Citra memaafkan sepenuhnya suaminya itu.....Pria itu sudah datang untuk mendukungnya walaupun sudah mengatakan dengan jelas bahwa dia sangat sibuk sehingga tidak bisa hadir. Pasti ada satu hal yang telah terjadi. "Aku melihat seorang investor di sana." Sambil berseri seri Gunawan pamit menemui seorang wanita paruh baya yang berdandan nyentrik.Citra mendongak ke arah Anggara tanpa melepaskan pelukannya. "Kamu datang." Saat itulah ia memperhatikan sudut kaku di rahang pria itu, ketegangan dalam tubuh di tubuh yang menempel dengannya. Senyumannya memudar."Apa yang telah kamu lakukan ,Citra?" Nada kemarahan terdengar dari nada bicaranya. "Di mana pria itu?""Siapa?" Harapan Citra seketika sirna.Ekspresi Anggara seketika menjadi muram."Rosie menangis histeris. Dia meneleponku dan memohon agar aku memintamu tidak mencuri suaminya."Citra merasa wajahnya menjadi pucat."Kurasa itu jawaban pertanyaanku mengapa kamu mau bersusah payah untuk datang kesini," hatinya terluka, tulangnya teras
Bahu Andi menjadi kaku karena terluka, tetapi kekecewaannya tampaknya membuat ia tidak ingin menerima kenyataan."Kamu mungkin tidak mencintaiku, tetapi kamu tidak mungkin mencintai pria itu,kan?" Andi menjulurkan jari telunjuknya ke arah Anggara.Jantung Citra berdetak kencang."Itu urusanku dengan suamiku. Kamu tidak punya hak menanyakan hal seperti itu kepadaku." "Citra?" Sorot mata Andi memohon, benar benar tidak percaya dengan semua ini."Pulanglah, Andi, aku mohon padamu, pulanglah sebelum kamu kehilangan Ellie juga!" Karena Citra merasa pria muda itu sudah kehilangan persahabatannya. Bagaimana mungkin Citra dapat menghargai seorang pria yang mengabaikan segala sesuatu yang di katakannya.Begitu pria itu mulai tenang dan menyadari keadaannya, Citra ingin berpaling. Andi tidak memberinya kesempatan, dan langsung pergi meninggalkan pasangan itu tanpa mengucapkan selamat tinggal.Citra merasa sangat terluka dan sedih. Bocah laki laki kecil yang dulu sangat nakal, tapi tidak pernah
Citra ingin sekali memeluk suaminya. Tetapi apakah Anggara menerima ketulusan itu? "Kebakaran mobil itu di nyatakan sebagai kecelakaan murni oleh pihak kepolisian." "Pada saat itu orang orang penting di kota itu merupakan teman teman baik keluargaku. Mereka memutuskan untuk tidak mencari kebenaran yang sesungguhnya, karena itu akan membuatku semakin hancur, jadi mereka menguburnya dalam dalam. Tapi pada usiaku yang ke tujuh belas tahun, aku memaksa mereka memastikan apa yang telah ku ketahui selama ini." Tertegun oleh apa yang baru saja di dengarnya dari pria yang memeluknya, sesuatu yang menjelaskan pria seperti apa suaminya ini, Citra mencoba mencari kata kata yang tepat untuk tidak menyinggung perasaan Anggara. "Kamu tidak sama seperti ayahmu, kamu pria yang baik." "Cukup Citra," Anggara membelai rambut Citra dengan dagunya dan mencium lembut kulit tengkuk lehernya."Aku tidak ingin membahas hal seperti ini lagi." Sambil membalikan tubuhnya dalam pelukan Anggara, Citra memb
Anin benar. Ia berusia sepulub tahun ketika emosi di dalam darahnya seakan hangus akibat kematian orang tuanya yang mengerikan, dan ia tidak ingin kejadian itu terulang kembali. Tidak demi anin,wanita yang sekarang di cintainya. Dan tidak demi siapapun. Anin seharusnya tahu akan hal itu ketika menikah dengannya,jadi kenapa sekarang wanita itu begitu terkejut? Sambil menolak untuk menyerah pada dorongan untuk memukul seseorang atau sesuatu,tuan evan meraih handphone yang ada di atas meja dan menekan layar di depannya." Lilie?" Tuan evan mendiamkan bagian dari pikirannya yang menanyakan mengapa ia melakukan hal itu. "Hai,kakakku tersayang." Suara lilie begitu merindukannya.Walaupun dia sangat jarang menerima telepon dari kakaknya itu. "Ada apa tiba tiba meneleponku?" "Aku butuh bantuanmu...." Anin begitu marah terhadap suaminya sehingga ia mengunci kedua pintu kamarnya. Meskipun dengan semua kesulitan yang mereka hadapi selama ini. Ini pertama kalinya ia melakukan hal tersebut. Ia
