Di dalam kamar Rose merasa kecewa, karena pangerannya tidak mengijinkan ia bertemu mama, Rose pikir mama yang disebut Bara ada mamanya sehingga ia begitu antusias ingin bertemu.
"Aku merindukan Mama, mengapa Pangeran tidak memperbolehkanku untuk bertemu? Jika aku memaksa, sama saja aku melanggar perintah dari Pangeran, aku tidak ingin melakukan itu," lirihnya, ada satu tetes air mata yang jatuh dari matanya. Rose masih saja menganggap Bara sebagai pangeran putra mahkota.
"Baiklah, mungkin belum waktunya." Rose menghapus jejak air mata itu dan mencoba memahami serta menghibur diri. Ia melirik ke belakang melihat kunci yang tergelatak di sana.
Bibirnya kembali tersenyum, penuh semangat tangannya meraih kunci itu, menatapnya sebentar dengan binar, setidaknya ada sesuatu yang membuat kesepiannya hilang.
"Mari kita bebaskan Paman Tikus!"
***
Berjalan sambil terus berpikir mengenai kejadian hari ini dan Rose, ingatannya terus dibawa untuk mencari mantra--yang katanya ia ucapkan.
"Mantra apa, ya?" gumamnya bertanya pada diri sendiri.
Bella yang berdiri di depan pintu kamarnya terus memperhatikan anaknya yang berjalan dengan tatapan kosong. Benar saja, sampai-sampai anak kesayangannya yang tampan itu, melewatinya tanpa menoleh sedikitpun.
Bella menggeleng, lalu memanggil Bara. "Gantengnya Mama!" Tidak ada sahutan bahkan respon untuk berhenti pun tidak.
"Kesambet apa, tuh, anak," monolognya. "Bara Pangeran Adhinatha!" panggil Bella sekali lagi.
Barulah saat itu ia mendengar seseorang memanggil nama lengkapnya, Bara berhenti di ambang pintu. Mencari keberadaan orang yang memanggilnya ke samping kanan dan kiri, namun tidak ditemui, dirinya seperti orang linglung menggaruk-garuk kepalanya tanpa sadar.
"Mama di belakang kamu, Ganteng."
"Astaghfirullahalazim!" Bara terjingkat kaget mendapati Bella sudah berdiri tepat di belakangnya dengan kedua tangan yang bertengger di atas pinggang.
Ia meremas dadanya yang berdebar kencang. "Mama ngagetin aja," keluhnya.
"Ngagetin gimana? Mama, kan, udah manggil kamu dari tadi," sahut Bella tak terima.
Bara meringis, gadis itu benar-benar membuatnya tidak berkonsentrasi.
"Bar!" Kini sebuah tepukan berat mendarat di bahunya.
"Aaaa!" Lagi, Bara kembali terjingkat, terkejut melihat sosok makhluk besar yang menepuk pundaknya, tak tanggung ia bersembunyi di belakang sang mama yang sempat kaget mendengar teriakannya.
"Lebay banget, sih," sinis Bohay tidak terima karena Bara melihatnya seakan melihat hantu.
"Iya, nih, anak dari tadi aneh." Bella ikut mencibir Bara seraya meliriknya sekilas.
"Astaghfirullah." Entah sudah berapa kali ia beristighfar hari ini, tangannya kembali meremas dadanya yang berdetak di luar batas normal.
Gara-gara gadis itu gue jadi parnoan! umpat Bara dalam hati menyalahkan Rose sebagai penyebab semua ini.
"Aaaaaakh!"
Bisma yang tengah beristirahat sambil menikmati kopi bersama tiga orang yang membantu keluarganya pindahan rumah, tersentak sangat kaget. Sampai-sampai Bisma yang tengah menyeruput kopinya tersedak hingga terbatuk-batuk. Bukan hanya itu, burung-burung yang berada di pepohonan dalam hutan yang terletak di samping kiri rumah bara, serentak kelimpungan.
Suara pekikan membahana itu ternyata milik Bara. Ia merutuki kebodohannya karena tidak fokus mengangkat meja sehingga jempol kakinya yang tidak dilindungi apapun baik sepatu maupun kaos kaki tertiban kaki meja, sedikit mengeluarkan darah sampai membengkak.
