Share

Satu Hari Bersamanya

Setelah kejadian kemarin, ia tidak menceritakan apapun tentang kondisinya pada kedua orang tuanya supaya mereka tidak khawatir dan tidak melarangnya untuk bertemu dengan Ardana lagi. Lagipula, semua itu terjadi memang bukanlah kesalahan dari Ardana, tetapi Tuhan lah yang sudah mengatur semuanya untuk Karina. Ardana juga tidak mengatakan apapun padanya setelah ia mengatakan kalau hal itu sudah sering terjadi padanya. Entah sampai kapan ia akan terus menyembunyikan hal itu dari Ardana, tetapi hal itu pasti akan terbongkar juga.

Seperti biasa, jika kembalinya hari senin, Karina harus belajar dengan guru yang datang ke rumahnya untuk mengajarnya pelajaran yang juga dipelajari oleh sekolah umum. Sekarang sudah jam 9 pagi, ia sedang duduk di ruang tamu sambil mengerjakan soal-soal yang telah diberikan oleh guru privatnya. Karina terlihat sangat fokus, tentu saja, karena mata pelajaran yang sedang ia pelajari adalah mata pelajaran fisika. Baginya, mata pelajaran itu sangat membuat kepalanya pusing, ia tidak pernah bisa mengerti dengan semua rumus-rumus dan logikanya ilmu fisika dengan kehidupan.

“Ini gimana lagi nyelesainnya, susah banget!” gumamnya dengan nada pelan.

Ibu gurunya terus memperhatikannya, “Ada apa, Rin? Kamu bisa ngerjainnya, kan?” tanya ibu guru itu dengan nada lembut.

Karina tersenyum kecil, “Iya, bu. Karina bisa kok, agak gak ngerti dikit aja tadi.”

Ping! Ping! Ping! Suara dering ponselnya terdengar jelas karena ia letakkan di atas meja.

Ia panik. Ibu gurunya itu mengambil ponselnya dan melihat siapa yang mengirim pesan pada saat Karina sedang di jam belajarnya. Karina sudah menebak kalau itu pasti adalah Ardana, dan tebakannya benar.

Ibu guru itu meletakkan kembali ponsel Karina di atas meja, ia menatap Karina dengan serius, “Teman kamu ya? Namanya Ardana. Perasaan saya, kamu tidak punya teman dengan nama itu, apa teman baru?” tanya ibu itu dengan wajah penasaran.

Karina mengambil perlahan-lahan ponselnya, “Hehe, iya, bu. Dia teman, Rin. Anak SMA AGM, dia seumuran sama saya.”

“Emm, cowok, kan?”

“I-iya, bu. Ardana itu cowok, memangnya kenapa?”

“Ya, gak kenapa-napa sih, cuman pengen tahu aja. Udah deh, selesaikan dulu tuh kuisnya baru kamu boleh bales chatnya si Ardana itu!”

Karina mengangguk lalu kembali menulis, “Iya, bu. Sebentar lagi kuisnya siap kok.”

Ponselnya terus berbunyi karena ia belum menjawab chat dari Ardana, sehingga Ardana terus melakukan spam chat untuk memastikannya masih aktif.

“Aduh, ni si Ardana napa sih? Kan udah dibilangin hari ini dari jam 8 sampe jam 10 aku harus belajar dulu, kenapa malah ngechat?!” gumamnya dalam hati.

Walau tak mengerti dengan kuis yang sedang ia kerjakan, Karina tetap mencoba menjawab dengan kemampuan seadanya saja supaya dia bisa cepat membalas chat dari Ardana dan membuatnya tidak melakukan spam chat lagi sampai jam 10 nanti.

Karina berhenti menulis lalu menyerahkan buku tulisnya pada ibu guru yang sudah menunggunya selesai mengerjakan soal itu, “Bu, saya sudah selesaikan kuisnya.”

“Oke, kamu boleh buka hp sebentar aja, terus kita bakal lanjut materi lagi. Ibu mau periksa ini dulu!” balas ibu guru dengan nada pelan.

“Siap, bu, terima kasih.”

Dengan segera ia membuka ponselnya dan melihat isi spam chat dari Ardana yang sudah lebih 30 pesan belum terbaca itu.

