"Kerjaan aja yang kau pikirkan! Kapan kau akan memberiku seorang cucu!"
Ucapan itu sangat singkat tapi terdengar sangat menyakitkan untuk Nadhira, wanita mana yang tidak mengidamkan seorang momongan, pasangan suami istri itu tentu sudah berusaha berbagai cara, hanya saja Allah memang belum berkehendak."Mamah ini ngomong apa sih, bisa nggak usah bahas masalah itu lagi Mah, aku bosan mendengarnya!"Terpaksa Fahri bicara cukup keras agar bu Sita tak membahas soal itu lagi tetapi wanita tua itu memang sengaja menggunakan alasan itu untuk menghina menantunya."Fahri kau ingat! Sudah dua tahun kalian menikah tapi lihat! Istrimu belum juga hamil, mau sampai kapan!"Sesak hati Nadhira mendengar hinaan dari Ibu mertuanya, sebagai istri memang dia tidak sempurna tetapi bukan berarti dia mau apa yang saat ini terjadi padanya. Sebagai sesama perempuan mengapa bu Sita begitu teganya bicara seperti itu pada Nadhira. Dia hanya bisa menunduk dengan mata yang mulai berkaca-kaca, tak berani untuk membalas hinaan yang sungguh menyakitkan."Em permisi, hari ini aku sangat lelah, aku izin untuk istirahat di kamar."Secepat mungkin dia pergi dari hadapan suami dan mertuanya tetapi di tengah perjalanan, bu Sita kembali bersuara yang membuat Nadhira sesaat menghentikan langkahnya."Hati-hati Fahri, biasanya kalau istri suka bekerja, dia akan macam-macam di luar sana!"Duar!Suara itu sengaja dia katakan dengan cukup kencang agar Nadhira mendengarnya dan memang sukses dia dengar, Nadhira memejamkan matanya sambil menarik nafas panjang, beristighfar dalam hati sebelum meneruskan langkahnya kembali. Baru saja dia menceritakan kabar baik pada suaminya bahwa dia di terima kerja di sebuah Rumah sakit sebagai Dokter specialis kandungan yang selama ini menjadi cita-citanya dan mendapat respon baik dari suaminya namun, sang mertua justru mengubah mood nya menjadi tak karuan.Brak!.Pintu dia tutup dengan cukup keras hingga menimbulkan suara yang menggema. Di balik pintu, wanita berhijab itu duduk di lantai sambil memeluk kakinya sangat erat seolah sedang menguatkan diri, tangisnya mulai pecah saat ucapan mertuanya terus terngiang di telinganya."Ya Allah, apa yang harus aku lakukan! Aku tidak berdaya, siapa yang tidak ingin punya anak, apa lagi aku dan Mas Fahri sudah lama menikah!"Tangis di dalam hati mengiringi butir bening yang mulai jatuh membasahi pipi mulusnya, sesekali Nadhira menggigit bibir bawahnya agar suara tangisan itu tidak pecah dan kemungkinan di dengar oleh suaminya yang hanya akan menambah beban pikiran Fahri.Tok! Tok! Tok!"Sayang buka pintunya! Kau sedang apa di dalam?""Aku tidak apa-apa Mas, aku baik-baik saja!" balas Nadhira dari dalam kamar tapi tak jua kunjung membuka pintu itu.Merasa istrinya tidak baik-baik saja, Fahri pun mencoba mendorong pintu itu sedikit demi sedikit. Nadhira secepatnya berdiri sambil menyeka air matanya dan berusaha bersikap senormal mungkin sebelum pintu itu terbuka oleh suaminya.Rasa perih itu dia telan dalam-dalam berharap Allah yang mendengarkan doanya dan segera memberinya seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaannya."Eh, Mas maaf, aku tadi ... Em, itu tadi ... !" gumamnya terbata-bata, dia bingung kata apa yang harus dia ucapkan pada suaminya yang kini di hadapan sedang memandangnya dengan sendu. Nadhira tak berani mendongakkan wajahnya, dia hanya menunduk dengan mata sembab, sebelum Fahri mendongakkan wajah lewat dagunya."Kamu nggak usah dengerin apa kata Mamah, yang terpenting sekarang itu kita, bukan siapa-siapa dan bukan Mamah!"Ucapan lembut itu spontan membuat air matanya luluh lantak kembali, sekuat apapun Nadhira menghapus tetap saja turun tak terbendung.Hatinya