Share

CINTA YANG BERAWAL DARI KEBOHONGAN
CINTA YANG BERAWAL DARI KEBOHONGAN
Penulis: Ede Thaurus

BAB 1

"Emma! Apakah itu kau?" tanya Oliver terkejut.

Emma yang sedang duduk kelelahan di depan sebuah gedung tinggi, segera berdiri begitu menyadari siapa yang sedang memanggilnya.

"Oliver?" sahut Emma dengan wajah merah menahan malu.

"Kapan kau pindah ke kota ini? Apa kau sengaja meninggalkan rumahmu untuk mencari aku?" ejek Oliver sambil menatap Emma dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.

Emma tampak sangat berantakan, dengan kemeja katun yang sudah mulai basah di bagian ketiak dan celana panjang hitam yang sedikit kebesaran. Dia sudah berjalan kaki selama satu jam, keluar masuk gedung-gedung pencakar langit untuk memasukkan lamaran pekerjaan.

Dia hanya ingin beristirahat sebentar sebelum kembali menyusuri jalanan utama kota ini untuk mencari pekerjaan. Namun, nasib buruk menimpanya hingga harus bertemu dengan pria yang paling dia hindari.

Emma segera memasukkan amplop-amplop coklat berisi surat lamarannya ke dalam tas sebelum Oliver melihatnya.

"Besar kepala sekali kau Oliver. Aku sedang menunggu kekasihku. Kami berjanji bertemu disini," jawab Emma sembarangan. 

Dalam hati Emma memaki dirinya sendiri karena telah mengatakan hal yang tidak masuk akal. Tapi tidak mau kehilangan muka di depan pria yang sudah menjadi mantan pacarnya itu.

"Apa kau membawa salah satu kawan kita dari kota kecil itu untuk menemanimu dan memanas-manasiku?" 

Emma hanya mendengus. Sambil menatap ke jalanan di belakang tubuh Oliver seakan-akan menunggu seseorang. Meski dia sendiri tidak percaya dengan apa yang barusan dia katakan. Jangankan kekasih, di kota ini dia sama sekali tidak mengenal seorang priapun.

"Apa kau sungguh-sungguh menunggu seseorang?" tanya Oliver sambil menoleh ke belakang.

"Itu bukan urusanmu. Sebaiknya kau pergi, aku tidak mau kekasihku melihat kita!" perintah Emma dengan kesal dan berharap Oliver benar-benar meninggalkannya.

"Memangnya kenapa kalau dia melihat kita? Lihat dirimu Emma! Apa mungkin pria dengan penampilan sepertiku memiliki perasaan kepada perempuan kampungan sepertimu?"

Oliver memutar tubuhnya dengan bangga. Emma tidak dapat memungkiri penampilannya memang tampak seperti langit dan bumi dengan Oliver. Pria itu memakai jas abu-abu dengan celana senada, kemeja dan dasi yang serasi dengan jasnya. Bahkan sepatu kulitnya tampak mengkilat, Emma menduga sepatu itu pasti mahal.

"Tapi dulu kau mengerjar-ngejar aku! Kau bahkan rela melakukan apapun agar aku mau menjadi kekasihmu!" bentak Emma yang tidak terima dengan hinaan Oliver.

"Ayolah Emma, kau juga tahu saat itu semua pria di kota kecil itu mengejarmu karena tidak punya pilihan. Haha!" 

Oliver tertawa sangat keras hingga beberapa orang yang lewat menatapnya. Rasanya Emma ingin memukul kepala Oliver dengan batang kayu, kalau saja dia tidak memikirkan masa depannya.

"Jadi mana kekasihmu itu? Mengapa belum datang juga? Aku penasaran pria seperti apa yang mau menjadi kekasihmu?" lanjut Oliver sambil melirik jam tangan mewahnya.

"Itu bukan urusanmu. Kalau kau tidak mau pergi. Aku yang pergi!" bentak Emma sambil berjalan dengan cepat.

Tiba-tiba seseorang menarik tangan Emma dengan keras.

"Emma!" seru seorang wanita dengan nada terkejut.

Emma segera membalikkan tubuhnya. Dia mengenali suara itu. 

"Jessica! Ternyata ... kalian masih berhubungan," ucap Emma dengan suara bergetar menahan emosi yang membuncah.

"Tentu saja sepupuku sayang. Apa kau pikir aku juga akan bernasib sama denganmu? Aku berbeda denganmu, tentu saja Oliver akan terus bertahan disisiku," jawab Jessica dengan senyum sinis.

"Kalau begitu selamat untuk kalian berdua. Aku permisi."

"Tunggu dulu! Aku turut berduka cita untuk kepergian bibi. Maaf hanya papa yang datang, kami tidak bisa datang karena sibuk."

Emma mengangguk dengan enggan. Ucapan Jessica membuat dadanya sakit. Dia jadi teringat ibunya yang meninggal sebulan yang lalu.