Ardana

Ping!

Ping!

Rin, Karinaaa

Bales, oi!

Penting nih, jawab dong.

Hei, marah ya sama aku?

Jangan gitu dong, Rin. Emang aku salah apa sih? Aku buat kamu marah karena kemarin kacangin kamu di depan teman-teman aku, ya?

Maaf deh, i’m sorry! So sorry!

Kalau ngambek terus entar cantiknya hilang loh, gak boleh gitu, Rin!

Rin

Balas dong, please!???

Jangan ngambek gitu, kalau gini aku bolos aja deh?

...........

Membaca chat dari Ardana yang salah paham dengannya, ia jadi tertawa dan tidak bisa memikirkan jawaban apa yang harus ia balas pada Ardana. Sampai ibu guru yang mengajar Karina juga sangat merasa heran dengan sikap Karina yang tiba-tiba tertawa sendiri sambil menatap layar ponselnya itu.

“Haha, ni anak kenapa sih sebenernya? Aku gak ada ngambek, ngambek Cuma gara-gara itu? Kayak bocah banget, gak kalilah!” batinnya.

Ia pun membalas chat Ardana sambil menahan tawanya.

Anda

Astaga, Ardana!!!

Gak ada kerjaan tahu gak spam-spam kayak gini. Kamu lupa ya, aku kan udah bilang setiap senin-jumat aku bakal sekolah kayak kamu juga.

Dari jam 8 pagi sampai jam 10 pagi. Dasar pelupa nih, Ardana!

Ardana

Oh, iya. Lupa, cuy. Wkwkwk, maap-maap!

Lagian kamu juga ngasih tahunya pas orang lagi setengah sadar gitu sih, lain kali kasih tahunya pas aku 100% sadar dong, Rin.

Btw, jadi kamu sekarang lagi belajar nih?

Anda

Iya, kamu kan emang pelupa. Bukan karena kamu panik atau apapun, kamu emang PELUPA!

Iya, nih. Aku lagi jawab soal kuis fisika tadi, tapi sekarang udah siap kok.

Ardana

Wah, soal fisika? Kalau kamu gak ngerti tanya ke aku aja, entar aku bantuin!

Yaudah, deh. Ni udah mau masuk mapel baru, nanti lagi, Rin.

See you :)

Anda

Emm, oke. Sampai nanti, Ardana.

Setelah percakapannya dengan Ardana selesai, ia meletakkan kembali ponselnya di atas meja dan kembali membuka buku-buku fisika miliknya. Ibu gurunya masih memeriksa hasil kuis yang ia jawab tadi, terlihat di wajah bu gurunya sedang kebingungan dengan apa yang ditulis oleh Karina untuk menjawab soal yang diberikannya itu.

“Karina, kamu coba baca bab 3 dulu ya! Nanti ibu jelasin materinya, yang penting kamu baca aja dulu,” perintah ibu guru sambil fokus memeriksa jawaban Karina tadi.

Karina mengangguk dengan semangat, “Oke, siap, bu.” Ia langsung membuka buku yang diperintahkan dan membaca materi yang disuruh oleh gurunya itu.

1 jam kemudian, pelajarannya selesai. Karina mengantar ibu gurunya sampai di depan pintu, setelah itu ia bisa kembali melakukan aktivitas biasanya.

Ping!

Ia langsung membuka ponsel, ternyata Ardana mengirim pesan lagi padanya.

Ardana

Rin, nanti sore aku ke rumah kamu, ya?

Anda

Emm, iya deh, boleh. Untungnya sekarang lagi ada bibi di rumah, jadi ada yang ngawasin, bukan cuman kita berdua aja nanti.

Ardana

Oke, nanti aku kesana, ya! Bye, Rin.

“Sambil nunggu sore, ngapain ya??” Karina kebingungan apa yang harus ia lakukan selagi menunggu sore tiba. Biasanya, ia akan langsung kepikiran menulis puisi, tetapi sepertinya ia sedang bosan dengan kegiatan itu.

Saat berpikir, bibi yang mengurus semua urusan rumahnya baru saja lewat di depannya. Ia pun kepikiran satu ide, lalu segera menyusul bibi itu untuk meminta bantuan.