sakit bak tersayat kembali membayangkan bagaimana sabarnya si suami terhadap dirinya yang sampai sekarang ini belum bisa membuat dia bahagia."Aku hanya takut kamu berpaling dariku Mas! Maafkan aku yang tak sempurna ini, Mamah memang benar, aku istri yang tidak berguna, pantas jika Mamah marah terhadapku Mas!" ucapnya dengan nafas tersengal-sengal."Sssttt, sudah! Kamu tak boleh ngomong seperti itu."Di Raihlah tubuh mungil itu ke dalam pelukannya sambil mencium pucuk kepala wanita yang sangat dia cinta. Selama ini dia tidak tertarik dengan wanita mana pun di luaran sana walau beberapa banyak yang menggoda bahkan sempat ada yang menawarkan diri untuk jadi istri ke dua."Itu tidak akan terjadi, Mas hanya mencintaimu dan sampai kapan cuma kamu yang ada di hati Mas!""Sudah lebih baik kamu mandi, Mas punya kejutan special untuk kamu.""Kejutan? Kejutan apa Mas?"Tangisnya mulai mereda, Nadhira sudah bisa bicara dengan hati lega, dia berusaha percaya pada suaminya itu yang selama ini mencintainya dengan tulus."Hem, kalau aku katakan namanya bukan kejutan dong! Sudah sana mandi! Aku tunggu di bawah."Tak lupa kecupan berikutnya Fahri berikan kembali selembut mungkin di kening Nadhira, wanita itu memasuki kamar mandi yang berada di dalam kamarnya, sementara Fahri lebih memilih menunggunya di luar rumah sambil melihat bintang-bintang yang mulai terlihat di keheningan malam, menengadah ke atas sambil menerawang entah apa yang dia bayangkan.Tak lama setelah itu..."Mas, aku sudah siap."Betapa terpesonanya Fahri saat membalikkan badan dan melihat istrinya yang begitu cantik memakai busana panjang berwarna putih motif bunga lengkap dengan outer panjang menjuntai ke bawah. Ujung hijab yang melingkar di lehernya, serta Make up natural semakin membuat dirinya terlihat sangat ayu membuat mata suami itu sulit untuk berkedip."Masya Allah, cantik sekali istriku malam ini! Sayang malam yang sangat special untuk ku. Sekarang kamu tutup mata ayok!"Nadhira mengerutkan alisnya tak mengerti, mengapa Fahri menyuruhnya untuk menutup mata, pasti karena dia tak mau kalau istrinya mengetahui lebih dulu kejutan yang akan dia berikan malam ini."Ayok tutup mata, tunggu apa lagi!"Tanpa ragu Nadhira pun menutup mata dengan kedua telapak tangannya, pria tampan itu sigap menuntunnya ke arah belakang rumah yang sudah dia rancang untuk memberi kejutan pada istrinya."Kamu mau bawa aku kemana Mas, aw!""Awas pelan-pelan Sayang, ups! Sebentar lagi sampai.""Nah, kita sudah sampai. Tunggu! Jangan buka mata sebelum aku menghitung sampai tiga."Langkah mereka berhenti, sebelum Fahri menyuruh Nadhira untuk membuka matanya, mereka berdiri sejajar sampai hitungan ke tiga Fahri mulai dari belakang."Dalam hitungan ke tiga, kamu boleh buka mata.""Ayok dong Mas, aku udah nggak sabar.""Sabar dong Sayang! Ya sudah, aku hitung sekarang. Tiga, dua, satu buka!"Mata Nadhira terbelalak sempurna kala melihat kejutan itu. Spontan kedua tangannya menutup bibir yang membulat gara-gara terkejut dengan kejutan yang di berikan oleh Fahri, suaminya...BERSAMBUNG.Sebuah dekorasi penuh dengan bunga warna warni yang begitu indah di belakang rumah yang sengaja Fahri siapkan special untuk istri tercinta. Terdapat sebuah meja makan dengan dua kursi berhadapan.Hidangan yang sudah siap tertutup tudung saji dan sebuah lilin yang menyala kecil membuat suasana semakin romantis.Walau hanya kejutan kecil yang di berikan oleh suaminya tapi membuat Nadhira sangat bahagia, bagaimana suaminya bisa membuat kejutan ini, sedang laki-laki itu bukanlah tipe orang yang romantis."Masya Allah Mas, kamu membuat ini semua untuk aku?" Fahri tersenyum manis sambil mengangguk, dia merasa bangga karena berhasil membuat istrinya bahagia. Fahri memang tidak bisa memberikan yang lebih untuk Nadhira karena memang dia bukan orang kaya raya yang bergelimang harta, dengan profesinya yang hanya seorang Staf, kejutan ini sudah lumayan menguras dompetnya. Namun semua ini dia lakukan semata hanya mau melihat istrinya bahagia."Gimana, apa kau suka?""Suka Mas, suka sekali. Makasi
