Share

3. Adaptasi

“Kegiatan ini menjemukan,” ujar Larry ketika ia bisa bersama Ben. Ben melirik sahabatnya sekilas lalu terkekeh. 

“Ini baru hari pertama. Kau belum mengenal lingkungan saja.” Ben sengaja mengejek Larry.

Tentu saja Larry kesal mendengar jawaban Ben.

Dia pun memaki Ben sambil beranjak dari duduknya.

Hanya saja, melihat sekumpulan buddy wanita, Larry punya ide.

Dia akan menggoda mereka satu-satu.

Siapa tahu akan ada yang menghiburnya 30 hari ke depan.

Di sisi lain, sembari mengamati Larry, Ben mencari sosok Camelia di kelompok itu.

Sayangnya, tidak ada. Justru seorang mahasiswa laki-laki berseragam kaos buddy melintas di depan Ben.

Dia pun langsung memanggilnya dan bertanya tentang Camelia.

“Camelia dan Rosaline ada kelas,” jawab mahasiswa itu kemudian pergi.

Ben tidak lupa mengucapkan terima kasih bersamaan dengan kemunculan Larry di depannya.

Kali ini, dia kembali dengan wajah semringah. Dan tentu saja Ben curiga melihat ekspresi Larry.

“Aku akan mengadakan pesta di vila.” Larry terlihat antusias. 

“Pesta?” Ben menatap Larry bingung. Ia enggan menduga-duga seperti apa pesta yang dimaksud oleh sahabatnya.

Namun, binar di mata Larry membuatnya merinding. Terlebih, kalimat pria itu selanjutnya. “Kurasa hanya dengan menggelar pesta, aku bisa bertemu dengan banyak gadis cantik yang bisa diajak bersenang-senang!” 

***

“Datang yuk!”

Tetiba Rosaline muncul di hadapan Camelia sambil menunjukkan layar ponselnya yang tengah menampilkan sebuah undangan.

Camelia yang sedang asyik menyimak siniar tentang salah satu materi kuliahnya, langsung mengangkat wajah.

Ekspresi bingung bercampur penuh tanya dari Camelia tentu saja membuat Rosaline gemas. “Ke mana?” 

“Kamu benar-benar tidak tahu?” Rosaline menatap Camelia tidak percaya. Rosaline akui, Camelia memang gadis yang pendiam dan cenderung tertutup, tapi apa yang ia bicarakan kali ini adalah pengecualian. sungguh tidak percaya begitu Camelia menganggukkan kepala sebagai jawaban.

Rosaline lalu mengambil tempat untuk kemudian duduk di samping Camelia. Dengan penuh semangat, gadis itu menceritakan tentang isi undangan yang baru saja ditunjukkannya. 

Ternyata undangan itu berasal dari Larry.

Dalam undangannya yang bersifat terbuka, Larry mengajak seluruh mahasiswa di fakultas untuk hadir ke pesta yang digelarnya di sebuah vila di dalam kota yang terkenal karena harga sewanya yang fantastis.

Camelia langsung menggeleng. Ia sama sekali tidak tertarik dengan pesta. Tentu saja penyebabnya karena ia tidak suka keramaian.

“Bukankah kamu adalah buddy-nya Larry? Kamu yakin tidak datang ke pestanya hanya karena tidak suka keramaian?” Rosaline menatap Camelia penuh harap.

Sayangnya, gadis itu justru menggeleng. “Lagipula pestanya diadakan malam hari. Itu di luar jam kampus. Jadi aku tentu boleh tidak hadir, kan?”

Rosaline tampak mencebikkan bibirnya. “Aku tidak mau mendengar alasan apa pun dan nanti malam aku dan Ben akan menjemputmu. Kamu harus siap sebelum kami datang. Awas saja kalau kamu tidak membukakan pintu ketika kami datang.”

Hal itu sontak membuat Camelia terdiam. Gadis itu hanya mengerjap ketika akhirnya sosok Rosaline semakin menjauh dari hadapannya.

Namun, di sinilah Camelia.

Dia masih mematung di depan lemari kecil yang berisi beberapa potong pakaian miliknya.

Ini jugalah yang menjadi alasan lainnya Camelia enggan datang ke acara tidak resmi. Ia tidak memiliki jenis pakaian yang beragam. 

Drrt!

Ponsel yang berdering tidak begitu nyaring membuyarkan fokus Camelia. Nama Rosaline terpampang di layar.

Dengan sedikit enggan, Camelia menerima panggilan dari Rosaline. Belum sempat Camelia menyapa, Rosaline langsung bicara. Ia mengatakan bahwa dirinya dan Ben telah berada di depan gedung asrama.

“Kamu sudah siap, kan?” Nada tidak sabar Rosaline sangat kentara terdengar.

