Share

Lee Namju yang Licik

Malam hari begitu cepat menghampiri. Perputaran waktu yang cepat berlalu membuat banyak orang merasakan kepenatan dan kelelahan yang berlebih. Seharian bekerja, tak terasa malam sudah tiba. Ketika beristirahat pada malam hari pun, dengan cepatnya pagi sudah tiba. Begitu seterusnya.

Hari ini Park Jiyeon memang belum aktif bekerja di RS. Dia hanya membantu Jaehwan menganalisa keadaan beberapa pasien. Sebagai dokter spesialis yang keahliannya di atas keahlian dokter biasa, dia harus bersikap profesional. Membantu Jaehwan pun sudah membuatnya menambah pengalaman di bidang kedokteran. Tapi malam ini, badannya terasa pegal-pegal dan ingin sekali lekas berbaring di ranjang kesayangannya.

Jiyeon berjalan gontai menuju tempat parkir mobil. Malam ini Jaehwan tak menemaninya sampai pulang ke rumah. Laki-laki tampan penghuni hatinya itu mendapat panggilan ayahnya untuk segera pulang karena ada sesuatu yang penting. Jiyeon melihat keadaan sekelilingnya, sepi. Diliriknya arloji mahal pemberian Jaehwan setahun yang lalu. Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Baru pukul sepuluh, netranya sudah merasakan kantuk yang luar biasa.

Tit!

Dibukanya kunci mobil warna silver miliknya menggunakan remote. Ketika hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba seseorang menahannya agar membatalkan niatnya masuk ke dalam mobil. Ditatapnya lengan seorang laki-laki dengan setelan jas berwarna coklat tua itu. Sejurus kemudian, Jiyeon menoleh ke arah laki-laki yang berdiri di sampingnya. Dahinya berkerut dan matanya menyipit. Laki-laki itu... Sepertinya Jiyeon pernah mengenalnya.

“Kau sudah lupa, Park Jiyeon?” tanya laki-laki yang berdiri di samping Jiyeon dan menatapnya lekat.

“Siapa?” Jiyeon bertanya balik.

Laki-laki itu menyunggingkan senyum sinisnya. Hanya bagian kiri bibirnya yang terangkat. “Sudah ku duga.”

Pikiran Jiyeon masih mencoba memutat memorinya agar mengingat laki-laki yang sikapnya terlihat angkuh itu. “Oh, Lee Namju?”

Hanya senyum yang diberikan laki-laki jangkung bersurai hitam itu. “Kau masih ingat nama itu...”

“Apa maumu, Lee Namju?” Jiyeon langsung menanyakan tujuan Namju menemuinya. Ia tahu betul bahwa laki-laki itu tidak akan menemui seseorang tanpa tujuan yang penting baginya.

Namju memasukkan kedua tangannya pada saku jas yang dikenakan. Kemudian ia menyandarkan tubuhnya pada pintu mobil Jiyeon yang membuat posisinya otomatis menghadap gadis cantik pemilik mata indah itu. Jiyeon melangkah mundur satu langkah. Dia sengaja melakukannya agar tidak terlalu dekat dengan Namju.

“Aku datang ke sini atas rekomendasi kakakmu. Dia mengatakan bahwa kau bisa meyakinkanku untuk membantu perusahaan kalian.”

Jiyeon tercengang mendengar pengakuan Namju. Kakaknya? Sebenarnya apa yang mereka berdua bicarakan sampai membawa namanya dalam masalah perusahaan? Ia berpikir bahwa Namju sengaja mencari alasan untuk menemuinya.

“Apakah kau sudah tidak waras? Beberapa hari yang lalu, kakakku mengatakan bahwa aku tidak perlu ikut campur dalam masalah perusahaan. Sekarang kau mengatakan hal yang lain. Wah... Apakah aku harus percaya begitu saja padamu, Lee Namju?” Jiyeon memasang wajah heran dan santai. Ya, dia harus terlihat santai jika menghadapi laki-laki bernama Lee Namju itu.

Sedetik kemudian, Jiyeon mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi kakaknya. Ini bukan urusannya lagi. Dia harus bicara dengan Park Mina.

“Apa yang kau lakukan? Kau bukan anak kecil lagi, Park Jiyeon. Lihatlah! Kau sudah menjadi seorang wanita yang sangat cantik. Sekarang kau mau mengadukan aku pada kakakmu?” Namju mendekatkan wajahnya pada wajah cantik Jiyeon. Ia bahkan bisa melihat softlens yang dipakai Jiyeon saat itu.

“Menjauhlah dariku, Lee Namju. Kau pikir aku menyukai sikapmu dari dulu? Jangan berkhayal!” Jiyeon membalikkan badan, membelakangi Namju yang masih menatapnya lekat. Laki-laki mantan kekasih Park Mina itu selalu terlihat mesum dari dulu sampai sekarang. “Aku akan protes pada kakakku karena dia telah melibatkanku dalam masalah perusahaan,” kata Jiyeon dengan ketus. “Minggirlah! Aku lelah dan ingin segera pulang.”

Namju membiarkan gadis incarannya masuk ke dalam mobil. Ia hanya melihat Jiyeon yang sudah tancap gas meninggalkan halaman parkir.

.....

Jiyeon pov

Pagi ini benar-benar membuatku malas turun dari ranjang. Ku lihat matahari menampakkan dirinya cukup tinggi hingga membuatku harus menyipitkan mata saat melihat ke luar jendela. Seharusnya pagi ini aku membantu bibi Han menyiapkan sarapan. Entah, setelah bertemu dengan Lee Namju kemarin malam membuatku begitu malas melakukan aktivitas seperti biasanya. Kenapa laki-laki itu muncul lagi di kehidupanku yang kedua? Kenapa dia tidak lenyap saja dari muka bumi? Aku pun berdecak heran. Seorang anak konglomerat bisa memiliki sikap menjijikkan.