Citra benar. Ia berusia sepuluh tahun ketika emosi di dalam darahnya seakan hangus akibat kematian Ayahnya yang mengerikan, dan ia tidak ingin kejadian itu terulang kembali. Tidak demi Citra, wanita yang sekarang di cintainya. Dan tidak demi siapapun. Citra seharusnya tahu akan hal itu ketika menikah dengannya,jadi kenapa sekarang wanita itu begitu terkejut?Sambil menolak untuk menyerah pada dorongan untuk memukul seseorang atau sesuatu, Anggara meraih handphone yang ada di atas meja dan menekan layar di depannya. "Robert?" Anggara mendiamkan bagian dari pikirannya yang menanyakan mengapa ia melakukan hal itu."Hai, Anggara. Sudah lama kamu tidak meneleponku." Suara dari ujung telepon terdengar begitu antusias. "Ada apa tiba tiba meneleponku?" "Aku butuh bantuanmu...." Citra begitu marah terhadap suaminya sehingga ia mengunci kedua pintu kamarnya. Meskipun dengan semua kesulitan yang mereka hadapi selama ini. Ini pertama kalinya ia melakukan hal tersebut. Ia tahu mungkin Anggara m
Minggu berikutnya berlalu dalam kebahagian. Anggara bukanlah pangeran tampan, tetapi pria itu memiliki cara tersendiri untuk meluluhkan hati wanita ketika ia memutuskan untuk tersenyum. Dan dia banyak tersenyum belakangan ini. Jadi ketika Citra tidak sengaja bertemu dengan Tomi di supermarket di kota batu, ia merasa luar biasa bahagia sehingga lupa pada kesulitan pria muda itu.....lupa akan hukuman yang telah di berikan Anggara padanya. Kepraktisan kejam yang mungkin merupakan bagian sifat suaminya, tetapi sangat menyakitkan bagi Citra untuk menganggap suaminya sebagai seorang yang tidak bisa memaafkan dan sangat tidak berperasaan. Ketika ia hendak menghindar dan pergi, Citra di kejutkan oleh sapaan yang di teriakan Tomi. Sambil melangkah mendekat, Citra tersenyum kepada pria itu dan gadis kecil yang di gendongnya. "Hallo." "Ini Margareth, putriku," Tomy menjelaskan, seolah takut Citra tidak mengingatnya."Senang bertemu denganmu, Margareth. Ayahmu menceritakan banyak hal tentang
"Ladies and gentlemen, selamat datang di surabaya, silakan tetap kenakan sabuk pengaman anda sampai pesawat mendarat dengan sempurna."Citra terus mengalirkan tatapannya ke punggung buku di pangkuannya. "Terlalu banyak kenangan kenangan yang berusaha ia hapus selama satu tahun terakhir.Begitu keluar dari pintu kedatangan di bandara internasional Juanda,Citra Nugroho sama sekali tidak mengira akan menjumpai pria yang akan menikahinya sebentar lagi.Citra berjalan mendekati pria tinggi yang sedang berdiri gagah tidak bergerak sedikit pun, tapi pria itu pasti sudah memberi isyarat karena salah satu dari mobil mobil itu telah berhenti di samping citra dengan pintu terbuka."Masuk ke mobil,citra." Suara dingin anggara menyelubungi tubuh Citra dan membuatnya bergeming. Ia merasa kaku dan tidak dapat menggerakan tubuhnya.Ia seharusnya masuk tanpa ragu, mengikuti keinginan Anggara tanpa ragu karena itulah yang seharusnya di lakukan oleh orang normal.Ia tidak ingin masuk ke mobil bersama A
"Kamu harus menandatangani perjanjian pernikahan."Citra tahu betul arti di balik dari pernyataan tersebut."Aku tidak akan mengambil keuntungan apapun lewat perceraian."tegas Citra merasa didiskriminasi."Kamu telah membeli perkebunan itu secara resmi." Dan dengan melakukan itu, Anggara telah menyelamatkan anin dari pihak bank yang akan melelang perkebunan itu kepada pihak pengembang yang mungkin saja akan merusak perkebunan itu.Citra telah membayarnya dengan harga yang diminta anggara yaitu pernikahan...."Pengacaraku akan membawa berkas berkasnya kerumah besok pagi.""Baik."Citra memang tidak pernah mengejar uang Anggara.Satu satunya yang tidak bisa di tanggungnya adalah kehilangan hak untuk menginjakan kaki di tanah perkebunan itu.Keheningan meliputi dalam mobil tersebut.Sambil menyandarkan kepala,Citra mencoba melenyapkan rasa sakit di hatinya .Ia telah bepisah dengan Andi,bagian kecil yang egois dalam dirinya,yang akan selalu mencintai Andi.Ingin mengatakan kepada anggara unt