Share

All About Love
All About Love
Penulis: Selay Rahmi

Pulang

Berlin, Jerman 2021

Hari ini bukanlah hari Senin biasa. Seorang wanita muda tengah menunggu hari ini sejak lama, lebih dari tiga tahun. Ya, Park Jiyeon – putri pengusaha kaya asal Korea Selatan telah menyelesaikan kuliahnya di Jerman dengan jurusan kedokteran hingga program S2 Spesialis jantung. Jiyeon merupakan salah satu mahasiswa teladan dengan nilai IP kumulatif Cumlaude yang membuat dirinya menjadi pusat perhatian di saat wisuda kelulusan. Siapa yang tidak mengenalnya? Jiyeon gadis tercantik di jurusan kedokteran dengan kecerdasa di atas rata-rata. Tubuhnya yang langsing, mata khas Asia, hidung mancung, bibir tipis yang seksi, dan rambut panjang berwarna coklat yang sering ia biarkan berjuntai menutupi punggungnya.

Ia berdiri di balik jendela apartemennya yang dihiasi tirai berwarna putih transparan. Sembari menikmati pemandangan kota Berlin untuk yang terakhir kalinya, ia menyeruput kopi latte yang dibuatnya sendiri.

Jiyeon tersenyum memandang ke arah luar jendela. Imajinasinya jauh melayang ke negeri asalnya, Korea Selatan.

“Aku sangat merindukan kalian, ayah dan kak Mina,” gumam Jiyeon. Senyum kecil menghiasi wajah cantik khas wanita Asia yang selalu menunjukkan keceriaan itu.

Ceklek!

Seseorang menarik knop pintu lalu membuka benda keras itu perlahan. Seorang pemuda yang tak asing bagi Jiyeon, masuk apartemen Jiyeon tanpa minta izin pada si empunya apartemen itu.

“Pesawatmu segera tinggal landas. Sampai kapan kau akan berdiri di tempat itu?” Pemuda yang masuk apartemen tanpa ijin itu tampak kesal melihat Jiyeon yang sedari tadi hanya berdiri di balik jendela.

Deg!

Jiyeon menoleh, kaget, kemudian menghela nafas panjang. Bukannya senang melihat pemuda tampan yang berdiri di depannya itu, Jiyeon malah tampak super kesal.

“Sejak kapan kau berdiri di depan pintu seperti itu?” tanya Jiyeon balik. Tangan kanannya meletakkan cangkir yang berisi kopi latte di atas meja kecil di bawah jendela.

Kim Jaehwan, nama pemuda tampan itu, yang kini tengah berjalan santai ke arah tempat Jiyeon berdiri. “Hei, Nona Park! Kau mau pulang, tidak?” Jaehwan mengacak rambut Jiyeon yang sudah disisir rapi.

“Kenapa setiap kali bertemu denganmu, aku selalu sial? Ada apa dengan tanganmu yang selalu mengacak rambutku, hah?” Jiyeon heran.

Ia dan Jaehwan saling mengenal sudah lebih dari enam tahun. Ya, tentu saja sejak mereka masih duduk di bangku SMA, di Korea Selatan. Jaehwan adalah kakak kelasnya yang selalu mengacak rambut panjangnya sejak pertemuan mereka yang kedua kali. Sampai sekarang sudah enam tahun, entah sudah berapa kali pemuda itu mengacak rambut Jiyeon.

Jiyeon yang kesal segera mengambil tas ransel berisi laptoo dan kopernya yang berwarna pink tua supaya pemuda bernama Kim Jaehwan itu tidak mengomel lebih banyak lagi. “Kau itu lebih cerewet daripada ibuku,” gerutu Jiyeon saat dia berjalan di samping Jaehwan, menuju pintu apartemen.

Jaehwan tertawa kecil. Selama enam tahun ia mengacak rambut wanita muda yang cantik itu. Selama itu pula Jiyeon selalu membandingkannya dengan nyonya Park. “Biar aku saja yang membawa kopermu. Badanmu terlalu kurus, bisa-bisa kau terjatuh dan oleng saat menenteng koper itu.”

Dengan kesal, Jiyeon menghentikan langkahnya. Kemudian melirik tajam pada sosok pria yang ingin dicakarnya. Ia mendengus kesal setelah mendengar ejekan dari Jaehwan. “Baiklah, terimakasih, Tuan Kim.” Dengan langkah pasti, Jiyeon keluar dari apartemen yang telah ia tempati selama dua tahun terakhir. Ya, sejak ibunya meninggal dua tahun lalu. Ia memutuskan untuk tinggal di apartemen sendiri. Jauh dari keluarga ibunya yang merupakan penduduk Jerman asli. Entah masalah apa yang membuatnya memutuskan seperti itu. Mungkin terdapat kesalahan di masa lalu yang menyebabkan keluarga itu tidak menyukai Jiyeon.