Emma hanya memiliki ibunya, ayahnya meninggal ketika dia baru berusia 5 tahun. Sebulan yang lalu, sehari setelah ulang tahun Emma yang ke 24, ibunya meninggal karena serangan jantung. 

"Oh iya sayang, Emma sedang menunggu kekasihnya. Apa kau tidak penasaran?" tanya Oliver sambil merangkul pinggang Jessica.

"Tentu saja penasaran. Emma, kau harus memperkenalkan kekasihmu kepada kami," pinta Jessica sambil mengelus tangan Oliver.

Emma benar-benar muak melihat kemesraan kedua orang pengkhianat itu. Kalau bukan karena pamannya yang banyak membantu kehidupan Emma dan ibunya, mungkin Emma sudah memutuskan hubungan keluarga dengan Jessica.

Semua bermula dua tahun yang lalu. Saat itu Emma sudah berpacaran selama setahun dengan Oliver. Mereka terkenal sebagai pasangan paling ideal di kota kecil bernama Calamba. Emma, gadis tercantik di seluruh Calamba dan Oliver anak pengusaha kaya yang juga pejabat di kota itu.

Jessica datang ke Calamba bersama adik dan kedua orangtuanya untuk berlibur sekaligus mengunjungi keluarga Emma. Namun, Emma sama sekali tidak menyangka kalau kedatangan Jessica saat itu, akan mengubah kehidupannya. 

Emma menemukan Jessica dan Oliver sedang bercumbu di halaman belakang rumah Oliver. Lalu tanpa perasaan bersalah Oliver mengakhiri hubungannya dengan Emma di depan Jessica. Emma yang sangat terpukul mengadukan semuanya kepada ibunya. Dia berencana mengadukannya juga kepada sang paman, tapi ibunya melarang karena khawatir dengan kesehatan sang paman.

Emma yang sangat mencintai Oliver mencoba untuk memaafkan pria itu dan berpikir itu hanya kesilapan semata. Setelah Jessica kembali ke ibukota dia mendatangi Oliver dan mengajaknya kembali bersatu.

"Aku akan berangkat ke ibukota minggu depan dan bekerja di perusahaan milik teman ayahku. Aku tidak mau lagi berpisah dengan Jessica karena aku yakin dialah jodohku," jawab Oliver saat itu.

Emma memohon agar Oliver tetap tinggal, namun Oliver terus menolak bahkan memaki dan menghina Emma tanpa mengingat hubungan mereka selama ini.

Emma sempat mengurung diri selama berbulan-bulan karena putus asa. Sebelum akhirnya sang ibu terkena serangan jantung pertamanya. Saat itulah mata Emma terbuka, Oliver sama sekali tidak ada artinya dibandingkan dengan ibunya. Cintanya yang dalam berubah menjadi kebencian yang besar.

Emma mulai bangkit dan melupakan Oliver. Dia bekerja keras, agar ibunya tidak perlu bekerja dan kelelahan. Emma juga berusaha keras meningkatkan kualitas dirinya dengan berbagai kegiatan.

"Hei! Kenapa melamun? Apa kau iri melihat keromantisan kekasihku ini?" seru Jessica mengangetkan Emma.

"Jadi mana kekasihmu? Atau jangan-jangan kau berbohong?" ejek Oliver sambil sesekali menatap mesra kekasihnya.

Emma menghela napas dalam, memikirkan bagaimana caranya melarikan diri dari kebohongannya sendiri. Tiba-tiba matanya bercahaya lalu dia mengangkat tangannya dengan bersemangat.

"Di sini!" seru Emma kepada seorang pria tinggi yang memakai kemeja flanel kotak-kotak. 

Pria yang baru saja keluar dari salah satu restoran di seberang jalan tempat Emma, Oliver dan Jessica berdiri itu tampak bingung.

"Tunggu sebentar," ucap Emma sambil tersenyum lalu segera menyeberang dan menemui pria itu.

"Hai, aku Emma. Aku mohon tolong bantu aku kali ini saja. Aku akan melakukan apapun yang kau minta sebagai bayarannnya," ucap Emma cepat.

Pria itu memandang Emma dengan heran lalu melihat Jessica dan Oliver yang sedang menatap mereka dari seberang jalan.

"Bantuan? Apa mereka menyakitimu?" tanya pria itu dengan suara bas yang dalam.

Tanpa basa-basi, Emma langsung menarik tangan pria itu dan mereka menyeberang dengan terburu-buru. Pria itu mengikuti Emma dengan patuh meski kebingungan.

"Oliver," ucap Oliver sambil mengulurkan tangannya ke arah pria itu begitu mereka berhadapan.

"Ethan," jawab pria itu dengan tegas lalu menjabat tangan Oliver.

"Apa kau benar-benar kekasih Emma?" tanya Jessica sambil menatap Ethan tidak percaya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status