Jika mengingat masa lalu, aku ingin muntah saat ada wajah Namju di ingatanku. Laki-laki itu yang telah merenggut keperawanan kakakku. Dia juga yang menyebabkan Kak Mina terpuruk selama lima tahun pasca putus dengannya. Sekarang... Kak Mina menyuruh laki-laki licik itu menemuiku hanya untuk meyakinkan dirinya? Aku heran, sungguh heran. Sejak kapan aku ahli meyakinkan Lee Namju? Ya Tuhan, aku bisa gila.

Baiklah, hari ini aku harus pergi ke rumah sakit. Hari pertama bekerja harus diisi aktivitas yang menyenangkan. Lee Namju bukanlah siapa-siapa bagiku. Tidak penting memikirkan laki-laki seperti itu.

Kriiing!

Dengan semangat, aku meraih ponsel layar sentuh milikku yang berbunyi diiringi getaran dahsyat hingga membuat benda-benda di atas nakasku ikut bergetar pelan. Kim Jaehwan.

“Selamat pagi, Cantik,” sapanya dengan nada tidak enak. “Masih bau iler, ya?”

Benar dugaanku. Di awal dia memujiku cantik. Di akhir pasti ada kata-kata jelek.

“Ada apa?” tanyaku yang sedang malas berdebat dengannya.

“Hari ini aku izin tidak masuk kerja. Ada hal penting yang harus aku selesaikan.”

Hal penting? Kenapa Jaehwan tidak cerita padaku kemarin?

“Hal penting apa?” tanyaku lagi. Tentu saja aku ingin tahu apa yang sedang diselesaikan oleh suami rahasiaku. “Kau tidak pernah cerita padaku,”lanjutku. Aku bicara dengan Jaehwan tanpa melakukan apapun. Hanya duduk bersila di tempat tidur dan fokus mendengarkan kata-katanya.

“Aku ceritakan lain waktu. Hari ini aku akan sangat sibuk. Bekerjalah dengan baik! Semangat dan hati-hati, ya,” pesannya padaku karena hari ini merupakan hari pertamaku bekerja sebagai dokter spesialis jantung.

Aku menarik nafas dalam-dalam. “Tentu saja aku akan bekerja dengan baik. Jangan lupa sarapan dan makan siang nanti.”

“Eoh, oke...”

Aku menutup telepon dan kembali merebahkan badanku. Rasanya ingin kupejamkan lagi kedua netraku. Kantuk masih menyerang pelupuk mata ini. Ya Tuhan, aku ingin tidur lagi.

Saat ku pejamkan kedua mata ini, tiba-tiba aku ingat sesuatu yang harus ku lakukan. Ya, bicara dengan kakakku mengenai Lee Namju. Aku harus pastikan bahwa dia tidak berkata bohong tentang kakakku. Langsung saja ku singkap selimut yang mengganggu gerakku untuk segera turun dari ranjang. Sepasang sandal bentuk boneka menanti untuk ku pijak sebagai alas kaki.

Ceklek!

Setelah menutup pintu kamarku dari luar, aku melihat Kak Mina sedang bicara di telepon dengan seseorang. Sepertinya itu rahasia. Sebaiknya aku menunggunya di sofa dekat pintu kamarku. Sedangkan kak Mina berdiri di depan kamarnya yang bersebelahan denganku. Ia membelakangiku sehingga sama sekali tidak tahu kalau aku berada di belakangnya.

Tidak percuma aku menunggunya selesai menelepon seseorang. Aku berdiri kemudian memanggilnya. “Kak Mina!”

Dia hendak menuruni anak tangga tetapi aku malah menghentikan langkahnya. Kak Mina tampak berbeda dari biasanya. Terlihat dari raut wajah itu bahwa dirinya sedang memikirkan sesuatu yang mungkin bersifat penting.

“Ada apa?” Dia bertanya singkat.

Sebenarnya aku merasa agak ragu. Aku takut kalau pertanyaanku akan menjadi beban untuknya. Tapi aku harus tahu kebenaran kata-kata Namju kemarin malam. Jika memang kakakku yang meminta dia untuk bicara padaku, lalu apa tujuannya?

“Aku hanya ingin bertanya. Kemarin malam Lee Namju datang menemuiku. Dia mengatakan bahwa...” Aku enggan melanjutkannya. Tapi ku lihat ekspresi wajah kak Mina sudah berubah. “Kakak yang menyuruhnya datang menemuiku. Benarkah seperti itu?” tanyaku spontan.

Kak Mina tampak tengah berpikir, menemukan jawaban yang tepat atas pertanyaanku yang mungkin menurutnya agak aneh. “Aku memang mengatakan padanya bahwa kau bisa meyakinkan dia untuk memberikan bukti lain tentang kasus korupsi Kwan Jiyoung karena laki-laki itu adalah mantan direktur diperusahaan keluarga Lee. Aku membutuhkan berkas laporan tentang itu. Tapi dia tidak percaya padaku.”

“Lalu kakak menyuruhnya mendatangiku? Kau katakan padanya bahwa aku bisa meyakinkan dirinya terkait masalah Kwan Jiyoung?” tanyaku dengan emosi yang sedikit naik.

Kak Mina mengangguk, yang membuatku semakin kesal padanya. Apa maksudnya melibatkanku dalam masalah ini? Dia sendiri yang mengatakan bahwa aku tidak perlu ikut campur masalah perusahaan. Sekarang malah dirinya yang membuatku terlibat. Ya Tuhan...

.....

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status