"Ladies and gentlemen, selamat datang di surabaya, silakan tetap kenakan sabuk pengaman anda sampai pesawat mendarat dengan sempurna."
Citra terus mengalirkan tatapannya ke punggung buku di pangkuannya. "Terlalu banyak kenangan kenangan yang berusaha ia hapus selama satu tahun terakhir.Begitu keluar dari pintu kedatangan di bandara internasional Juanda,Citra Nugroho sama sekali tidak mengira akan menjumpai pria yang akan menikahinya sebentar lagi.Citra berjalan mendekati pria tinggi yang sedang berdiri gagah tidak bergerak sedikit pun, tapi pria itu pasti sudah memberi isyarat karena salah satu dari mobil mobil itu telah berhenti di samping citra dengan pintu terbuka."Masuk ke mobil,citra." Suara dingin anggara menyelubungi tubuh Citra dan membuatnya bergeming. Ia merasa kaku dan tidak dapat menggerakan tubuhnya.Ia seharusnya masuk tanpa ragu, mengikuti keinginan Anggara tanpa ragu karena itulah yang seharusnya di lakukan oleh orang normal.Ia tidak ingin masuk ke mobil bersama Anggara.Ia tidak ingin berbagi ruang kecil dan tertutup bersama pria itu."Aku mual setelah penerbangan tadi. Aku akan berjalan jalan sebentar di sekitar kota ini sebelum kembali ke hotel." Citra telah memesan kamar hotel kecil di pinggiran kota.Napas mendesis melewati gigi gigi Anggara. "Masuk ke mobil atau aku sendiri yang akan memasukanmu. Jangan coba permalukan aku di depan umum atau kamu akan menyesalinya."Dengan kaki yang masih goyah. Citra mengawasi pria itu mengambil tasnya. Sepanjang tahun yang lalu, citra berhasil membuat dirinya yakin bahwa pernikahannya akan menjadi hubungan bisnis yang bagus, tidak sekalipun ia menganggap bahwa ia akan menjadi seorang istri yang nyata untuk Anggara Dobson....di sentuh dan di miliki dengan cara cara yang penuh keakraban untuk bertahan dalam perjanjian ini.Citra gugup saat anggara duduk di sampingnya. Bersiap siap mengendalikan stir mobil. Memegang kendali. Pria yang tahu apa yang dia inginkan. Dan dengan pasti tahu bagaimana ia menginginkannya, tunangannya bukanlah pria yang bisa diabaikan."Jadi, apa yang telah kamu pelajari di jepang?" Tanya anggara, lama setelah mereka mengaspal.Dengan suara yang terdengar gelisah citra menjawab." Aku sekarang melukis dengan lebih baik.""Kita berdua sudah tahu itu. Itulah alasan utamamu pergi ke jepang.""Betul." Citra memang ingin belajar pada pelukis terkenal takashi murakami. "Maksudku, sekarang aku lebih mahir melukis seperti seorang yang profesional.""Tuan takashi bahkan mendoongku untuk mengirimkan beberapa karyaku ke beberapa galeri." Citra bahkan memberanikan diri mengirimkan lukisannya pada Halim Gunawan, pemilik galeri di Bali yang memiliki jaringan sosial yang sangat baik."Kamu tidak pernah menceritakan hal itu setiap kali aku menelepon."Citra mengangkat bahu, pikirannya melompat kembali pada percakapan percakapan singkat setiap dua kali seminggu itu."Aku ingin menunjukan padamu lukisan sesungguhnya. Lukisan itu seharusnya segera tiba....aku sudah mengirimkannya."Sinar matahari berkilauan menembus rambutnya ketika anggara mengangguk. "Apa kamu akan merindukan jepang?""Tidak." Citra memandang keluar jendela. Mereka sedang melintasi pemandangan perkebunan sayur yang menghijau memasuki kota malang. Mereka akan segera tiba di desa brakseng, surga kecil yang mempesona di balik pegunungan Arjuna dan satu satunya tempat yang benar benar di sebutnya "Rumah"."Aku perlu sebentar meninggalkan tempat ini, tetapi bukan selamanya. Aku kembali untuk menetap."Benarkah?"Menyadari kesinisan dalam nada suara anggara, citra