Share

bab 5. Lebih Baik Resign

Flash back On

Aku tidak tahu harus menceritakan kelakuan mas Arya pada siapa. Di pengajian yang aku datangi dulu, penceramahnya berkata bahwa suami istri itu bagaikan selimut satu sama lain. Kalau seorang istri membuka aib suami, itu sama saja dengan membuka aib sendiri.

'Tapi ini beda, ini tentang tabungan masa depanku. Tabungan masa depan kami. Iya kalau uang yang mas Arya pinjam bermanfaat bagi kemajuan usahanya. Kalau buat beli snack dan kue gimana.' batinku terus berdialog dan aku tetap tidak tahu harus meminta solusi pada siapa.

'Kalau uang suami adalah uang istri juga, bukankah uang istri juga uang suami?' ada suara lain dalam hatiku.

'Tapi kan memberi nafkah tugas suamin dan kalau mas Arya meminta uang terus padaku sampai aku gak bisa nabung, terus tiba-tiba aku hamil bagaimana?' pikiranku bercabang. Batinku berperang.

'Aku harus diskusi dengan seseorang yang aku percaya, seseorang yang amanah dan mampu memberi solusi.'

Dan keputusanku adalah menceritakan pada mbak Neti.

Maka sepulang dari bekerja, aku berkunjung ke rumah mbak Neti.

"Assalamualaikum, mbak, " sapaku.

"Waalaikumsalam, pulang kerja ya, ayo masuk, "serunya.

Mbak Neti ini sarjana ilmu biologi murni, tapi lebih milih berkarier di rumah.

"Gimana-gimana manten baru, setelah nikah malah jarang kesini. Sibuk sama kekasih hati ya?" tanya mbak Neti.

"Kekasih hati apaan, kekasih bikin galau mbak," sahutku manyun.

"Eh, ada apa sih, ayo cerita, siapa tahu mbak bisa bantu," ujar mbak Neti.

Lantas akupun menceritakan masalah mas Arya dan keuanganku pada mbak Neti.

Mbak Neti mendengarkan dengan seksama. Sesekali menutup mulutnya dengan tangan sewaktu terkejut.

"Jadi gimana mbak menurut mbak, aku khawatir kalau tetap gini terus, tabungan aku bisa habis dan mas Arya gak menuhin kewajibannya ngasih nafkah ke aku." Ujarku sendu.

Mbak Nety menghela nafas. "Sebenarnya aku juga tidak terlalu paham masalah ini. Cuma aku dan mas Andi pernah ngobrol masalah nafkah Dek," jawab mbak Neti.

Mas Andi adalah suami mbak Neti yanv bekerja sebagai ASN PAI di sebuah SMA di kotaku.

"Kata mas Andi dulu sih, kaum lelaki adalah pemimpin kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian kaum mereka (kaum laki-laki) atas sebagian yang lain (kaum wanita), dan karena mereka (kaum lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.[QS. An-nisa : 34,], " kata mbak Neti.

" Jadi apa hubungannya dengan masalahku mbak? " tanyaku tidak sabar.

Mbak Neti tertawa, "sabar dulu, jadi sebenarnya yang harus menafkahi kamu itu adalah Arya bukan sebaliknya, bahkan mahar atau mas kawin itu harus diberikan pada pihak wanita secara utuh, apalagi hasil kerja kamu, itu menjadi hak kamu seluruhnya. Wong itu hasil kerja keras kamu. Sebenarnya Arya tidak berhak memintanya." lanjut mbak Neti.

"Tapi boleh istri memberikan sedekah kepada suaminya yang miskin untuk keperluan yang bermanfaat, misalnya yang dicontohkan oleh Ibu Siti khodijah ra, kepada Nabi Muhammad saw, dalam rangka mensyiarkan Islam. Nah, yang jadi masalahnya adalah kita tidak tahu Arya ini jujur atau tidak saat pinjam uangmu. Benarkah uang itu untuk kemajuan bisnisnya atau untuk foya-foya seperti katamu yang boros tadi." Jelas mbak Neti panjang lebar.

"Nggak lucu kalau kamu yang minjemin uang ke suami makan sehari-hari pakai bayam, sedang suami yang minjem duit istri malah makan pakai ayam." Lanjutnya lagi.

"Jadi aku harus gimana, mbak?" tanyaku bingung.

"Resign aja, ikut dimana dia tinggal, masak udah diikutin istri masih suka boros dan gak bisa hemat? masak Arya ga pingin bisa menghidupi istri secara layak?" tanya mbak Neti.

"Kalau seandainya setelah aku ikuti, dia masih saja boros dan gak mau menabung gimana mbak? mau makan apa aku dan anakku nanti?" tanyaku ragu.

