Share

Tugas Pelayan

Malam itu gemuruh hujan kembali menyapa belahan dunia lain. Petir yang selalu enggan alpa, menghantam tiang listrik di ujung kota. Sehingga menyebabkan kegelapan di seluruh pelosok. Tak terkecuali kastil Mark.

Namun, orang kaya sepertinya tentu saja menyiapkan persediaan khusus bila siatuasi seperti ini akan terjadi. Mark merupakan orang terkaya di kota tersebut. Tentu mudah baginya untuk mendapatkan apa yang tidak dimiliki rakyat jelata.

Bahkan jika mau, ia bisa saja membeli seluruh pemukiman warga. "Duduklah, kau akan tahu tugasmu apa saja," titah Mark kepada Maria yang saat ini berdiri meremas kesepuluh jemarinya.

Jemari lentik itu berkeringat sejak tadi. Takut bila Mark memintanya untuk menjadi budak ranjang. "Bacalah ini." Mark menyodorkan secarik kertas kepada Maria.

"Apa ini?" tanya gadis itu.

"Walau kau miskin, setidaknya kau tidak buta huruf." Lidah Mark memang terkesan tajam. Kata-katanya kerap melukai perasaan. Seluruh pelayan di kastil itu tahu karakter pria tersebut. Maka tak jarang mereka mendapat umpatan bila yang terjadi tidak sesuai dengan ekspektasi.

Maria berdesis kesal, mencibir pria berlesung pipi tersebut. Diambilnya kertas tadi, lalu dibaca dengan cermat.

"Ha? Kau ingin aku menemanimu tidur setiap malam? Apa kau sudah gila? Bukankah kau tidak suka gadis remaja? Lalu mengapa sekarang kau membuat peraturan seperti ini?!" Emosi Maria seketika meledak tatkala membaca salah satu poin tugasnya adalah menjadi partner tidur Mark.

Mendadak gadis itu melupakan rasa hormatnya. Ia tak lagi menyebut Mark dengan kata 'Anda' melainkan 'Kamu'.

"Apa aku memintamu untuk menjadi istriku?" Bukan Mark namanya bila tak memiliki jawaban.

"Aku lebih baik menjadi istrimu ketimbang harus menjadi budak tempat tidur?" jawab Maria dengan kesalnya.

Mark pun berdecak, "Sayangnya aku tidak bersedia untuk menjadikanmu sebagai istri!" sarkas pria tersebut. Sehingga membuat Maria semakin marah.

"Sebenarnya apa maksudmu? Bukankah kau telah membayarku mahal? Lalu mengapa kau tidak menikahiku sekalian agar uang yang kau keluarkan tidak menjadi sia-sia. Dengan menjadikanku sebagai partner tidur, bukankah tak akan membuat uangmu kembali?" balas Maria tak mau kalah.

"Lantas, apakah dengan menjadikanmu sebagai istriku akan mengembalikan uangku?" Kali ini Maria terdiam. Tak ada sepata katapun yang keluar dari bibir tipisnya.

Maria memutar otak, mencari jawaban yang sekiranya dapat membungkam mulut Mark. Sayangnya pria itu tidak dalam posisi salah. Dia justru memberinya tempat tinggal. Sialnya, posisi yang didapat bukanlah hal main-main. Melainkan menjadi teman tidur setiap waktu. Bukankah Maria terkesan seperti gadis murahan?

"Dengan kau menjadikanku istrimu, setidaknya aku tidak menganggap diriku sebagai gadis murahan. Aku akan lebih berani menatap dunia bila menjadi istri seseorang. Namun, hanya menjadi partner tidurmu, kau telah melukai harga diriku," lirih Maria setelah beberapa saat diam.

Gadis itu tertunduk lesu. Ada cairan bening di ujung netra coklatnya. "Bukankah sejak awal kau tidak mempunyai harga diri? Jika tidak, kau tidak akan berakhir bersama pria brengsek seperti Richard," balas Mark tetap pada pendiriannya.

Dalam hati Maria membenarkan ucapan Mark. Jika ia lebih berhati-hati sebelumnya, maka ia tidak akan berakhir di kastil tua itu.

Ia tidak akan mengenal sosok pria seperti Richard dan Mark. Hanya keluarga dan teman sebaya yang menemani hari-harinya.

"Baiklah, aku tidak butuh persetujuan darimu. Jadi, patuhi perintahku dan jangan membuatku marah. Atau kau akan menanggung akibatnya." Entah apa yang sedang direncanakan pria tersebut. Di satu sisi ia mengistimewakan Maria ketimbang para pelayan lainnya.

Namun, di sisi lain kedudukan gadis itu justru terkesan rendah. Kini air mata Maria tak terbendung lagi. Ia pun menangis tersedu-sedu di depan Mark.