berpaling dari jendela."Pertanyaan macam apa itu? Kita akan segera menikah...kecuali jika kamu bermurah hati berubah pikiran?"Mungkin sebenarnya anggara telah jatuh cinta pada salah seorang wanita wanita yang singgah bergantian ke tempat tidurnya. Tangan citra mengepal saat membayangkan hal itu."Aku siap. "Anggara memutar setir mobilnya mengikuti arah jalan yang berbelok ke kanan. "Kamulah yang aku khawatirkan.""Aku telah berjanji dan telah kembali. Dan aku sudah siap untuk menikah."Terpukul karena kematian ayahnya yang mendadak dan tragedi penyitaan perkebunan milik Nugroho, anin tidak memiliki pilihan kecuali menjadi istri pria yang dapat melindungi tanah milik keluarganya."Andi dan Rosie telah berpisah."Benaknya tidak dapat memahami kalimat itu."Apa? Ku kira beberapa waktu lalu kamu mengatakan Rosie telah mengandung?""Gadis itu memang sedang mengandung dan pacarmu itu telah meninggalkannya dua bulan yang lalu."Wajah citra memucat. "Andi temanku, tidak lebih." Tangan citra mengepal cukup erat untuk siap memukul."Sekarang apa yang akan kamu lakukan?""Yang akan aku lakukan?" Citra terenyak memahani pertanyaan anggara yang seakan menjebaknya.""Kita akan menikah besok. Dan aku ingin itu tidak berubah. Jika kamu ingin mengejar cintamu, sebaiknya kamu mengatakannya sekarang juga kepadaku." Citra menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan keras."Bagaimana mungkin aku membuat keputusan secepat ini.""Dengan cara yang sama seperti pada saat kamu memutuskan menikah denganku dan memintaku membiayai sekolah melukismu di jepang .""Kenapa kamu mengungkit ngungkit hal itu di depanku?" Kamu setuju aku meninggalkan tempat ini selama satu tahun."Wajah anggara membeku dan sudut rahangnya terlihat mengencang. "Jawab pertanyaanku, kamu mau menikah atau tidak?" Kenyataannya, citra tidak mempunyai pilihan lainnya. Jika mundur, ia akan kehilangan tanah perkebunan milik orang tuanya. Kenyataanya Anggara tidak pernah menginginkan tanah itu secara khusus. Satu satunya alasan baginya untuk turun tangan dalam proses penyitaan itu adalah karena citra meminta pertolongannya. Tapi itu tidak mengubah fakta bahwa tanah perkebunan itu milik anggara sekarang, bukan miliknya lagi. Fakta yang tak terbantahkan yang kedua adalah citra juga berutang satu tahun di jepang pada anggara....satu tahun yang begitu di butuhkannya untuk menjadi dewasa. Dan kini memang ia telab dewasa. Meskipun mencintai andi, citra telah membuat janji pada ayahnya pada detik detik ayahnya menghembuskan napas, bahwa ia akan menepati janji itu. Keluarga nugroho akan tetap tinggal di tanah perkebunan itu. "Aku akan menikah denganmu.""Kamu harus menandatangani perjanjian pernikahan."Citra tahu betul arti di balik dari pernyataan tersebut."Aku tidak akan mengambil keuntungan apapun lewat perceraian."tegas Citra merasa didiskriminasi."Kamu telah membeli perkebunan itu secara resmi." Dan dengan melakukan itu, Anggara telah menyelamatkan anin dari pihak bank yang akan melelang perkebunan itu kepada pihak pengembang yang mungkin saja akan merusak perkebunan itu.Citra telah membayarnya dengan harga yang diminta anggara yaitu pernikahan...."Pengacaraku akan membawa berkas berkasnya kerumah besok pagi.""Baik."Citra memang tidak pernah mengejar uang Anggara.Satu satunya yang tidak bisa di tanggungnya adalah kehilangan hak untuk menginjakan kaki di tanah perkebunan itu.Keheningan meliputi dalam mobil tersebut.Sambil menyandarkan kepala,Citra mencoba melenyapkan rasa sakit di hatinya .Ia telah bepisah dengan Andi,bagian kecil yang egois dalam dirinya,yang akan selalu mencintai Andi.Ingin mengatakan kepada anggara unt
