose dan menepuk-nepuknya halus. Perlakuan itu bukan membuat Rose menenang, tapi semakin merasa bersalah dan terisak kuat. 

"Ma-maafkan aku," cicitnya di tengah dirinya menahan sesak. 

Bara tersenyum tipis dan mengangguk, terus melanjutkan tepukannya pada bahu Rose, menunggu Rose mampu menenangkan dirinya sendiri. 

Persepsi Bara yang lalu, sepertinya salah. Bara menunduk dan mencoba mendewasakan diri serta bersikap bijak untuk mengahadapi permasalahan ini. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status