Buru-buru Bella dan Rico memapah Bara menuju pinggir kasur milik Bella, dan mendudukkan Bara di sana. Setelah itu Bella langsung berjalan mendekati nakas untuk mengambil kotak P3K.
"Allahuakbar, Ganteeeng! Apa, sih, yang kamu pikirin? Sampe nggak fokus gini." Bella meringis melihat luka di jempol Bara, ia tidak habis pikir dengan anaknya itu, hanya disuruh angkat sedikit beban sudah seceroboh ini.
"Iya, nih, si Bar Bar, pantesan aja cintanya ditolak terus sama cewek," timpal Rico ikut menyalahkan Bara.
"Cewek?" Bella membeo, tangannya yang tengah mengangkat kaki Bara untuk diobati dibiarkan melayang. "Cewek siapa?" tanya Bella penasaran.
Sempurna sudah penderitaannya hari ini. Pindah rumah dan menempati kamar menyeramkan, menemukan cermin lalu keluar gadis ajaib yang misterius, ditambah gadis itu menyebutnya sebagai penolong yang telah mengucapkan mantra sehingga ia bisa bebas dari cermin, memikirkan banyak hal yang belum ditanyakan mengenai gadis itu hingga ia paranoid, dan berakhir dengan kakinya yang tertiban meja. Tidak berhenti sampai di situ, si Bohay hampir menyebut nama Lily.
Hampir, tapi Bara tahu, mamanya yang notabene tidak menyukai Lily dan sudah tahu bahwa anaknya itu sangat menyukai Lily, pasti akan mudah menebak siapa 'cewek' yang dimaksud Rico.
"Maksudnya Lily?"
Terbukti! Baru saja Bara berpikir tentang hal itu. Dan dari nada bicara mamanya sudah jelas terselip ketidaksukaan di sana.
Mata Bella mendelik kesal, sudah dari jauh-jauh hari ia melarang Bara untuk tidak mendekati Lily lagi, tapi ternyata anaknya itu tidak bisa dilarang. Dengan sisa kekesalannya ia melempar kaki kanan Bara begitu saja, tanpa peduli bagaimana rasa sakitnya.
"Aaaaaakh!" Bara merasakan nyeri yang begitu hebat di jempolnya, ia sampai mengorbankan bahu Rico untuk digigitnya sebab saking sakitnya.
"Aduuuh! Gila, lo, Bar!" Rico ikut memekik protes akibat merasakan sakit di bahunya.
Dalam hati di tengah rasa sakitnya, Bara merasa senang, dengan begitu impas, bukan? Ia hampir terkena marah, dan sebagai gantinya Rico juga mendapatkan rasa sakit sebagai imbalan untuk lidahnya yang begitu lentur hingga tidak bisa menjaga ucapannya sendiri.
Tersadar, Bella terbelalak bersama rasa bersalah. Ia lupa jika kaki anaknya itu tengah terluka, gara-gara rasa kesalnya.
"Astaghfirullah, ampun Ya Allah, Mama lupa kalo kaki kamu abis ketiban meja. Kamu, sih, bikin Mama kesel." Dengan cekatan Bella kembali menarik kaki Bara dan mulai mengobatinya.
Mendapati Mamanya sudah kembali melunak, Bara merasa lega dan melepaskan Rico dengan umpatan-umpatan berbisiknya sebagai pertanda bahwa ia tidak terima bahunya digigit begitu saja.
"Tapi jangan harap Mama lupa tentang ucapan Rico tadi," lanjutnya sebagai ancaman ditengah aktivitas mengobati Bara.
Glek!