Bu ida,juru masak dan pengurus di rumah utama perkebunan Bumi,sedang sibuk dengan urusan dapur saat citra ke lantai bawah sekitar pukul enam esokan paginya."Kenapa kamu baru bangun,sayangku citra?"Si wanita yang lebih tua itu mengecup pipi Citra dengan lembut. Sebagai orang yang mengenal orangtua citra,ia telah mengenal citra lebih lama.citra mengusap wajahnya,kulitnya tergelitik karena air dingin yang ia gunakan untuk membasuh wajahnya.citra menoleh ke arah meja makan."Apa Anggara tidak sarapan?" Citra mencoba tidak memikirkan sikap kasar yang di tunjukkan Anggara atas kelemahannya terhadap pria itu semalam.seharusnya ia tidak kaget.Dalam bisnis,Anggara mempunyai reputasi sebagai lawan yang berkemauan keras dan kompetetif.Mengapa ia harus berharap sikap pria itu akan berbeda sebagai suaminya."Tuan anggara pergi pagi pagi sekali bersama pak Tomi untuk memeriksa peternakan sapi."Jawab bu ida sambil mengamati raut wajah citra."Kelihatannya tuan Anggara tidak sadar bahwa hari ini a
Beberapa jam kemudian.Citra menatap wajahnya didepan cermin,"nona terlihat sangat cantik,calon suami nona pasti sangat beruntung memiliki istri seperti nona,saya saja sebagai seorang wanita sangat menyukai nona",ucap seorang perias wajah yang merias wajah citra."apa kecantikan ini bisa membuat seseorang bahagia?"tanya citra dengan senyum tipisnya.citra berjalan menurunin tangga dengan gaun pengantin putih yang sangat cantik ,bu ida terlihat berjalan dibelakangnya sembari memegangi ekor gaun yang menjuntai panjang kebelakang.citra memeluk bu ida .itu satu satunya cara yang terpikir olehnya untuk menyembunyikan wajah sedihnya.Karena,kali ini ,ia tak mungkin bisa berpura pura tersenyumKakinya mulai memasuki mobil yang sudah disediakan oleh anggara,mobil rolls royce tersebut sudah terparkir sejak subuh didepan halaman,sopir bergegas menuju ke gereja tempat berlangsungnya pernikahan.di sepanjang perjalanan tidak banyak hal yang dipikirkan citra,dia hanya berharap hari ini berjalan d
Acara pemberkatan telah selesai,citra terlihat kebingungan untuk memutuskan apa yang harus di pakainya saat ini.Hanya mengenakan pakaian dalamnya yang berenda,satu satunya penyokong yang bisa ia temukan untuk di kenakan di balik gaun berbahan tipis jelas tidak mungkin.Begitu juga dengan gaun malam yang terlalu terbuka yang menurut citra di hadiahkan padanya dari bu ida yang tersenyum senang penuh arti padanya.Tetapi jika ia hanya mengenakan kaos putih lusuh favoritnya,Anggara mungkin akan berfikir ia sengaja mencoba memancing pertengkaran,mengingkari Anggara maupun peraturan yang secara jelas di nyatakan dalam perjanjian mereka bukanlah ide yang bagus.Citra tidak ragu Anggara cukup kejam hingga akan membatalkan keseluruhan kesepakatan jika citra tidak menjalankan kewajibannya.Karena itulah ia masih berdiri di depan lemari pakaian sambil mempertimbangkan ratusan kali apa yang akan di kenakannya malam ini untuk beristirahat.Akhirnya, citra sama sekali tidak siap ketika mendengar sua
