Share

Hampir tertangkap!

Arleta berjalan gontai melangkah masuk kedalam rumah. Menjatuhkan bobotnya di kursi usang yang ada di ruang tamu.

Arleta menyandarkan punggung di sandaran kursi, berkali-kali Arleta menarik nafas panjang, kemudian menghembuskan dengan perlahan.

Hal itu Arleta lakukan untuk menetralisir rasa sesak di dalam dada.

" Huhf. Sial bener hari ini, padahal aku sudah berharap bisa dapat gaji yang lumayan,tapi itu hanya mimpi saja! Sekarang bagaimana aku mendapatkan uang!" keluh Arleta.

" Kenapa orang  tadi sombong banget, kesalahan aku yang tak seberapa tapi aku pria menyebalkan itu bisa membuat aku dipecat saja. Ck! Menyebalkan!" umpat Arleta kembali.

Di balik Arleta  itu merasa sangat sedih dengan apa dialaminya. Tapi walau bagaimana? Arleta meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak boleh menyerah dengan keadaan.

Brak!

Brak!

Arleta terlonjak kaget, saat pintu rumahnya diketuk dengan kasar.

Arleta segera bersembunyi di bawah kolong ranjang miliknya.

Tubuhnya bergetar hebat, saking takutnya. Arleta tau siapa yang ada di balik pintu.

“Bagaimana ini! Tidak! Aku tidak ingin menikah dengan pria tua bangka, itu! Tapi bagaimana caranya aku mendapatkan uang.” 

Brak!

Brak!

“Arleta buka pintunya! Saya tahu kamu ada di dalam!”  pria tua yang terkenal dengan bos rentenir itu teriak marah di deoan pintu rumah gubuk Arleta.

Arleta menggeleng, Arleta membekap mulutnya sendiri agar tidak bersuara.

“Arleta! Keluar!”

“Kalau tidak! Aku akan pastikan anak buahku yang akan menyeretmu kemari! Atau kau ingin aku sendiri yang menjemputmu sayang!” ucapnya.

Arleta bergidik ngeri mendengar teriakan-teriakan yang ditujukan untuknya.

Arleta tetap bertahan, memilih tetap  bersembunyi.

Brak!

Terdengar pintu di dobrak.

Arleta semakin ketakutan, dia memeluk tubuh kecilnya, membekap mulut agar tidak bersuara. Arleta mencoba diam dalam ketakutan, matanya tertutup rapat. Hanya telinga yang Arleta gunakan, untuk mendengar apa yang akan terjadi selanjutnya.

‘Tuhan! Tolong! Tolong selamatkan aku dari pria tua bangka, biadab itu!’

‘Ayah! Apa salah Leta yah? Tolong! Leta takut yah’ Leta hanya mampu menjerit dalam hati. Arleta menagis dalam diam.

Terdengar derap langkah mendekat. Sepertinya bukan hanya satu orang yang menggeledah rumah Arleta.

Karena terdengar dari suara langkah kaki mereka yang seprtinya, ada yang melangkah ke dapur dan ke dalam kamarnya.

Sedangkan Arleta bersembunyi di kamar kedua, yang biasa di gunakan ayahnya semasa hidup.

“Di dapur, tidak ada bos!” teriak seseorang.

“Di sini juga ada bos!” sahut yang lain.

“Bodoh! Cari yang benar! Menangkap perempuan saja tidak becus!”  terdengar bentakan dari si tua bangka.

“Cari yang benar! Cari dia sampai ke dalam lubang semut sekalipun!” titahnya.

“Baik bos!”.kedua preman itu menjawab secara bersamaan.

“Kamar ini belum kamu periksa bos.” ucap salah satu dari mereka.

“Bodoh! Terus kenapa masih berdiri di situ hah!”

‘Bagaimana ini?’ 

Jika mereka masuk, bisa di pastika mereka akan menemukan Alana.

kriet!

Pintu terbuka, Arleta memejamkan mata rapat-rapat.

“Cepat cari! Bos bisa marah nanti!” titah salah satu dari merek.

Langkah kaki terdengar, mendekati lemari.

Kriet!

Brak!

Pintu lemari terdengar di buka dengan kencang.

“Disini tidak ada!” teriaknya.

“Disini juga tidak ada!” terdengar sahutan dari rekannya. 

Arleta sempat mengintip, di balik jari-jari tangannya. Terlihat kaki kedua orang preman itu berhenti tepat di samping ranjang.

 

“Sial! Kemana sebenarnya gadis itu? Ah! Menyusahkan saja!