“Bibi! Bisa bantu, Rin?” tanya Karina, ia langsung berdiri di depan bibinya itu.

Bibi itu menatapnya kebingungan, “Ah, iya, non? Non, Rin, mau minta bantu apa?”

Karina mendekatkan bibirnya ke telinga bibi itu, “Bibi bantuin aku buat makanan, soalnya nanti bakal ada temanku yang datang. Mau gak?”

Bibi itu mengangguk, “Oh, gitu? Iya, bibi bakal bantu kok.”

Karena bibinya sudah setuju akan membantunya memasak sesuatu untuk Ardana, mereka pun bergegas ke dapur dan mengeluarkan semua bahan-bahan yang ada di dalam kulkas untuk membuat apa saja yang bisa dibuat.

Selama ini, Karina tak pernah membantu untuk pekerjaan yang ada di dapur, ia selalu dilarang melakukan hal itu karena orang tuanya takut ia akan terluka pada saat memotong sayuran atau buah-buahan. Makanya, Karina selalu berkeliaran di kamarnya, lalu di ruang keluarga untuk menonton tv saat bosan, lalu pada sore hari ia akan menyirami bunga-bunga yang ada di taman belakang rumahnya, tak jarang ia juga sering main selang air di sana.

Bermenit-menit berlalu, Karina dan bibinya itu masih sibuk di dapur, sudah ada beberapa makanan yang sudah siap, tetapi ia merasa akan kurang untuk dia dan Ardana nanti.

Ia tiba-tiba ingat dengan ayah dan ibunya, “Oh, iya. Bibi tahu gak, ayah sama ibu kapan baliknya? Malam lagi, kah?” tanya Karina sambil membersihkan gelas yang akan digunakan.

“Oh, nyonya sama tuan pulangnya larut banget nanti. Bibi disuruh jagain non sampai mereka pulang, baru bibi juga bisa pulang ke rumah,” jawab bibi itu dengan nada pelan.

Karina mengangguk pelan, “Oh, baguslah. Daripada ibu di rumah terus, cuman nelfonin temennya, gak pernah merhatiin aku, lebih baik gak usah ada di rumah seharian.

“Non, Rin, gak boleh bilang gitu! Nyonya kan ibunya non Karina, gak ada orang tua yang gak sayang sama anaknya. Mungkin, nyonya sedang bingung dengan sikapnya, ia harus menghadapi cobaan,” ucap bibi panjang lebar.

Karina tersadar, kalau yang dikatakan oleh bibinya itu benar. Tidak ada orang tua yang mau membuat anak-anaknya sengsara, mereka ingin membahagiakan anaknya, tetapi kadang tanpa mereka sadari, mereka melakukan kesalahan yang malah membuat anak-anak mereka akan merasakan kesengsaraan atas keegoisan itu.

Beberapa jam kemudian ......

Tak terasa hari sudah jam 3 sore, ia langsung bergegas menunggu di depan pintu utama. Karina sudah tidak sabar menunggu kedatangan Ardana, si tampan yang humoris dan penuh perhatian itu. Ia berdiri seperti anak kecil yang sedang menunggu ayahnya pulang, wajahnya sangat berseri-seri, pipinya memerah seperti buah tomat.

“Mana pangerannya? Belum datang juga, ya,” bibinya menggoda Karina. Ia berbisik dari belakang tubuh Karina, sementara Karina fokus melihat ke depan, sehingga membuatnya terkejut.

Karina mengelus dadanya, “Aduh, bibi! Untung Karina gak jantungan, kalau jantungan gimana?”

Bibi tersenyum lebar, “Hihi, iya, non. Bibi minta maaf, ya! Yaudah, bibi ke dapur dulu, pantengin terus, non!”

Karina terus digodain oleh bibinya, tapi ia malah kesal, karena tidak bisanya bibinya akan bersikap penasaran seperti itu dengan teman yang akan datang ke rumahnya, “Ish, aneh banget. Biasanya gak kepo kayak gitu, biasanya bilang ‘iya-iya, non’ sekarang udah bisa nyindir-nyindir nih.”

BERSAMBUNG.....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status