.....

Jiyeon POV

Perjalanan menuju bandara tidak begitu lama. Aku hanya duduk manis seperti penumpang taksi online. Tentu saja Kim Jaehwan yang menyetir dan mengendarai mobilnya seperti kilatan petir. Benar-benar membuatku mendadak kena serangan jantung. Berlin tidak pernah macet oleh kendaraan, tak berbeda dengan Seoul. Maka dari itu, Jaehwan membawa mobil mewahnya dengan kecepatan lumayan tinggi, bagiku.

Aku telah sampai di bandara. Tempat terkhirku di negara ini. Ya, bandara ini, aku menebar pandanganku ke segala arah seraya mengucapkan selamat tinggal pada negara ini dalam hatiku. Terimakasih sudah membuatku betah di sini, Jerman. Sembari menunggu Jaehwan membawakan koperku yang berwarna pink tua itu, aku mengecek ponselku untuk membaca pesan yng mungkin masuk tanpa ku ketahui.

“Silahkan, Nona Park yang kurus.”

Iiiish!

Pria ini selalu mengagetkanku kemudian mengejekku.

Jaehwan puas melihatku kesal. Aku sudah kesal sekali padanya tapi dia semakin mengejekku. Ingin ku cakar saja wajah tampannya itu.

“Sini, biar aku yang bawakan troli ini ke dalam,” katanya setelah ia berhasil menata tas ranselku dan koper di atas troli dengan rapi.

Aku tersenyum melihatnya mendorong troli, berjalan tanpa menoleh ke arahku yang masih mematung di belakangnya. Ku tatap punggung datar Jaehwan yang selalu hangat di dalam hatiku.

Sebelum masuk ke dalam pesawat, aku harus cek identitas dan kelengkapan administrasi termasuk paspor dan tiketku terlebih dahulu. Ketika aku berjalan menuju antrian, tiba-tiba Jaehwan menghentikan langkahku. Aku terkejut.

“Kau tidak berpamitan dulu padaku?” Tiba-tiba Jaehwan memegang tanganku yang sukses menghentikan langkahku seketika.

Aku tertegun mendengar pertanyaannya. Berpamitan? Bukankah dia sudah tahu kalau aku akan pulang ke Korsel. Kenapa aku harus mengatakannya lagi padanya?

“A, aku...”

Cup!

Mataku terbelalak. Aku belum menyelesaikan kata-kataku. Tiba-tiba pria tampan di depanku itu mengecup bibirku. Dilepasnya sedetik. Kemudian dia menciumku lagi, melumat bibirku pelan dan lembut. Tangan kirinya melingkar erat di pinggangku sedangkan tangan kanannya memegang tengkukku, memperdalam ciumannya padaku. Tanpa aba-aba, aku pun menutup mata. Menikmati ciumanku yang kesekian kalinya dengan pemuda itu. Jika tidak sadar bahwa kami berada di bandara, pasti kami sudah melakukan hal yang lebih dari itu.

“Kau tidak akan merindukanku, Park Jiyeon?”

Aku kaget mendapat pertanyaan itu dari pria yang ku cintai. “Tentu saja. Aku akan merindukanmu. Jadi, kau juga harus pulang secepatnya. Aku akan menunggumu di sana.” Kata-kataku mampu menghipnotisnya. Aku pasti sangat merindukannya ketika kami sudah berada di negara yang berbeda.

Seketika ia memelukku erat. Seakan tak ingin membiarkanku pergi. Tangan kanannya sibuk mengusap rambut panjangku yang menutupi punggung. Belaian itu pasti akan sangat ku rindukan.

“Lepaskan, ih!” Aku berusaha melepaskan pelukannya. “Kita tidak berpisah selamanya. Kau bisa pulang ke Korsel kapan pun kau mau, kan?”

“Baiklah, Nona Cantik.”

“Aku pergi. Jaga dirimu baik-baik di sini. Aku akan merindukanmu!” Ku lambaikan tangan kiriku padanya karena tangan kananku memegang koper yang cukup berat ini.

Aku pulang dulu, Sayang. Jaga dirimu, jaga kesehatanmu, kau harus selalu meneleponku. Jaehwan terlihat semakin jauh. Sedih, ya, pasti sedih berpisah dengan orang yang ku cintai. Tapi ini bukan untuk selamanya. Kami masih bisa bertemu di Korsel. Aku tersenyum tipis dan melanjutkan langkahku memasuki kabin pesawat yang sebentar lagi tinggal landas.

Jiyeon POV end

.....

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status