"Kamu tinggal bilang pada keluarganya biar diadakan rapat keluarga besarnya. Ini harus ditindaklanjuti dek, udah gede kok ga ada tanggung jawabnya. Umur berapa Arya dek?" tanya mbak Neti.

"Umur 26, mbak, selisih 2 tahun sama aku." Jawabku.

"Ya makanya, coba aja resign dan ikuti suamimu. Biar nanti otaknya mikir gimana caranya dapat duit buat makan." Ucap mbak neti.

"Apa namanya tidak menyebarkan aib suami mbak?" tanyaku.

"Nggaklah Dek, kamu kan gak bilang ke orang lain, cuma minta solusi keborosan dan tentang nafkah Arya ke keluarganya." Jawab mbak Neti.

" Hm...oke mbak, makasih sarannya ya mbak, akan aku pikirkan. Dan tolong jangan bilang bapak ibu. Aku gak mau mereka kepikiran." Pintaku.

"Oke siap bos, kalau ada masalah, boleh sharing lagi. Insyaallah mbak amanah, " ujar mbak Neti tersenyum.

"Makasih mbak ku yang cantik, maaf selalu merepotkan. Aku pulang dulu ya." Pamitku sambil memeluk mbak Neti.

**

Akhirnya aku berencana memilih resign. Siapa tahu dengan resign, mas Arya akan bekerja keras dan menafkahiku.

"Mas, aku pingin resign dan ikut kamu ya?" kataku saat mas Arya datang ke rumah.

" Nggak nyesel kalau keluar kerjaan? nyari kerja sekarang susah lo," jawab mas Arya.

"Insyallah nggak, aku bisa nyari kerja di tempat mu Mas, lagipula bukankah bekerja itu kewajiban laki-laki ya?" tanyaku.

"Iya sih, kewajibanku, tapi kamu tahu sendiri kan kalau penghasilanku gak stabil." Jawabnya.

" Ya sudah, gak papa, kita jalani dulu aja, yang penting serumah dulu. "Sahutku.

"Iya terserah kamu aja deh," ujar mas Arya akhirnya.

Besoknya, saat mas Arya sudah pulang, akupun mengatakan rencanaku untuk resign lada orang tuaku.

"Bu, aku sepertinya mau resign aja, dan ikut mas Arya," ujarku saat kami makan malam.

" Apa kamu yakin Nduk mau resign? jaman sekarang kan cari kerjaan susah, " jawab bapakku.

"Ya gimana lagi Pak, Bu, orang rumah tangga gak enak kalau jauh-jauhan," sahutku.

Tentu saja aku tidak berani menceritakan uang yang dipinjam mas Arya serta nafkah yang 2 bulan tak kunjung kudapatkan.

"Iya wes, kan kamu tho yang njalanin, Bapak sama Ibu cuma dukung aja. " Kata bapak akhirnya.

"La kalau udah resign , berarti kamu tinggal sama mertua Nduk? dijaga ya kelakuannya, jangan suka bantah ucapan mertua. Seng manut. Seng nurut." Sambung ibuku.

"Mboten lah Bu, Dea ikut mas Arya di kota tempatnya bekerja. Jaraknya kan kira-kira 6 kilo dari sini, dan 3 kilo dari rumah mertua. Mas Arya ada kontrakan di sana. " jawabku.

"Wes pokoke seng apik-apik yo Nduk, jaga diri." Sahut ibu.

Akhirnya saat akhir bulan, aku menemui direktur mall tempatku bekerja dan menyerahkan surat pengunduran diri.

"Lo, Dea, kamu jadi resign?" tanya Pak Rendi, direkturku.

"Iya Pak, mau ikut suami. " Jawabku.

"Oh, iya sudah, padahal kamu berbakat di bidang akuntansi dan teliti kalau menghitung keluar masuk barang." Kata pak Rendi lagi.

'Ya jelas bakatlah Pak, kan memang saat kuliah jurusan saya akuntansi. ' sahutku dalam hati.

" Iya Pak, yang penting serumah dengan suami dulu, hehehe." Jawabku. Bingung juga kalau tanpa menjelaskan situasi nafkah dari suami yang belum kunjung ditunaikan.

" Ini pesangon kamu Dea, " kata pak Rendi sambil mengangsurkan amplop coklat.

" Terimakasih, Pak, " Sahutku.

Sepulang dari tempat bekerja, aku langsung menuju bank. Aku ingin langsung menabungkan uang yang baru saja aku terima.

'Alhamdulillah 3,5 juta. Lumayan untuk saldo tabungan.' Ucapku dalam hati.

