"Maaf Tuan. Saya tidak sengaja."Ucap Arleta dengan nada memohon kepada seorang laki laki yang baru saja bertabrakan dengannya.
"Maaf katamu!" Bentak pria yang biasa tuan Mahen itu."Lihat! Lihat!" Mahen menunjuk baju yang basah karena tersiram oleh Arleta..Arleta hanya menundukan kepala karena takut dengan laki laki di hadapannya.Padahal baru hari ini Arleta bisa bekerja sebagai OG di salah satu perusahaan hotel ternama di kotanya, itupun karena bantuan seorang teman yang sudah lama bekerja di di hotel ini. Namun dia sudah mendapat masalah.Seperti sekarang ini, mungkin tadi Arleta berjalan dengan terus menundukan kepalanya sampai tidak tahu ada orang di depannya.Sialnya orang itu adalah Mahendra Sky salah satu pelanggan VIP di hotel ini."Maafkan saya Tuan. Maafkan saya." Arleta terus berusaha untuk memohon maaf. Namun Mahen kali ini tidak menjawabnya. Tanpa mengatakan apapun Mahen berlalu dari sana. Arleta masih berdiri terpaku dengan wajah pucat dan tubuh gemetaran. Semakin pucat saat beberapa teman OG lainnya menatapnya dengan tatapan mengejek."Anak baru itu ya?" Bisik seorang OG wanita."Sembrono sekali dia. Tidak tahu apa siapa yang sudah dia tabrak?" Satu lagi menyakut."Tamat sudah riwayatnya." Yang lain ikut berbicara."Arleta!" teriak Sarah memanggil Arlera, lalu menghampiri Arleta. "Tidak apa apa. Ayo!" Sarah memapah Arleta dan membawanya ke Ruangan OB.Arleta sudah menangis. "Aku sungguh tidak sengaja. Aku tidak melihat." Sarah hanya bisa menepuk bahunya dengan lembut, mencoba memberi dorongan mental untuk teman yang sudah dengan susah payah dia masukan bekerja disini."Apa aku akan dipecat?" Arleta menoleh dan mencoba bertanya pada Sarah.Sarah menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu. Semoga saja tidak. Berdoa saja." ucap Sarah.Kata-kata Sarah bukan membuat hati Arleta tenang, tapi malah membuatnya semakin pucat."Bagaimana kalau aku dipecat?" tanya Arleta lagi. Sarah tidak bisa menjawab, dia juga tidak bisa menjanjikan apa apa. Arleta baru saja bekerja dan sudah membuat kesalahan yang begitu fatal. Menabrak seseorang dan menumpahkan minuman di baju seseorang? Itu sebenarnya hal yang sepele. Tetapi, kembali disayangkan, seseorang itu pelanggan VIP disini. Pihak hotel selalu memberikan service terbaik untuk tamu VIP mereka.Siapapun akan dipecat tanpa toleransi jika sudah melakukan kesalahan yang membuat tidak nyaman tamu mereka. Pihak hotel akan langsung mengambil tindakan tanpa pandang bulu.Walaupun Sarah sudah bekerja selama tiga tahun disini, dia tidak lebih hanya seorang OB saja. Apa yang bisa diperbuat?Arleta tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang, dia hanya bisa berdoa didalam hati semoga saja masalah ini tidak berujung buruk. Daniah tidak bisa membayangkan jika dia harus dipecat hari itu juga. Bagaimana dia harus kembali mencari pekerjaan? Selama lebih dari satu bulan dia keliling ibu kota hanya untuk mencari pekerjaan. Dan semua hasilnya sia-sia. Lalu dia tidak sengaja bertemu Sarah, teman semasa SMA nya dulu dan Sarah membantunya untuk melamar menjadi OB di hotel tempatnya bekerja.Akhirnya Arleta diterima juga meskipun harus menunggu sampai dua mingguan.Arleta begitu senang. Akhirnya dia dapat pekerjaan. Dia bisa segera mencicil hutangnya pada rentenir.Tetapi kenyataan ternyata tak semudah harapannya. Baru saja Arleta menenangkan pikirannya, Pak Menejer memanggilnya."Arleta! Mari ikut saya." Arleta mendongak. Tanpa bertanya dia langsung mengikuti pak menejer.Arleta belum tahu mau dibawa kemana. Tetapi setelah menatap sebuah pintu dimana manajer itu berhenti, jantungnya langsung berdebar hebat. Arleta hanya bisa pasrah ketika manajer itu menyuruhnya masuk. Arleta menarik kakinya yang terasa begitu lemas. Dia