“Bos. Akan marah jika kita tidak mendapatkannya!”

Keduanya saling tatap, lalu tersenyum. Masing-masing dari mereka melirik ranjang yang ada di belakang mereka. 

Kedua preman itu berkomunikasi lewat bahasa tubuh.

Terdengar langkah kaki berjalan ke sebelah sana, dan yang satu masih di sebelah sini.

Jantung Arleta benar-benar ingin meledak saat ini juga. Rasa takut yang teramat membuatnya hanya mampu menahan isakan agar tidak terdengar oleh mereka.

“Arleta! Arleta! Ayolah, keluar . Atau mau abang saja yang keluarkan?”

“Ayolah sayang. Menurutlah pada abang. Abang tahu loh! Dimana Arleta. Ayolah, kita kerjasama, abang gak kan bilang sama si bos asal Arleta mau bersenang-senang dengan kita berdua. Bagaimana?” tanyanya dengan pelan, namun terasa sangat mengancam untuk Arleta.

Arleta menggeleng lemah.

Arletaa rasa hari ini adalah hari terakhirnya, jika dirinya saat ini tertangkap. Arleta sudah memutuskan, apapun caranya nanti.

Arleta tidak ingin melanjutkan hidupnya lagi.

‘Ayah! Leta akan menyusul ayah nanti! Tunggu! Tunggu yah, Leta akan temani ayah nanti.’

Brak!

“Sepertinya Arleta ini suka kali dengan, petak umpet. Bila macam itu, mari kita tangkap saja bang!”

“Kau benar! Mari kita tangkap bersama!”

“Satu!”

“Dua!”

“Ti..”

Baru sja keduanya akan menengok bawah ranjang, teriakan pria tua bangka itu kembali terdengar.

“Kalian berdua! Kemari!”  teriaknya, memanggil kedua anak buah peremannya.

Keduanya kembali berdiri, “Ayo. Si bos udah manggik itu! Bisa kena semprot nanti kita.” ajak salah satu dari mereka.

“Ayo!” jawabnya. Kemudian terdengar langkah kaki yang menjauh.

Huft!

Arleta bernafas lega saat kedua preman itu pergi menjauh dari kamar ini.

Terdengar dari depan kedua  preman itu, kena marah si tua bangka!, setelah itu terdengar suara langkah kaki menjauh. 

Walau saat ini Arleta bisa terbebas dari rentenir itu, namun Arleta harus tetap waspada.

Arleta sangat yakin, jika mereka akan  kembali kemari, jika Arleta tidak segera membayar hutangnya.

Perlahan Arleta bergerak mundur, lalu segera keluar dari persembunyiannya.

Setelah berhasil keluar, Arleta bangkit, lalu mendudukan tubuhnya di atas ranjang.

“Syukurlah! Aku tidak tertangkap oleh mereka.” ucap Arleta bernafas lega.

Arleta bergidik ngeri membayangkan, jika harus menikah dengan tua bangka. Yang umurnya saja hampir sama dengan ayah Arleta.

“Dasar pria tua bangka tidak inget umur! Sudah tua! Istri juga sudah empat, masih saja! Mencari mangsa gadis abg.”

“Hih!” bahu Arleta bergetar sanging ngerinya.

Lalu mata Arleta menyusur keadaan sekeliling, matanya, tertuju pada  pintu lemari yang sudah rusak, akibat dibanting keras tadi.

“Astaga! Pintunya lemarinya jadi rusak seperti itu!”

“Dasar manusia-manusia tidak punya hati! Masuk rumah orang maksa! Ngerusak pula!”

“Huh! Nasib si miskin, begini amat ya tuhan!”.keluh Arleta. 

Arleta bangkit, dengan mengendap Arleta berjalan, tiba di pintu kamar, dia mengeluarkan kepalanya sedikit, untuk mengintip. Setelah memastikan aman, Arleta segera berlari menuju pintu depan, lalu menarik pintu kemudian menutupnya.

Untung saja pintunya tidak ikut di rusak juga.  Kalau rusak, bagaimana pula Arleta akan membenarkannya.

Pintu berhasil ditutup, Arleta segera menguncinya kembali. Setelah itu Arleta langsung berlari menuju kamarnya.

Rasa lapar yang tadi sempat hinggap, kini hilang sudah! 

Arleta yang masih ketakutan, memilih meringkuk di atas kasur dengan selimut menutupi tubuhnya.

Tidak ada sanak saudara yang bisa Arleta mintai pertolongan atau pun melindungi dirinya dari pria tua bangka itu.

Arleta sendiri! 

Benar-benar sendiri!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status