Share

Bab 3

Belum ada dua jam dari saat Za menyimpan ponselnya lalu tertidur. Benda pipih itu kini berdering nyaring membangunkan kembali pemiliknya.

“Siapa?” Za memicingkan matanya lalu mengambil ponsel itu. Di sana terpampang nomor Ken, sang putra kesayangan.

“Ken?” Za gegas mengangkatnya.

“Kami dari kepolisian, mau mengabarkan jika putra Anda, Kenzie mengalami luka parah dan  saat ini berada di rumah sakit Buana Mitra.” Hanya kalimat itu yang terdengar jelas di telinga Za sebelum akhirnya benda itu lepas dari genggamannya.

“Ken!” pekiknya dengan hati yang gundah. Dia lalu membangunkan sang suami untuk pergi ke rumah sakit.

Keributan yang dibuat Za dan Albany membangunkan Hendro juga Ningsih. Tak ketinggalan Kinanti juga ikut terbangun. Dia diminta menginap oleh Albany juga Za karena takut akan dicari lagi oleh Juragan Ganda setelah perkelahian itu.

“Ada apa ini? Mau ke mana kalian?” tanya Hendro yang keluar dari kamarnya diikuti oleh Ningsih.

“Ken, Pa,” ujar Za dengan wajah khawatir. Namun, berbeda denga Albany, dia langsung mendekati sang ayah.

“Ini semua gara-garamu. Kau terlalu memanjakannya. Hasilnya begini. Ken jadi anak yang susah diatur. Berandalan dan doyan tawuran. Sekarang dia ada di rumah sakit! Apa tanggapanmu?!” bentak Albany pada Hendro. Lelaki sepuh itu terlihat syok mendengar cucu kesayangannya sampai masuk rumah sakit karena tawuran. Dadanya naik turun dengan napas yang tersengal.

“Ke-en? Ma-suk ru-ru-mah sa-kit?” ujarnya terbata. Dia hampir terjatuh jika saja Ningsih dan Albany tak menahannya. Hendro tampak kesakitan menahan dadanya. Napasnya tersengal dengan dada yang naik turun.

“Al, cepat bawa ayahmu. Dia sepertinya kena serangan jantung lagi!” pekik Ningsih histeris. Albany pun gegas membopong sang ayah menuju ke luar.

“Biar aku yang nyetir, Mas. Kamu sama Ibu jagain Papa di belakang,” ucap Za gegas menyusul sang suami ke mobilnya.

“Ups, sampai lupa. Untung saja ada kamu, Kinan. Kamu tunggu di sini ya. Jagain rumah. Tidak apa-apa, kan?” Za berbalik sebentar sebelum akhirnya dia berlari ke arah garasi. Kinan yang masih melongo hanya bisa mengangguk pelan.

**

Za menjalankan mobilnya dengan cepat membelah gelapnya malam. Jalanan sunyi karenya ini sudah lewat tengah malam. Di jok belakang Ningsih terus berdzikir sambil mengelus pelan lengan Hendro.

“Bertahan, Pa,” bisiknya dengan jantung berdebar ketakutan, sedangkan Albany hanya bisa diam memperhatikan. Dalam hatinya ngedumel. Walaupun dia kesal pada sang ayah yang selalu memanjakan Ken, tetapi kalau melihat kondisinya seperti ini dia merasa sedih juga. Bagaimanapun lelaki itu adalah ayahnya dan merupakan orang yang sangat dicintai oleh ibunya.

Sesampainya di gerbang rumah sakit, Za langsung menuju ke gedung IGD, karena sang ayah mertua sudah terlihat lemas. Sebetulnya Za sendiri merasa tegang, tetapi dia menguatkan diri demi putra juga ayah mertuanya.

Seorang perawat langsung mendorong sebuah brankar ke arah mobil, ketika Za turun dan memintanya. Albany langsung membopong sang ayah untuk dinaikan ke atas ranjang beroda itu.

“Silakan tunggu di sini dan urus untuk administrasinya,” ujar perawat yang membawa Hendro ke dalam ruang IGD.

“Sayang, kamu yang urusin administrasinya Papa, aku mau nyari Ken dulu,” ujar Za pada sang suami.

“Baiklah. Kupikir itu lebih baik. Setelah Papa ditangani, aku akan menyusul ke sana,” jawab Albany.

Za lalu bertanya pada sekuriti yang bertugas di lobi IGD. Dia menanyakan tentang korban tawuran yang masuk hari itu.

“Apa yang tadi dibawa oleh polisi, ya? Namanya ….”

“Kenzie,” potong Za. Sekuriti itu lekas mengangguk.

“Lukanya parah, Bu. Dia sedang ditangani oleh dokter. Ibu tunggu saja,” jawab Sekuriti itu menjelaskan. Pundak Za langsung meluruh. Dia merasa takut jika sang putra kenapa-napa, atau bahkan …. Ah, Za bahkan tidak sanggup membayangkan.

“Sabar, Sayang. kita berdoa untuk kebaikan Ken,” bisik Ningsih menguatkan. Tangannya mengelus punggung sang menantu perlahan.

“Aku takut, Bu. Takut jika Ken ….” Ucapan Za terhenti. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika anak semata wayangnya sampai tak bisa bertahan. Anak yang begitu dia sayang dan dia dapatkan dengan penuh pengorbanan. Za bahkan rela membagi suaminya dengan wanita lain demi mendapatkannya.

“Nggak, Sayang. ibu yakin Ken akan bertahan. Dia anak yang kuat. Dia bahkan lebih kuat dari pada seekor banteng. Kita tunggu saja,” hibur Ningsih meskipun dia sendiri merasakan takut itu. takut kehilangan cucu kesayangannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status