memaksakan melangkah masuk." Tuan Mahen Apakah dia orangnya? Tanya pak menejer, tangannya menunjuk Arleta. Mahen menatap tajam Arleta.” Iya. Dia orangnya!” jawab Mahen dengan sedikit bentakan. Kejadian tadi masih saja membuatnya emosi."Pecat Dia!" Hanya dua patah kata itu saja mampu membuat tulang belulang Arleta seketika terasa ngilu. Tubuhnya gemetaran. Seketika dia berlutut di lantai."Tuan. Ku mohon. Jangan pecat saya. Saya membutuhkan pekerjaan ini." Entah mendapat kekuatan dari mana, tiba tiba Arleta berani untuk memohon seperti itu.Arleta berlutut, memohon di hadapan manajer hotel dan juga Mahen."Tuan Ku mohon. Tolong ampuni saya. Saya berjanji tidak akan melakukan kesalahan lagi. Saya mohon Tuan. Beri saya kesempatan satu kali saja." Arleta masih terus memohon sambil menangis.Mr. G terlihat bergerak, dia berdiri lalu menoleh pada manajer hotel yang masih berdiri di belakang hadapan Arleta yang berlutut."Jika anda tidak memecatnya. Ya, maka aku akan memberikan penilaian buruk tentang pelayanan di hotel ini. Dan, satu lagi! Saya akan pastikan hotel ini akan berhenti beroperasi!” ancamnya. Setelah itu Mahen langsung beranjak dari tempat itu.Manager hotel itu tidak mampu berbuat apa apa. Kecuali mempertahankan nama baik perusahaan tempatnya bekerja."Pak, Tolong saya." Arleta kembali memohon setelah kepergian Mahen."Maafkan saya Arleta. Saya tidak bisa menolongmu." Dengan rasa putus asa yang mendalam, Arleta pun bangun dari berlututnya. Dia kembali menyeret kakinya untuk keluar dari ruangan manajer.Sesampainya di ruangan OB, Sarah menyambut kedatangan Arleta."Bagaimana?” tanya Sarah, dengan raut wajah khawatir.“Aku dipecat.” jawab Arleta pelan. "Maafkan Aku Arleta. Aku tidak bisa membantumu." ucap Sarah. Di maresa sangat bersalah, namun apa yang bisa dia lakukan? Tidak ada!"Tidak apa apa. Terimakasih kamu sudah banyak membantuku." ucap Arleta. Sarah mengangguk. "Yang sabar ya. Aku akan berusaha mencarikan pekerjaan baru untukmu." Arleta hanya mengangguk, kemudian Arleta pergi ke ruangan ganti untuk melepas semua seragamnya dan mengganti dengan pakaiannya sendiri. Setelah itu Arleta mengambil tas usang miliknya, dan bersiap pulang dengan membawa kegagalan kembali."Aku akan mengantarmu." ucap Sarah. Dia sungguh prihatin dengan nasib Arleta. Namun Sarah sendiri tidak bisa berbuat apa-apa.Dan uang lah si sang penguasa!Alana menggeleng. "Tidak perlu Sarah. Nanti kamu malah kena masalah juga. Aku bisa menumpang Bus saja." jawab Arleta.Sarah hanya bisa mengangguk pasrah. "Baiklah. Hati hati ya? Kalau ada apa apa, jangan sungkan untuk menghubungi ku." ucap Sarah lagi.Arleta mengangguk,kemudian memeluk Sarah. Keduanya menangis dalam pelukan.Sungguh tragis, nasib Arleta!Sepanjang perjalanan keluar dari gedung, banyak pasang mata yang menatapnya tidak suka. Mereka kembali berbisik bisik."Itulah. Anak baru tapi teledor! Emang dikira enak kerja disini!" "Kasihan Sekali. Baru masuk, sudah dipecat!"Arleta hanya menundukkan wajahnya. Rasa malu, sedih dan kecewa pada dirinya sendiri bercampur menjadi satu. Arleta masih sesekali sesenggukan. Sampai di dalam Bus pun Arleta masih sesekali meneteskan air mata. Apalagi ketika mengingat hutang-hutang yang ayahnya tinggalkan sebelum meninggalkan dunia.Arleta berjalan gontai melangkah masuk kedalam rumah. Menjatuhkan bobotnya di kursi usang yang ada di ruang tamu.Arleta menyandarkan punggung di sandaran kursi, berkali-kali Arleta menarik nafas panjang, kemudian menghembuskan dengan perlahan.Hal itu Arleta lakukan untuk menetralisir rasa sesak di dalam dada." Huhf. Sial bener hari ini, padahal aku sudah berharap bisa dapat gaji yang lumayan,tapi itu hanya mimpi saja! Sekarang bagaimana aku mendapatkan uang!" keluh Arleta." Kenapa orang tadi sombong banget, kesalahan aku yang tak seberapa tapi aku pria menyebalkan itu bisa membuat aku dipecat saja. Ck! Menyebalkan!" umpat Arleta kembali.Di balik Arleta itu merasa sangat sedih dengan apa dialaminya. Tapi walau bagaimana? Arleta meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak boleh menyerah dengan keadaan.Brak!Brak!Arleta terlonjak kaget, saat pintu rumahnya diketuk dengan kasar.Arleta segera bersembunyi di bawah kolong ranjang miliknya.Tubuhnya bergetar hebat, saking takutnya. Arlet