"Sa-Sayang! Kamu be-belum tidur?" tanya Fahri terlihat gelagapan khawatir istrinya cemburu saat tau dia dan Mamahnya pulang di antar oleh Salsa.Mendengar suara mobil berhenti di depan rumah tentu membuat Nadhira penasaran, karena dia tau kalau suami dan mertuanya pergi tanpa menggunakan mobil."Kalian baru pulang?" Astagfirullah Mah, Mamah pasti lelah. Sini biar aku bantu.""Nggak perlu! Aku bisa membawanya sendiri!"Ucapan bu Sita membuat Nadhira tersentak. Niat baiknya justru diterima kasar oleh mertuanya, pandangan Nadhira beralih ke seorang wanita yang berdiri sejajar dengan suaminya, kesal, memang kesal. Ada rasa cemburu menyelimuti hati Nadhira karena tak mengenal siapa wanita ini."Ah, Nak Salsa, ayok kita masuk."Ucapannya bertolak belakang dengan ucapannya terhadap Nadhira, pada Salsa terdengar sangat lembut sambil menggandeng tangannya masuk.Gadis itu sempat menoleh pada Nadhira saat langkahnya sejajar dengan dirinya berdiri, senyum miring Salsa lontarkan untuk Nadhira den
"Ya Allah, Mamah! Bisa nggak Mah bicara lembut sedikit. Aku kaget sekali Mah.""Kenapa? Kamu nggak suka? Aku peringatkan sama kamu. Jangan mentang-mentang kamu bekerja lantas kamu lupa pekerjaan rumah. Sebelum berangkat kamu sudah harus mengurus semuanya, apa kamu mengerti Nadhira?"Tak perlu bu Sita mengatakan itu Nadhira sudah tau, bahkan cara berpikirnya sudah lebih jauh darinya. Tak biasanya mertuanya itu bangun jam segini, biasanya dia selalu bangun jika sarapan sudah tersaji di atas meja. Bau wangi makanan seolah menuntun dia untuk melangkahkan kakinya ke meja makan, tetapi saat ini bu Sita bangun terlalu pagi hanya untuk mengingatkan Nadhira."Iya Mah, aku sudah tau kok. Mamah nggak usah khawatir, sebentar lagi sarapan siap. Aku masak dulu."Wanita tua itu kembali masuk ke kamarnya yang membuat Nadhira menggelengkan kepalannya, heran dengan sikap mertuanya yang tak pernah suka pada dirinya sebaik apapun dia."Alhamdulillah sudah siap. Lebih baik aku panggil Mas Fahri untuk sar
"Alhamdulillah, akhirnya aku sampai juga di sini, Bismillah hari ini aku mulai bekerja."Dengan penuh keyakinan Nadhira mulai memasuki Medical Center. Beberapa perawat mengucapkan salam kepadanya, begitu juga dengan beberapa Dokter yang lain juga turut mendekati. Kedatangannya di sini serasa membuat semuanya bersemangat, tak sedikit pula yang merasa ingin jadi temannya."Selamat siang, kamu Dokter Nadhira kan? Perkenalkan aku Siska.""Dan aku Anita," ujar mereka berdua sambil mengulurkan tangan, mengajak Nadhira bersalaman."Eh, iya aku Nadhira! Senang berkenalan dengan kalian, Siska, Anita."Kedua perawat itu memang sangat ramah, bukan hanya pada Nadhira saja, tetapi pada siapa saja yang baru datang meraka selalu mengajaknya berkenalan.baru beberapa menit mengenal mereka, Nadhira sudah merasa sudah cocok, bahkan merasa sangat dekat seperti bertahun-tahun mengenal.Sikap mereka yang suka bercanda dan terlihat santai membuat ketiga perempuan itu terlihat begitu akrab."Eh Nad, kamu pa
