Share

5. Imbalan

"Jangan, Larry!" pekik Camelia melarang Larry berbuat lebih jauh padanya. 

Dia berusaha menghimpun tenaga lalu menyalurkannya dalam bentuk sebuah dorongan kuat pada bagian dada Larry yang terkejut oleh dorongan cepat Camelia.

Tak ayal, pria itu jatuh terjerembab juga.

Kesempatan itu kemudian Camelia gunakan untuk lari, kabur, dari kamar Larry. Camelia ingin menangis, tapi ia mencoba menahannya sekuat tenaga. Sekarang bukanlah saat yang tepat untuk menangis dan menjadi cengeng. Yang terpenting sekarang, Camelia harus segera keluar dari vila ini. 

Camelia lalu teringat Ben, tapi ia baru sadar jika ponselnya tertinggal di asrama.

Entah karena kurang fokus atau apa, Camelia tidak sadar jika ada seorang pemuda yang tetiba muncul dari salah satu kamar kemudian menyambar tangannya cepat.

"Ternyata kau cantik juga, Camelia," ujar pemuda itu dengan pandangan terarah pada bagian dada Camelia yang terbuka dan menampakkan tanda kemerahan.

"Kau semakin seksi dengan jejak kemerahan itu."

Dalam satu sentakan kuat, pemuda itu mampu membuat tubuh Camelia mendekat padanya. Camelia menjerit.

Ia berusaha meminta tolong dengan suara sekencang-kencangnya. Terlebih ketika satu tangan pemuda itu menarik bagian tengah kemejanya. Membuat seluruh kancing kemejanya terlepas kemudian berhamburan. Camelia refleks menyilangkan kedua tangan di depan dada. Meskipun ia masih mengenakan pakaian dalam, tapi tetap saja ia malu karena ini adalah pertama kalinya ia setengah telanjang di depan laki-laki.

Camelia kembali memekik, mengatakan jangan dengan suaranya yang melengking bercampur rasa takut. Dalam hati Camelia mengutuk situasi ini, suara musik yang berdentam keras membuat jeritannya seolah menguap begitu saja. 

"Stop! Jangan! Berhenti kataku!" Kali ini Camelia berusaha bersikap tegas demi menakuti pemuda yang nekat hendak menyentuhnya lebih jauh. Pemuda itu berhenti sejenak, tapi bukan karena takut melainkan tertawa terbahak dengan nada meremehkan.

"Tidak perlu sok suci, Camelia. Bukankah kau sudah memulai permainan tadi? Ini buktinya."

Pemuda itu mengelus tanda kemerahan di dada Camelia dengan gerakan sensual. Camelia refleks mundur, tapi tangannya yang masih dalam genggaman pemuda itu langsung ditarik.

"Aku tidak menyangka bahwa gadis pendiam sepertimu ternyata liar juga."

Sebuah penghakiman yang tidak menyenangkan untuk didengar. 

Camelia gemetar, antara amarah dan takut yang melebur jadi satu. Ia hampir saja putus asa dan menyerah, namun hatinya menolak. Seolah mendapat dorongan semangat satu kali lagi, Camelia kembali berteriak sekuat tenaga. Mencoba mengadu kekuatan suaranya dengan musik yang terus mengentak.

"Siapa pun di luar sana, tolong aku!" Camelia langsung meringis karena pergelangan tangannya dicengkeram semakin erat.

"Larry, Larry, tolong aku!"  Pemuda itu tertawa ketika mendengar Camelia menyebut nama Larry. 

"Oh, ternyata kau bersama Larry sebelumnya. Tidak buruk, meskipun aku sebenarnya enggan memakai bekas Larry. Kau tahu kenapa? Larry itu maniak. Dia mengencani gadis yang berbeda setiap malam. Kurasa sekarang pun dia sedang asyik bergumul dengan gadis yang pastinya tidak seperti kamu."

Ingin rasanya Camelia merobek mulut pemuda itu. Apa katanya tadi, bekas Larry? Dirinya bukan barang dan dia bukan bekas siapa pun. Camelia masih suci. Dia masih perawan, meskipun dadanya menyimpan jejak isapan panas Larry. 

Pemuda itu kembali menarik Camelia hingga akhirnya jatuh ke dalam pelukannya. Camelia terus meronta. Ia kembali memanggil nama Larry.

"Berhenti mengganggu Camelia!" Suara tegas Larry muncul setelah pintu kamar dibuka paksa. Camelia langsung menangis. Hatinya lega melihat Larry ada di depannya.