Belum lama ia merasa lega, namun rupanya sang mama kembali membuatnya tersiksa dengan ancamannya itu. "Si Bohay bohong, Ma," sergahnya seraya memelototi Rico agar diam. "Aku udah nggak ngedeketin Lily lagi, kok, sumpah," lanjutnya berbohong. Rico yang duduk di samping dengan leluasa menggigit kedua jari telunjuk dan tengah Bara yang membentuk V. Bara kembali memelototinya, sahabatnya ini memang tidak bisa diajak kompromi. "Jangan bohong kamu." Lily yang tengah melilit jempol Bara dengan kasa menginterupsi. "Beneran, Ma. Aku nggak bohong, si Bohay emang asal jeplak aja. Mana tau, sih, dia tentang hubungan aku sama Lily, yang dia tau, tuh, cuma ... makanan!" ucap Bara sengaja mengeraskan kata 'makanan' tepat di telinga Rico. Bella hanya menggelengkan kepalanya, melihat anak semata wayangnya itu masih bersikap kekanak-kanakan. Astaga, salahkan dia yang sering memanjakan Bara. "Sudah selesai." Bella kembali merapikan peralatan P3K ke dalam
Anehnya gadis itu tidak tampak di mana-mana, Bara terus mengabsen setiap sudut kamarnya, tapi tetap saja tidak terlihat sosoknya. Ah, benar ia harus berjalan lagi. Terpaksa Bara kembali memijakkan kakinya dan berjalan mendekati ranjang, barulah sosok yang dicarinya terlihat. Rupanya sosok itu tengah berjongkok di sebrang ranjang. Samar-samar Bara mendengar gumaman gadis aneh itu yang ucapannya tidak jelas. Tepaksa lagi Bara mendekatinya, kembali berjalan lagi untuk melihat apa yang tengah Rose lakukan. "Kasihan sekali kau Paman Tikus, aku turut berduka cita untuk itu," gumam Rose yang baru terdengar jelas saat Bara hampir sampai di dekatnya. Ternyata gadis ajaib itu tengah berinteraksi, sayangnya Bara tidak tahu dia berinteraksi dengan siapa. Karena rasa ingin tahu yang membuncah, perlahan Bara mengintip melihat sosok apa yang tengah diajaknya berinteraksi. "Rose?" Kini Bara harus membulatkan matanya jauh lebih lebar. I
Hey! Mengapa Rose hadir dan merecoki hidupnya? Menciptakan segala kejadian yang membuat Bara terasa amat tersiksa. Apakah mulai detik ini gadis itu akan menetap dan menciptakan hal-hal yang lebih mengejutkan dari ini? Mungkinkah? Mantra keparat! Mulut yang tidak bisa dijaga! Seenaknya mengucapkan sesuatu yang tidak berfaedah hingga merumitkan hidupnya sendiri. Sebenarnya mantra apa yang diucapkan Bara? Ayolah otak yang berkapasitas minimum, bekerjalah barang sedikit, sungguh Bara amat tersiksa. Setidaknya, jika ia menemukan mantra yang membuat gadis di hadapannya ini dapat keluar dari cermin, mungkin saja ada mantra lain yang bisa membuat gadis imut itu kembali ke sarangnya, agar dirinya terlepas dari neraka kehidupan bersamanya. Bara sepertinya akan gila bila bayangan tentang Rose hadir memenuhi hari-harinya. Sebab, jika tidak tahu cara mengembalikan gadis ini ke habitat aslinya, sudah pasti Rose akan menetap. Gi
"Dikurung dalam cermin sebagai kutukan?" "Hmm." "Kekuatan sihir jahat itu juga termasuk?" "Hmm." "Lalu bunga mawar hitam itu, sebagai apa?" Bara melirik bunga mawar berwarna hitam yang tidak pernah Rose lepas dari tangannya, seakan memiliki arti yang begitu besar. Sejenak Rose ikut melirik bunga mawar itu, kemudian membawanya lebih dekat ke hadapan wajah untuk ditatapnya lebih lekat. Senyum getir terukir di bibir tipisnya, namun pancaran nertranya terlihat sendu. Helaan nafas pun terdengar amat berat. Kini rupanya Bara memiliki kesempatan untuk lanjut menginterogasi gadis itu kembal. Sekuat tenaga ia hilangkan rasa takutnya, mengajak Rose bercengkrama setelah gadis itu usai menangis sebab terhimpit sesal yang begitu besar. "Papa yang memberikan, sebagai hadiah ulang tahunku sebab diriku teramat menyukainya." Ingatan Rose menerawang pada titik saat detik di mana papanya memberikan satu tangkai bunga mawar berwarna hi