"Aku tidak mau menjadi teman tidurmu. Tolong nikahi aku. Aku janji tidak akan menuntut apapun darimu. Jika kau hanya menjadikanku sebagai budak seks, lalu apa yang akan dikatakan orangtuaku nanti bila mengetahuinya? Mereka tidak akan mengakuiku lagi sebagai anak. Mereka akan membuangku." Maria memohon kepada Mark.

Sedangkan pria itu hanya berdecak tak perduli. Mark seolah tak memiliki nurani. "Bukankah kau harus menepati janjimu, bahwa kau tidak menyukai gadis belia sepertiku? Kau pun bukan pedofil, dan kau adalah pria normal. Aku mohon jangan jadikan aku teman tidurmu. Nikahi saja aku, aku mohon." Maria mengiba, memohon kebijakan dari Mark, pria yang disangkanya berbeda dari Richard.

"Berhenti mengeluh, aku benci wanita cengeng sepertimu!" tukas Mark, menghardik Maria.

"Aku mohon," lirih Maria, memelas belas kasih seorang Mark.

"Dengarkan aku baik-baik, aku tidak suka terikat pada dunia pernikahan. Aku tidak percaya pada hal-hal seperti itu. Dan satu lagi, aku sangat benci wanita rapuh sepertimu. Jadi, berhentilah merengek padaku, atau kau akan ku telanjangi sekarang juga!" sarkas Mark mulai meninggikan suara.

"Aku mohon." Lagi-lagi Maria memelas kepada Mark. Tak mau menyerah begitu saja. Setidaknya pria itu masih mempunyai hati.

"Mulai malam ini, tepatnya pukul sembilan kau harus ada di ranjangku. Jangan kemana-mana sebelum aku meminta!" Sayangnya, tak mudah mengubah pendirian Mark. Tekad pria tersebut telah bulat.

"Bukankah aku mempunyai kamar sendiri? Lalu untuk apa aku tidur bersamamu?" Maria tak habis pikir pada Mark yang begitu rumit.

"Aku membawamu kemari bukan untuk mencercaku dengan berbagai macam pertanyaan. Cukup layani aku sebagaimana kesepakatan kita. Atau aku akan melemparmu ke kandang singa Richard. Dengar, aku tidak pernah main-main dengan ucapanku!" Mark berdiri, menghardik gadis tersebut. Kali ini Maria bungkam. Hanya menuruti perkataannya.

Meski hati berkecamuk, Maria tidak mempunyai pilihan lain. Kini ia harus menjadi partner ranjang pria asing yang usianya jauh lebih tua darinya.

Maria yang baru berusia sembilan belas tahun. Sedangkan Mark berusia tiga puluh enam tahun. Perbedaan itu membuatnya merasa aneh sekaligus canggung.

Andai mereka saling mencintai, mungkin saja jarak usia tak akan menjadi penghalang. Faktanya adalah baik Maria maupun Mark, mereka sama-sama tidak saling mencintai.

Mark membutuhkan wanita tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan batinia. Sementara Maria terpaksa menerima tawaran Mark ketimbang harus menjadi budak Richard. Yang mana ia harus melayani pria berbeda setiap hari.

Tok! Tok!

Suara ketukan pintu menghentikan percakapan keduanya. "Masuk!" titah Mark.

"Tuan, makan malam sudah siap." Seorang pelayan wanita memberi informasi.

"Bawa kesini!" sahut pria itu.

Tugas awal Maria adalah menemani Mark makan malam. "Kau mau kemana?" Sayangnya Maria tak peka. Dikiranya Mark hendak makan seorang diri. Sedangkan ia harus makan malam bersama para pelayan lain di lantai bawah.

"Bukankah Anda harus makan malam? Aku akan membantu mereka menyiapkannya untukmu, Tuan, " jawab Maria.

"Aku menggaji mereka bukan untuk kau bantu. Biarkan mereka membawanya untukku. kau tunggulah di sini." Maria mengangguk, menuruti perintah Mark. Walau bagaimanapun juga lelaki berbaju biru navi itu adalah bosnya.

Sepuluh menit kemudian, menu makan malam pun tersaji. Ada dua piring yang tersedia. Sehingga membuat Maria bingung. Apakah pria itu hendak menyantap keduanya sekaligus? pikir gadis tersebut.

"Mengapa hanya berdiri saja? Duduklah. Ini adalah tugasmu yang pertama sebagai pelayanku," ungkap Mark sembari memotong stik miliknya.

Tanpa berkata lagi, Maria duduk berhadapan dengan Mark. Menemaninya makan malam, meski tak tahu bagaimana caranya memotong daging.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status