Malam semakin panas Ketika Anggara menciumnya lagi,tangan Citra masih berada di antara tubuh mereka dan terimpit dada Anggara.Kejutan atas sentuhan antara kulit dengan kulit membuatnya tubuhnya bergetar.Tidak ada yang lembut pada diri seorang Anggara Dobson.Pria itu seperti sebuah mesin kokoh yang ramping dan sisi kewanitaan dalam diri Citra hanya dapat memuja pria itu sembunyi dalam hatinya.Ketika Anggara meluncurkan tangan dari rambut ke sepanjang bahu citra,secara naluriah citra memahami permintaan tanpa suara itu.Sambil menurunkan tangannya dari dada anggara ,citra membiarkan pria itu melepaskan jubah kimononya melalui lengannya.Yang membuatnya heran ,Anggara berhenti pada garis dada jubah itu tepat di atas payudaranya.Tangan citra naik responsif,menahan bahan satin itu ke dadanya.Mata anggara berkilat karena penuh gairah ,sama sekali tidak ingin sembunyikannya."Lakukan untukku,citra."Tidak ada yang dapat di lakukan citra saat ini kecuali mengikuti alur permintaan anggara. De
Citra terbangun dari tidurnya,ia merasa sangat malu mendapati dirinya telanjang di balik selimut yang menjadi pelindungnya pada saat ini.Anggara telah menghancurkannya,memuaskan hasratnya dan meninggalkannya tanpa daya.Dan tanpa sadar ia telah memperbolehkan Anggara dengan mudah menguasai tubuhnya.Ia bahkan memohon kepada pria itu.Setelah kabut gairah memudar dan menyingkap realitas,Citra tidak dapat lagi memahami penyerahan dirinya yang begitu lemah.Seharusnya bukan Anggara yang membuatnya merasakan hal ini!Seolah Citra menyerahkan semua hidupnya di tempat tidur itu....menyerah atas cintanya pada Andi pria yang saat ini masih mendiami hatinya.Setiap kali Citra merasakan kenikmatan,seriap kali ia menjerit,Ia telah mengkhianati cinta yang telah hidup di hatinya seumur hidupnya.Dan ia tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi.Anggara bukanlah pria yang akan bisa dicintainya.Ia bahkan tidak yakin apakah ia menyukai pria itu.Selagi meluncur turun dari tempat tidur, Citra menarik benda
Beberapa jam kemudian Citra sudah berada di depan Perkebunan teh keluarga Dobson,dan melihat sekitar lokasi itu dari dalam mobil.Ia yang memaksa berkunjung,tetapi ketika mereka sampai,Citra tidak lagi yakin itu keputusan yang tepat.Jelas sekali dari raut wajah Anggara tidak ingin berada di tempat ini."Apa kamu mau ikut?" Citra bertanya sambil membuka pintu mobil.Anggara membuatnya terkejut dengan menemaninya mengunjungi makam Orangtuanya.Citra tidak tahu harus mengharapkan apa saat ini,terutama karena Anggara telah bersikap begitu diam dan dingin sepanjang perjalanan kembali ke perkebunan Brakseng.Anggara melepaskan sabuk pengaman dan keluar,tanpa sepatah kata pun selagi Citra membuka pintu belakang dan mengeluarkan botol air dan bunga bunga yang ia petik sendiri dari taman belakang rumah.Kemudian Anggara melangkah ke sisinya ketika Citra melangkah menuju sebuah bangunan berpilar tempat peristirahatan terakhir Keluarga Nugroho.Selagi berhenti di depan makam ayahnya citra menawark
Tulang kaki citra terasa lumpuh seketika,ia terduduk di kursi menutupi wajahnya yang dengan kedua telapak tangan.Tetapi itu tidak menghentikan kekacauan pikirannya.Ancaman Anggara membuatnya kaget dan shock,jelas sekali suami barunya itu tidak mempercayai dirinya.Namun Citra masih tidak percaya jika Anggara akan mengancamnya dengan kelemahan terbesarnya.Lahan perkebunan peninggalan ayahnya.Citra tidak akan mampu melihat lahan perkebunan itu akan di jual kepada para pengembang yang mungkin akan merusak semua kenangan yang tersisa di lahan sekaligus rumah orangtuanya.Bagi Anggara mungkin lahan itu tidak sebanding dengan hartanya yang lain,tetapi bagi Citra itu adalah segalanya."Citra...?"Suara bu ida mengejutkannya sehingga citra menurunkan tangannya."Ada apa bu?"Si wanita yang lebih tua itu menatap ekspresi Citra dengan sorot mata khawatir,tetapi tidak memiliki keberanian bertanya apa apa lagi."Ada telepon untuk nak Citra."sambil mengulurkan telepon portable."Terima kasih,bu."Ci