Share

4. Dua Kancing Kemeja

Tanpa terasa, mobil yang dikemudikan Ben akhirnya sampai juga ke tempat tujuan.

Ben membawa mobilnya masuk ke halaman vila yang pagarnya terbuka lebar. Pria itu kembali melirik Camelia dari kaca sentral sembari membuka sabuk pengaman. Kali ini Ben mendapati ekspresi sedikit gugup karena tegang di wajah Camelia.

"Santai saja. Toh mereka semua orang yang sama dengan yang kamu jumpai setiap hari di kampus." Ben mencoba menenangkan Camelia.

Gadis itu lantas menarik napas kemudian mengembuskannya perlahan. Ia melakukannya beberapa kali sampai ada sensasi menenangkan yang hadir dalam dirinya. Sesudahnya, Camelia tersenyum tipis lalu mengucap terima kasih pada Ben.

Rosaline dan Camelia pun melangkah bersisian memasuki vila.

Sementara Ben  yang ada di belakang mereka, terlihat memperlambat langkah.

Rosaline menoleh pada Ben.

Dengan kode gerakan kepala, Rosaline dan Ben sailing berkomunikasi. Camelia mengangkat sepasang alisnya, merasa takjub dengan apa yang dilihatnya. Ben dan Rosaline terlihat sangat kompak. Berbeda jauh dengan dirinya dan Larry.

"Let's get it started!"

Bersama teriakan itu, suara hingar bingar karena musik yang diputar secara maksimal membuat Camelia segera menutup telinga.

Namun dengan cepat, Rosaline menurunkan kedua tangan Camelia. Gadis itu juga menggeleng cepat begitu Camelia melayangkan tatapan protes.

Camelia dan Rosaline melanjutkan langkah, semakin masuk ke dalam ruangan vila yang nyaris dipenuhi manusia.

Camelia tidak tahu, ke mana Rosaline akan membawanya. Namun, ketika ia menyadari perubahan langkah Rosaline setelah melihat sosok Larry, Camelia paham bahwa sedari tadi Rosaline mencari si tuan rumah, yakni Larry Brown.

"Terima kasih sudah mengundang kami, Larry." Suara manis Rosaline sudah cukup memberi tahu Camelia bahwa sahabatnya itu tertarik dengan Larry.

Namun, buddy Camelia itu hanya menanggapi basa-basi Rosaline dengan anggukan cepat.

Hanya saja, pandangan keduanya mendadak bertemu.

Camelia merasakan Larry tertegun sejenak ketika menatapnya.

"Kamu terlihat berbeda."

Deg!

Entah apa yang dimaksud Larry dengan mengatakan itu, memuji atau malah menyindir? Yang pasti Camelia langsung salah tingkah dibuatnya.

Demi menutupi rasa gugup yang kembali mendera, Camelia pamit untuk mencari minuman.

Berada di dekat Larry dan sesekali bertemu padang dengannya dalam situasi yang seharusnya santai justru membuat Camelia tegang dan tidak bisa rileks.

Dengan gelas berisi minuman di tangan, Camelia melangkah perlahan. Rasa penasarannya begitu besar untuk melihat-lihat keseluruhan vila.

Puas menjelajahi lantai satu yang menjadi lokasi pusat dari pesta Larry, Camelia berniat untuk naik ke lantai dua. Sebelum naik, Camelia segera menandaskan sisa minuman lalu meletakkan gelas kosongnya pada nampan yang dibawa pelayan.

Satu demi satu anak tangga disusuri Camelia.

Sesampainya di lantai atas, Camelia mengedarkan pandangannya.

Hanya saja, dia ragu untuk melanjutkan langkah kala melihat pintu-pintu di sana tertutup.

Namun, ketika ia akan menuju sayap kanan vila, Camelia terhenyak melihat adegan di depannya.

Seolah ada yang memberi aba-aba, seluruh pintu itu seketika terbuka.

Tampak beberapa pasangan muda-mudi keluar dari kamar. Rambut mereka berantakan. Pakaian mereka juga berantakan. Dan riasan di wajah para gadis itu juga berantakan...!

"Apa yang terjadi?" Camelia yang bingung pun bertanya pada dirinya sendiri.

Namun, pasangan muda-mudi itu berjalan melewati Camelia tanpa memedulikannya. Bahkan, ada yang masih asyik berciuman.

Camelia memejamkan matanya, merasa malu atas apa yang dilihatnya.

Dia pun segera menjauh. Namun, langkah Camelia terhenti di depan sebuah pintu yang tertutup. Ada nama Larry yang ditempel di pintu. Tanpa sadar, tangan Camelia terulur, menyentuh gagang pintu dan bermaksud membukanya.

"Itu kamarku."

Tetiba sebuah suara terdengar dari arah belakang Camelia. 

Gadis itu sontak berjingkat sembari memegangi dadanya. 

Namun begitu berbalik, Larry sudah berada di hadapannya.

Hanya saja, pemandangan di balik punggung Larry sukses menyedot fokus Camelia.

Dari pintu yang terbuka, Camelia dapat melihat seorang pemuda sedang menindih seorang pemudi yang sesekali mengerang di bawahnya. Mereka berdua tanpa busana. Detik berikutnya Camelia melihat si pemuda bergerak perlahan, membuat gerakan mendorong secara berirama yang mampu membuat si pemudi di bawahnya terentak.

"Ah... Faster!"

Deg!

“Ya Tuhan!” pekik Camelia seraya memalingkan muka.

Tak sengaja, dia menubrukkan tubuhnya ke arah Larry. Mencoba mencari perlindungan pada dada bidang Larry yang wangi.