"Lepaskan Camelia!" Tekan Larry sambil merangsek masuk. Pemuda yang masih menahan Camelia dalam pelukannya itu pun terbahak.

"Tumben kau mencari lagi gadis yang sudah pernah kau tiduri, Larry." Sindiran pemuda itu kembali membuat telinga Camelia panas, tapi tidak ada gunanya marah di situasi sekarang. Yang terpenting ia bisa segera lepas dari pemuda menyeramkan ini.

"Itu bukan urusanmu. Berikan Camelia padaku. Aku belum selesai dengannya." Larry terdengar menurunkan tekanan suaranya. Bersamaan dengan itu Camelia merasakan genggaman di tangannya sedikit melonggar. Kesempatan itu tidak Camelia sia-siakan. Dengan satu entakan kuat, Camelia berhasil melepaskan diri. Camelia lalu berlari ke arah Larry sambil menangis. Larry menundukkan kepalanya, melihat Camelia yang menyandarkan kepala pada dadanya. Naluri melindungi membuat Larry melingkarkan lengannya ke tubuh Camelia untuk memberikan rasa aman yang jelas dibutuhkan gadis itu.

"Ayo!" bisik Larry sambil membimbing Camelia keluar kamar.

Camelia tahu ke mana ia akan diajak oleh Larry. Tentu saja kembali ke kamar Larry, tapi kali ini Camelia tetap bergeming. Camelia juga seolah tidak kuasa menolak ajakan Larry ke kamarnya.

Di dalam kamar, Camelia segera melepaskan diri dari pelukan Larry sambil tak henti mengucap terima kasih.

"Kemejaku rusak. Seluruh kancingnya lepas."

Keluhan Camelia membuat Larry tersenyum. Pandangan Larry sejak tadi tidak lepas dari bagian depan tubuh Camelia yang terlihat dari balik kemeja yang terbuka karena hilang seluruh kancingnya. Gadis itu begitu mengkhawatirkan kemejanya yang tidak lagi berkancing, tapi Camelia lupa bahwa sejak tadi ia tetap membiarkan kemejanya terbuka. 

"Aku akan meminjamkan kemeja milikku nanti," hibur Larry sambil terus mempertahankan fokus pandangannya, "tapi aku minta imbalan.”

Kening Camelia mengernyit. Benak gadis itu dijejali banyak pertanyaan tentang imbalan apa yang kira-kira diminta Larry. Untuk beberapa saat yang cukup lama, baik Camelia maupun Larry seolah enggan untuk membuka mulut.

“Kamu tidak bertanya tentang imbalan yang kuminta?” Pertanyaan Larry terdengar sebagai bentuk arogansi di telinga Camelia.

Gadis itu hendak menggeleng, tapi ia kemudian berpikir. Dengan berpura-pura tahu imbalan yang diminta Larry, bukankah Camelia akan terlihat bodoh. Camelia tidak mau terlihat bodoh, terutama di depan Larry.

“Kuharap itu bukan imbalan yang akan sulit kupenuhi.”

Pernyataan diplomatis Camelia langsung disambut tawa oleh Larry. “Tergantung. Aku tidak yakin bahwa imbalan yang kuminta terlalu sulit untuk kamu penuhi,” ujar Larry sengaja bicara dengan berbelit-belit. Ia ingin tahu, sejauh mana Camelia akan sabar menghadapinya. 

“Cukup katakan saja, apa yang kamu mau.” Camelia terlihat mulai tidak sabar. Lagi-lagi, Larry kembali tertawa. Kali ini sura tawa Larry terdengar lebih keras. Dan Camelia justru semakin kesal karenanya. Camelia kembali berkata, mendesak Larry untuk segera mengatakan permintaannya.

“Kamu yakin mampu memenuhinya?” Larry menatap tajam Camelia. Wajahnya yang masih memerah, kini berubah sangat serius. Camelia gugup. Larry terlihat tidak sedang bermain-main.

“Akan kucoba.” Camelia ragu sehingga ia memilih jawaban yang menurutnya aman.

“Aku minta kamu menjawab pasti, Camelia. Kamu bersedia memenuhinya atau tidak?” Desakan Larry membuat Camelia harus berpikir cepat.

“Ya, aku pasti memenuhinya.”

Salah satu sudut bibir Larry sedikit naik. Ada kepuasaan yang Larry perlihatkan pada wajahnya. “Terima kasih, Camelia. Aku hanya menginginkan satu hal sebagai imbalan."

"Apa?"

"Tubuhmu, my buddy....”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status