Saldo tabunganku kini total 5 juta. Selama ini jika mendapat gaji, selalu aku kumpulkan dalam bentuk emas dan kutitipkan pada ibu. Sebagian aku berikan ibu untuk tambah uang belanja beliau. Hanya seperlunya saja yang aku sisakan di rekening.

Aku berencana mengambil tabungan ini sedikit demi sedikit, sebelum aku mendapat pekerjaan baru nantinya.

Sesampai di rumah, aku segera berkemas. Sesuai kesepakatan aku dan mas Arya, aku akan dijemput malam hari.

"Assalamualaikum, " ucap mas Arya.

"Waalaikumsalam. Ayo masuk le, Dea sedang siap-siap itu di dalam." kata Bapak.

"Gimana kerjaan travelnya Le, lancar? " tanya ibuku.

"Alhamdulillah lancar, Bu." Jawab mas Arya.

" Semoga lancar dan berkah ya Le," sahut bapak.

"Aamiinn." jawab mas Arya.

" Ini langsung berangkat ta, gak nginep dulu?" tanya ibu.

"Mboten Bu, besok ada rencana nyupirin mobil orang ke Bali. Jadi malam ini harus sampai kontrakan. " Jawab mas Arya.

"Kami berangkat dulu ya Bu, " ucapku.

"Ini dibawa ya Nduk, Ibu dan Bapak tidak bisa ngasih apa-apa, cuma ini saja." Kata Ibu sambil menyerahkan sekantung kresek beras, mie instan dan seplastik rendang sapi.

"Assalamualaikum, " kata aku dan mas Arya serempak sambil mencium tangan bapak dan ibu.

Kami pun berangkat menembus jalanan jawa tengah yang ramai penuh lalu lalang kendaraan bermotor.

Sesampai di kontrakan mas Arya sudah jam 12 malam. Aku segera memanaskan rendang dari ibu. Sedangkan mas Arya langsung tertidur.

Dan baru aku tahu saat sudah subuh, mas Arya susah sekali dibangunkan untuk sholat.

" Mas bangun, sudah subuh ini , nanti tidur lagi. " Kataku sambil menggoyang-goyangkan pundak mas Arya.

"Hmmm...sebentar lagi." Sahutnya.

Akhirnya aku bangun dan menunaikan sholat dahulu.

Usai sholat, aku menanak nasi dan memanaskan rendang lagi, kemudian membuat mie instan untuk sarapan.

'Nanti kalau mas Arya sudah bangun, aku minta diantar ke pasar aja. Sekalian beli kulkas.' Batinku.

Matahari sudah naik tinggi, tapi mas Arya susah dibangunkan. Aku baru tersadar. Selama ini kalau di rumahku, dia mau sholat tepat waktu mungkin karena takut sama orang tuaku bukan karena sadar akan kewajibannya.

Aku kecewa dulu terburu-buru menikah karena takut jomblo dan takut kesepian. Sekarang aku harus menerima akibatnya.

"Mas, bangun, sudah siang ini, kamu gak sholat ta, itu sarapan sudah siap."

Ujarku sambil meneteskan air ke muka mas Arya.

" Ih...apaan sih, Dek, iya-iya aku bangun." Sahutnya manyun.

'Mana ada sholat subuh jam 06.30,duh gimana ini ya Allah.' Batinku.

Selasai sarapan, aku meminta mas Arya untuk mengantar ke pasar untuk belanja kebutuhan dapur sekalian membeli kulkas.

"Mas, jadi ngantar orang ke Bali jam berapa?" tanyaku.

"Ntar malam mungkin. Kenapa?" tanyanya.

"Pagi ini antar aku ke pasar buat beli kebutuhan daapur dan beli kulkas yuk, "Ajakku.

"Emang kamu punya uang, Dek? uang aku di dompet tinggal 70 ribu. Belum lagi ntar dibuat nyuci mobil rental temen semalam." Sahut mas Arya

"Aku punya tabungan kok Mas, kan ada pesangon setelah aku mengundurkan diri." Sahutku sambil mengacungkan atm.

"Ini pinnya tanggal pernikahan kita lo, "sambungku lagi.

Kemudian kami pun berbelanja kebutuhan sehari-hari sekalian beli kulkas.

Setelah mengantarku belanja, mas Arya pun bersiap untuk ke kantornya.

"Kamu di rumah sendiri gak papa, Dek?" tanya mas Arya sebelum berangkat.

"Gak papa, Mas, ntar aku kenalan sama tetangga-tetangga." Sahutku.

"Ya sudah Mas berangkat dulu."

Next?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status