Tidak menyangka hari hari Arleta akan menjadi seperti ini, dia dibuat ketakutan dengan kedatangan pria tua Bangka itu.Andai waktu bisa diputar, Arleta akan memilih bekerja daripada sekolah. Mungkin kejadian ini tidak akan pernah terjadi. Tapi sekarang, tinggalah penyesalan.Arleta meneteskan air mata, mengingat hal itu. Jika saja Arleta mempunyai ibu seperti anak-anak yang lain, mungkin saat ini Arleta tidak akan melewati hari-hari beratnya sendiri.Tapi takdir berkata lain. Arleta harus kuat demi masa depannya sendiri. Arleta tidak boleh menyerah! Tidak boleh!Dalam kesendiriannya, pikiran Arleta menerawang jauh sebelum kepergian ayahnya.‘’ Leta. Maafkan ayah, ayah tidak mampu menyekolahkanmu sampai perguruan. ‘’ ucap ayah dengan sendu.Arleta menoleh, lalu tersenyum.’’Arleta tidak apa-apa kok yah, terimakasih sudah berjuang selama ini.’’ Jawab Arleta dengan air mata yang sudah bercucuran.Arleta merengkuh tubuh kurus ayahnya.Ya. Pria yang sudah berjuang keras membesarkan Arlet
“Ja-jaminan.” ucap Arleta tergagap.Bagaimana bisa, ayahnya menjadikan Arleta jaminan? Arleta bukan barang! Yang bisa seenaknya diberikan pada orang, sebagai jaminan hutang.Lalu Arleta menggeleng,” Tidak! Pasti ini bohong!” Arleta masih menyangkal kenyataan yang baru saja dia ketahui.“Ini asli Arleta. Disana terdapat tanda tangan ayahmu.” tunjuk pria tua itu.Mata Arleta mengikuti arah tangan bos rentenir ini. Memang benar disana ada tanda tangan ayahnya.Bahkan dalam surat itu tertulis jika ayah Arleta mendatangi ini surat ini dengan sadar dan tanpa paksaan dari siapapun.“Begini saja, tuan. Saya janji akan melunasi hutang ayah, tapi..”“Tapi apa!” potong Pria tua itu.“Tapi saya minta waktu, setelah saya mendapatkan pekerjaan, saya akan mencicilnya.” jawab Arleta. Dia terus menundukan kepala.“Tidak bisa! Kau akan menjadi istri ke 5 ku! Dan kau tidak bisa menolak, ayahmu sendiri yang sudah memberikanmu padaku!” bentaknya, dengan suara tinggi. Arleta semakin menundukan wajah,
Sesuai arahan Arleta langsung pergi ke ruang ganti bersama seorang kepala OB di sini.“Ini seragammu. Semoga betah.” ucapnya. Sambil menyodorkan baju pada Arleta.Arleta menerima baju itu.” Terimakasih, nama ku Arleta.” Kini giliran Arleta yang mengulurkan tangan.“Ami.” sahutnya, sambil menerima uluran tangan Arleta.“Cepatlah ganti. Nanti langsung saja pergi ke dapur. Disana kamu akan tahu pekerjaanmu nanti.” titahnya, setelah itu Ami langsung pergi meninggalkan Arleta.Setelah Ami keluar, Arleta langsung mengganti pakaiannya dengan seragam baru. Arleta tersenyum menatap dirinya di cermin.“Semoga kali ini, tidak ada halangan dalam pekerjaanku. Dengan begitu aku akan segera mendapatkan uang untuk membayar hutang.” “Semangat Arleta! Ingat! Jangan buat kesalahan lagi!” ucap Arleta menyemangati dirinya sendiri. Setelah itu Arleta langsung keluar dari ruang ganti dan berjalan menuju dapur dengan semangat empat lima.Tiba di pintu dapur Arleta menghentikan langkahnya sebentar. Dia mena