TV LED 32 inch menyala, menampilkan film kartun Malaysia dengan tokoh utama kembar yang tak berambut. Volume suaranya dibiarkan meninggi. Manusia berbobot kurang lebih 100 kg enggan mengecilkan suaranya, saking asiknya ia sesekali tertawa meski mulutnya tersumpal tahu bulat yang kata penjualnya digoreng dadakan. Seperti tidak bertulang, Rico malas bergeser sedikitpun dari tempatnya, masih bersender di penyangga sofa berwarna kuning. Mumpung di rumah sendiri, karena anggota keluarganya tengah sibuk melakukan aktivitas masing-masing, jadi ia bebas untuk saat ini, tidak ada yang merecoki ataupun mengomeli. Merasa haus, tangan Rico menyusuri meja yang sangat berantakan dengan berbagai sampah plastik snack hingga berceceran di atas lantai. Entah mengapa kepalanya juga merasa malas hanya sekedar menoleh untuk melihat di mana gelas minum itu terletak. Setelah mendapatkan apa yang dicari, Rico langsung meneguk air tersebut hingga tanda
Si Bohay sempat tertawa mendengar cerita Bara pada poin Rose memiliki sihir yang menjadikan ia sebagai korban, bukan hanya pada poin tersebut, tapi juga ia dibuat terbahak setelah mendengar bahwa Bara loncat ke atas kasur dan mengabaikan luka di jempolnya hanya karena takut dengan seekor tikus. Perlu diketahui! Sebelumnya pun, Rico sulit percaya dengan semua penjelasan yang Bara susun, tapi setelah mendapati gadis pemakai kostum unik, pemilik rambut yang berwarna dark grey, pahatan wajah seperti boneka, dan naungan tatapan polos itu membuktikan segalanya dengan cara menjungkirbalikkan tubuh kelebihan lemak miliknya menggunakan perantara sihir yang sama, hingga menimbulkan gempa kecil di dalam rumah Bara, barulah Rico dapat mempercayai penjelasan Bara seratus persen. Di tambah cermin antik dan bunga mawar hitam yang memiliki umur kurang lebih sebelas tahun, namun masih tetap hidup walaupun tanpa air, yang sengaja Bara tunjukkan sebagai bukti tambahan. 
"Hanya berbicara melalui cermin." Bara memejam sejenak, mencari energi lebih banyak. Terlihat jelas melalui raut wajahnya yang berubah drastis, ia menjadi sangat ambisius setelah mendengar Rose mengenal kakeknya. "Apa aja yang udah lo bicarain sama Kakek?" "Banyak hal." "Salah satunya?" Bara mencondongkan tubuhnya dengan kening berkerut, menunggu bibir Rose bergerak untuk memberikan jawaban. "Suatu cara untuk membebaskan kutukan." Sontak Rico menoleh ke arah Bara dengan mata yang melebar, sedangkan Bara saking tidak mampu mengekspresikan rasa terkejutnya hanya dapat menampilkan raut datar sambil menganga lebar. "Se-seriusan?" "Sangat serius," balas Rose dengan yakin. "Bagaimana caranya?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir Bara, seakan ia ingin membebaskan Rose dari kutukan. "Aku tidak bisa memberi tahu, cara itu rahasia. Hanya seseorang berhati tulus yan
"Hanya seseorang berhati tulus yang dapat menghancurkannya meski dia tidak mengetahui." "Arghh!" Bara menarik rambutnya tanpa ampun, tidak memedulikan lagi rasa panas dan sakit yang akan ia dapatkan setelahnya, tubuhnya meringkuk di atas kasur layaknya anak kucing yang tengah menahan dinginnya alam. Tak lama dari itu kakinya menendang selimut putih yang sebelumnya berjasa menghangatkan tubuh kurusnya dengan brutal, disusul geraman berat yang terdengar memilukan. Kalimat Rose tersebut terus terngiang di telinganya, seakan tertanam erat di dalam memori otaknya, lantas seperti ada yang sengaja mendorongnya untuk terus mengingat kata yang terangkai misteri tersebut. Su