Di sisi lain, Larry yang belum mengetahui apa yang sebenarnya sudah dilihat Camelia, hanya bisa membalas dengan semakin merapatkan kepala Camelia pada dadanya. 

“Ada apa?” 

Pertanyaan itu menyadarkan Camelia. 

Dengan wajah merah padam, Camelia mendongakkan wajahnya, menatap Larry yang masih memandangnya penuh tanya.

“Pesta apa yang kau adakan ini, Larry? Sungguh ini adalah pesta teraneh yang pernah kudatangi.”

“Apa maksudmu?” tanya Larry tidak mengerti.

Dengan dagunya, Camelia menunjuk ke arah kamar di seberangnya yang terbuka pintunya. Terdengar suara erangan dan desahan berat yang membuat wajah Camelia memerah. Larry langsung menoleh ke belakang. Sepasang alisnya langsung terangkat mendapati hal yang tidak asing baginya, namun ternyata membuat Camelia histeris.

Larry yang masih memeluk bahu Camelia, akhirnya ikut menonton. Sesekali laki-laki itu menelan ludah, sementara tangannya yang berada di bahu Camelia kini perlahan bergerak turun. Tanpa sadar Larry mengelus punggung Camelia. 

“Kau mau?” tanya Larry masih terus mengelus punggung Camelia yang mendadak bergerak gelisah.

Sensasi sentuhan Larry terasa asing. Ia belum pernah merasakan ini. 

“A-apa?”

Bukannya menjawab, Larry justru menunduk, memperhatikan wajah polos Camelia. “Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Di kamarku.”

Digandengnya tangan Camelia lalu mengajaknya masuk ke kamar yang tertulis namanya di pintu.

Begitu masuk, Larry langsung menyentuh kedua tangan Camelia. “Kamu tadi bertanya tentang pesta apa ini. Seperti inilah pesta yang biasa kuadakan di negaraku.”

“Mm, maksudku berhubungan intim?”

Larry mengangguk mengiyakan. Laki-laki itu kemudian tertawa melihat air muka Camelia yang menurutnya tampak jenaka.

“Karena aku juga melakukannya, Camelia,” imbuh Larry sambil mengarahkan tangannya ke depan dada Camelia.

Refleks, Camelia mundur menghindar. Kali ini Larry hanya tersenyum dan justru melangkah mendekati Camelia, mencoba mengikis jarak antara mereka berdua. “Kamu terlihat berbeda kali ini, meskipun masih sedikit monoton.” 

“Bolehkah aku membuatmu terlihat sedikit tidak monoton?” ucap pria itu semakin agresif.

Camelia sontal merasakan lidahnya kelu sehingga ia tidak mampu menjawab pertanyaan Larry.

Kakinya bahkan melemas begitu tangan Larry menyentuh sebuah kancing kemejanya.

Untungnya, Larry dengan sigap menangkap tubuhnya. 

“Kamu baik-baik saja?” tanya Buddy-nya itu.

Camelia cepat menggeleng mendengar pertanyaan Larry. Ia memang sedang tidak baik-baik saja. Larry pun berinisiatif menggendong Camelia untuk kemudian merebahkannya ke atas ranjang miliknya. 

“Jangan, Larry.” Suara Camelia terdengar seperti rintihan. Larry pun urung menggendong Camelia. 

“Kamu sudah merasa lebih baik? Boleh kulanjutkan?” tanya Larry hati-hati.

Entah setan apa yang merasuk, Camelia pun mengangguk meskipun hatinya ragu.

Larry tersenyum. Ia kemudian berjalan ke arah pintu lalu menguncinya.

“Kenapa dikunci?” Camelia merasa bodoh karena telah melontarkan pertanyaan seperti itu, tapi ia tidak peduli. Larry mengatakan bahwa ia tidak ingin diganggu ketika bersama Camelia.

“Memang apa yang akan kita lakukan?”

Seketika, Larry menatap ke dalam bola mata Camelia yang jernih. Betapa polosnya gadis di depannya ini. Jangan-jangan…. Buru-buru Larry menepis dugaannya sendiri.

“Aku sudah katakan tadi. Aku ingin membuatmu terlihat sedikit tidak monoton,” ulang Larry sambil kembali membawa tangannya menyentuh bagian depan kemeja Camelia. Sebuah kancing di posisi kedua dari atas menjadi sasaran jemari Larry.

Tidak butuh waktu lama untuk kancing itu lepas dari rumahnya. Larry kemudian menata bagian atas kemeja sehingga sedikit terbuka di bagian dada. 

“Menurutku ini masih kurang. Aku buka satu kancing lagi ya?” tanya Larry yang lagi-lagi tetap beraksi meskipun Camelia belum memberi izin.

Kali ini bukaan di bagian dada Camelia semakin lebar dan rendah. Belahan dada Camelia pun kentara terlihat.

“Kurasa ini terlalu rendah. Pakaian dalamku sedikit terlihat,” ucap Camelia tidak percaya dengan pantulan dirinya di cermin. Itu seperti bukan dirinya. Itu seperti sosok lain yang menurutnya terlalu berani dan terlihat nakal. 

“Larry, ini….” Camelia pun berbalik untuk melayangkan protes, namun gerakan Larry lebih cepat.

Dengan ganas, Larry menyasar dada Camelia yang mulus dan memberinya tanda kemerahan yang terlihat kontras. 

“Bukankah lebih menarik melakukannya dibanding hanya melihatnya, Camelia?" ucap pria itu dengan sorot mata yang ... menggelap.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status