Laki-laki yang Arleta ketahui bernama tuan Mahendra itu melotot menatap Alana, yang juga sedang menatapnya. Namun dengan tatapan penuh kekhawatiran.‘Astaga! Kenapa bisa ada orang ini disini? Kalau sampai dia bilang sama yang punya perusahaan aku bisa kehilangan pekerjaan lagi.’ batin Arleta.“Hey! Kenapa kau ada disini!” bentak Mahen.Arleta terlonjak, kemudian menundukan pandangan.“Ma_maaf tuan. Sa_saya sedang beekerja disini.” jawab Arleta dengan tergagap. Lalu Arleta memberanikan diri mengangkat wajah, menatap laki-laki yang sedang memelototinya dari tadi.Arleta menjatuhkan alat kebersihannya begitu saja, lalu berlutut di hadapan Mehendra.“Tuan saya mohon maaf, atas kejadian tempo lalu. Saya mohon tuan, jangan bilang sama orang yang punya perusahaan ini, saya tidak ingin di pecat lagi tuan. Saya benar-benar sangat membutuhkan pekerjaan ini.” Arleta memohon dengan kedua tangan di tanggupka di depan dada.Pria itu tetap diam.‘Oh. Rupanya dia belum tahu kalau aku pemilik
Sangat mudah untuk Bas mencari tahu tentang Arleta, pagi ini Bas sudah mengantongi semua dan siap diberikan pada MahenKetika hari masih sangat pagi, Bas sudah keluar dari apartemennya, menuju rumah utama tempat dimana Mahen tinggal.Bas sengaja berangkat sepagi ini, karena akan membicarakan tentang informasi yang di dapatnya..Tidak butuh waktu lama untuk Bas sampai di rumah utama. Setelah mobilnya terparkir dengan baik, Bas segera turun dan melangkah masuk.Di rumah besar ini hanya ada Gio tinggal seorang diri, hanya ada beberapa pelayan dan juga penjaga rumah saja. Sesekali Bas juga menginap disana.“Tuan!” panggil Bas. Ketika susah tiba di depan pintu kamar Mahen.Bas mencoba membuka pintu namun tidak bisa.’’ Sepertinya tuan Mahen masih tidur.’’ Bas mengambil ponsel dalam saku celana, lalu menghubungi nomor Mahen. ‘’Astaga. Mengganggu saja!’’ keluh Mahen. Perlahan pria itu membuka mata, tangannya meraih ponsel yang ada di atas nakas.‘’Bas. Ini masih sangat pagi, kenapa dia su
“Tuan, saya turun disini saja.’’ ucap Arleta saat mobil Bas tiba di pintu gerbang kantor.Tanpa menunggu jawaban dari Mahen, Bas menghentikan mobilnya tepat di samping pintu masuk. Setelah mobil berhenti Arleta segara membuka pintu.‘’Tuan terima kasih atas tumpangannya.’’ ucap Arleta, sebelum dia benar-benar turun.‘’Hem.’’ sahut Ma singkat. Setelah Arleta benar-benar turun Bas langsung melajukan mobilnya kembali masuk kedalam pekarangan gedung. Sedangkan Arleta berjalan di belakang.Arleta bersyukur, tadi dia mendapatkan tumpangan kalau tidak, Dia pasti akan kesiangan . Arleta buru-buru masuk ke dalam ruang ganti, setelah berganti pakaian Arleta langsung menuju dapur. Bersiap untuk menjalankan tugas. Seperti biasa di dapur sudah ada pembagian tugas masing-masing, hari ini Arleta kebagian tugas membersihkan ruangan di lantai tiga.Di lantai lain, tepatnya di ruangan presdir Mahendra sedang sibuk dengan berkas-berkas yang menumpuk di atas meja. Pria itu terlalu fokus sehingga
Mehen mendorong tubuh Arleta hingga gadis itu jatuh terlentang diatas sofa empuk yang ada di ruangan presdir. Mehen langsung menindih Arleta dan melanjutkan mencumbu gadis itu dengan brutal.“Tuan! Berhenti! Tolong jangan lakukan ini!” Arleta memohon dengan mengiba. Tapi pria di atasnya ini seakan tuli tidak mendengar jerit tangisnya.Tangis dan rengekan Arleta seperti musik yang membuat Mahenra semakin bernafsu. Puas bermain di area leher kini Mahendra mencium bibir Arleta kembali dengan brutal menyusuri setiap rongga mulut gadis di bawahnya. Tangan Mahen bergerak meremas payudara Arleta yang berukuran sedang namun sangat pas ditangan Mehendra, tangan satunya pria itu digunakan untuk memegang tangan Arleta agar tidak bisa berontak.“Empt..”“Empt..” Arleta berteriak tertahan, nafasnya hampir habis akibat ulah Mahen.Pria itu melepaskan ciumannya, membiarkan Arleta mengambil oksigen. Matanya menatap dua buah gunung yang sangat indah di balik kaos yang Arleta kenakan.Dan…Srek!“Tid