"Papah! Aku datang!"Fahri dan Pak Baskara spontan menoleh pada suara wanita yang begitu ceria sambil membuka pintu. "Hei Sayang! Syukurlah kamu datang ke sini anak Papah?"Tapi beda halnya dengan Pak Baskara, Fahri dan Salsa justru saling pandang satu sama lain, mereka tak menyangka kalau akan di pertemukan kembali di perusahaan ini. "Salsa? Papah? Jadi ... !" gumam Fahri dalam hati. Dia tak tau kalau Pak Baskara kini sedang mengamati tingkah lakunya sekarang."Kamu kenapa Fahri? Sepertinya ada yang sedang kamu pikirkan?" ujar Pak Baskara yang melihat Fahri sontak termenung, dia mengira kalau Stafnya itu terpesona dengan putri kesayangannya.Secara fisik memang Salsa sangat menarik, tak salah jika siapa saja mengagumi kecantikannya seperti yang di bayangkan oleh Pak Baskara saat ini pada Fahri."Eh, nggak! Nggak apa-apa Pak. Maaf, aku ... !""Ini Salsabila, putri saya, dia baru pulang dari Amerika kemaren. Salsa, perkenalkan ini Staf terbaik Papah, Fahri."Senyum merekah dari bibir
"Lakukan Lab, nanti hasilnya berikan padaku, Anita." "Baik Dokter." "Aduh, ini udah sore, lebih baik aku pulang sekarang," sambung Nadhira sambil melihat benda bulat melingkar di pergelangan tangannya. Bisa di bayangkan bagaimana jika dia sampai terlambat sampai di rumah, mertuanya akan semakin gemas mengejeknya memperalat profesinya untuk menjatuhkan dia di hadapan suaminya. Tak perduli apakah Anita dan Siska sudah selesai mencacat semua keluhan pasien, Nadhira bergegas pergi. Berjalan begitu cepat sampai tak sadar kalau di depan ada orang yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya. Sama halnya dengan Nadhira, Dokter Nathan pun berjalan sambil melihat proposal yang di tunjukan oleh Asistennya sampai mereka tak sengaja bertabrakan. "Aduh!" Pria dingin itu hanya melihat sesaat pada wanita yang meringis sambil menyentuh bahunya. "Dokter Nathan! Eh, maaf Dok, saya tidak sengaja." Berharap kalau Dokter itu membalas dengan kata yang sama namun ternyata tidak. Dia hanya pergi t
"Kenapa Mas Fahri terlihat diam, apa ada sesuatu yang dia sembunyikan dari aku."Di sela-sela makan malamnya Fahri tak sadar kalau Nadhira sedang memperhatikannya, secara diam-diam dia melirik Fahri yang makan sambil memainkan ponselnya, tak seperti biasa suaminya seperti ini. Fahri tak pernah membawa ponsel sebelumnya saat mereka makan bersama.Merasa penasaran maka Nadhira memberanikan diri untuk bertanya apa yang membuat dia sedikit berubah malam ini. Lalu apakah Fahri akan jujur menjawab pertanyaan Nadhira, atau justru berbohong karena tak ingin membuat istrinya itu cemburu."Kamu kenapa Mas? Sibuk? Kok makan sambil main hand pone?""Eh, kenapa Sayang? Nggak! Ini cuma ada meeting penting besok."Jawaban Fahri terlihat sangat gelagapan, mana mungkin dia baik-baik saja, pasti ada sesuatu yang di sembunyikan dari Nadhira sekarang."Terus kenapa kamu terlihat berbeda hari ini? Ada apa, cerita sama aku?"Bukan Fahri yang menjawab tapi justru bu Sita lah yang kembali bersuara. Tak menem
"Malam ini Ibu senang sekali Salsa, kita bisa jalan-jalan ke luar. Makasih yah kamu udah belikan Tante banyak barang belanjaan seperti ini." Fahri dan Nadhira yang masih duduk santai di depan ruang televisi di buat tercengang dengan kepulangan bu Sita dan Salsa yang membawa barang belanjaan begitu banyak. Sepertinya sengaja Salsa lakukan itu agar bu Sita senang karena dia tau bagaimana caranya membuat wanita tua itu semakin terkesan dengannya. Dengan membelikan apa yang bu Sita mau dia akan semakin mudah untuk mendekati putranya. "Fahri lihat apa yang Mamah bawa! Nak Salsa belikan Mamah barang sebanyak ini!" Dengan bangganya bu Sita memperlihatkan beberapa tas kertas berisi barang mewah yang Salsa belikan untuknya. Bahkan Salsa juga membelikan sesuatu untuk Fahri tapi sengaja tak di berikan di depan istrinya. "Fahri kenapa kamu nggak datang, padahal aku tadi kirim pesan ke nomer kamu loh. Aku pikir kamu akan datang dan kita bisa belanja sama-sama." Dari sini Nadhira teringat bun