Camelia mengiyakan dengan nada malas. Hanya untuk membuat Rosaline senang. Begitu panggilan berakhir, Camelia segera kembali ke depan lemari pakaiannya. Kali ini ia tidak bisa berdiam diri lagi. Diambilnya sebuah kemeja polos berwarna putih tulang dan rok sepanjang lutut dengan motif dedaunan yang dibuat dengan teknik eco printing. 

Tepat setelah Camelia selesai berganti pakaian, terdengar pintu kamarnya diketuk seseorang.

Namun begitu pintu dibuka, Rosaline tampak terkejut setengah mati. "Ya ampun, Camelia Rusticana. Apa saja yang kamu lakukan sejak tadi?" pekiknya lebay.

Teman Camelia itu kemudian mengambil ponsel dari dalam tas kecil berwarna merah tua yang terlihat serasi dengan gaun brokat yang dikenakannya: hitam. Tali tas berbentuk rantai berwarna keemasan membuat penampilan Rosaline nyaris sempurna.

"Ben, beri aku lima menit ya. Aku butuh memoles Camelia agar ia terlihat seperti pergi ke pesta."

Camelia memukul bahu Rosaline setelah gadis itu menyudahi panggilannya.

Baru saja Camelia hendak bicara, Rosaline dengan cepat menyambar lengannya.

Menggiring Camelia masuk ke dalam kamarnya lalu menutup pintu.

Rosaline merasa beruntung karena ia tidak lupa membawa kosmetiknya yang sebenarnya standar saja. Hanya lipstik dan bedak padat.

Dengan cekatan, Rosaline mengaplikasikan bedak padat ke seluruh  wajah dan leher Camelia.

Setelahnya, giliran lipstik yang ia aplikasikan pada bibir indah Camelia. Rosaline kemudian mengoles tipis lipstik ke bagian tulang pipi Camelia kemudian meratakannya dengan lembut. Jadilah pipi pucat Camelia sedikit bersemu kemerahan.

"Tidak perlu!" Camelia menolak ketika Rosaline hendak mengoles kelopak matanya dengan lipstik.

"Oke. Hmm...." Rosaline mengamati wajah Camelia dengan perasaan puas. Kini ia perlu memberi sentuhan akhir pada rambut panjang Camelia. Sebuah jepit hitam kecil Rosaline selipkan ke bagian rambut Camelia di dekat telinga kirinya.

"Nah, kita sudah siap. Yuk!" Ajak Rosaline sambil menggandeng tangan Camelia. Camelia segera menyambar tas kecil warna hitam yang talinya ia kenakan secara menyilang di depan dada. Rosaline ingin berkomentar, tapi urung. Biarlah sahabatnya memakai tas seperti itu, yang penting Camelia merasa nyaman.

Camelia sedikit heran mendapati lorong asrama mahasiswa yang lengang. Ia kemudian menyimpulkan sendiri bahwa seluruh penghuni asrama pasti tengah berada di pesta Larry. Camelia semakin mempercepat langkah karena tangannya ditarik oleh Rosaline.

"Maaf kami lama, Ben." Rosaline terlihat tidak enak dengan Ben karena menunggunya terlalu lama. Camelia yang melihat Rosaline dengan santai masuk lalu duduk di jok depan kemudian mengikuti dengan membuka pintu belakang. Camelia segera masuk Dan memilih duduk sedikit ke tengah.

"Hai, Ben. Maaf aku...."

"It's okay, Camelia. Kamu terlihat cantik." Tanpa sadar, Ben menggulirkan pujian untuk penampilan Camelia. Rosaline berdeham kemudian menepuk dadanya, merasa bangga dengan hasil karyanya.

Pria itu segera melakukan mobil setelah memasang kembali sabuk pengaman. Di perjalanan, Camelia lebih memilih diam. Sementara Rosaline dan Ben sesekali mengobrol tentang pesta yang akan mereka datangi. Menurut Ben, Larry sangat sering menggelar pesta. Pesta khas anak muda di negeri adidaya.

"Apa Larry punya pacar?"

Pertanyaan Rosaline tak ayal membuat Camelia tertarik juga.

"Larry tidak punya pacar, tapi ia punya banyak koleksi cewek," jawab Ben santai. Namun diam-diam, dia melirik Camelia melalui kaca sentral. 

Unrtungnya, ekspresi gadis incarannya itu tidak berubah.  Justru Rosaline yang terdengar sangat tertarik untuk mengorek informasi lebih dalam.

"Larry memilih tidak pacaran karena tahu bahwa ia akan dijodohkan dengan putri kolega keluarga Brown. Yah, perjodohan sesama konglomerat." Ben terpancing juga untuk menceritakan semuanya.

Rosaline kembali ber-wow, sementara Camelia tetap bergeming. Namun di dalam hatinya, Camelia telah mengingat baik-baik semua informasi yang diberikan Ben.

'Sudah bertunangan. Jadi, jangan sampai aku tertarik padanya,' peringat Camelia pada dirinya sendiri.

Jnana

Tapi, siapa sih yang bisa ngatur hatinya Camelia?

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status