“Siapa yang melakukan hal itu dan menyebarkan gosip murahan itu?” Baskoro terlihat marah.
Evan memperhatikan foto yang diunggah seseorang, itu kejadian yang terjadi di hotel saat ia dan Anggita bertemu dengan mantan suami sang adik. Namun, ia tak menyangka akan terjadi hal seperti itu. Mana tahu jika ada yang membuat gosip tak sedap seperti itu.“Rese banget sih, ini pasti ulah Beni, Kak. Aku yakin dia itu yang melakukan hal semacam ini.” Anggita bicara dengan menggebu karena kesal akibat ulah sang mantan suami.Baskoro meremas taplak meja, ia bersumpah akan membuat mantan suami adiknya itu menjadi gelandangan. Tidak ada ampun untuk mereka yang membuat sang adik mengeluarkan air mata sedikit apa pun.“Biarkan saja, nanti aku yang urus semua. Kita kembali makan, jangan buang-buang tenaga menghadapi hal seperti itu.”Mereka kembali makan, walau seperti itu Evan merasa tak tenang. Ia pun melirik sang Kakak yang tenang saat makan. Evan kembali berpikir apa yang akan di lakukan oleh sang kakak untuk menutup kasus itu.Evan tak mengambil pusing karena ia tahu apa yang di lakukan oleh Baskoro kakak pertamanya adalah hal yang wajar saat ia di lindungi sang kakak.“Git, tolong antar Bunga ke acara temannya. Mamanya enggak bisa, terlalu sibuk dengan urusan sendiri. Untung saja ada kamu yang menganggur,” ujar Baskoro.Anggita sedikit masam, bukan karena disuruh mengantar keponakannya, tapi kata menganggur yang di katakan Baskoro seolah-olah dirinya memang sedang tidak ada kerjaan.“Iya, tenang saja. Aku antar Bunga, sebagai Tante yang baik.”Baskoro tersenyum lalu kembali menyantap makanan. Sedikit lega karena besok Bunga anaknya ada yang menemani. Sementara, istrinya selalu sibuk dengan kegiatan yang terlalu banyak hingga untuk waktu bersama dirinya pun tidak ada.***Gosip yang beredar dalam sekejap hilang begitu saja. Kini Evan terlihat santai dan Anggita pun tak menjadi bahasan di sosial media.Berkat sang kakak yang mempunyai kekuasaan, apa pun akan di lakukan olehnya dengan cepat dan pastinya beres.“Tante.” Bunga menghampiri Anggita yang sudah bersiap-siap mengantarnya.“Cantik, sudah siapkah?” tanyanya.“Sudah, kata Papa hari ini Tante Anggi yang antar. Papa enggak bisa ada rapat.”“Betul sekali, hayok kita let’s go,” ujar Anggita.Bunga sangat senang karena Tantenya bisa menemani dirinya karena selama ini ia hanya di temani oleh asisten rumah tangga saja. Sementara, Bunga suka sedih saat tak ada ibunya yang menemani pertumbuhan dirinya.Mereka pun gegas berangkat, di antar sopir pribadi menuju tempat ulang tahun teman sekolah Bunga. Sepanjang jalan Bunga berceloteh riang apalagi anak itu mengatakan jika begitu senang dengan kehadiran sang Tante yang selama ini tidak pernah di temuinya.Anggita pun senang apalagi ia merasa bersalah selama ini tidak ada saat Bunga membutuhkan sosok yang harusnya menemaninya.Tidak terlalu jauh dari rumah, mereka pun sudah sampai. Anggita menahan Bunga yang tak sabar bertemu dengan teman-temannya.“Jangan lari, kalau kamu jatuh nanti malah enggak jadi acaranya. Lagi pula, mereka kan enggak ke mana-mana.”“Iya, Tante.” Bunga tak kembali sepeti tadi, ia menurut dengan apa yang di katakan Anggita.Anggita menggandeng Bunga, ia takut keponakannya itu kembali berlari dan malah jatuh. Suasana sudah ramai, beberapa dari mereka pun sudah kumpul. Dari kejauhan, ada sosok pria mengenakan jas menghampiri dirinya yang sedang bersama Bunga.Anak perempuan yang seusia Bunga pun langsung mengajak Bunga untuk menghampiri beberapa temannya.“Hey, kamu pasti suster baru Bunga. Saya titip Shascy, anak saya. Saya teman Papanya Bunga, nanti saya jemput lagi.”Belum juga menjawab apa pun, pria itu sudah melangkah meninggalkan Anggita yang masih belum sadar dengan kebingungannya.“Suster Bunga? Hah, jadi dengan tampilan sudah cantik seperti ini aku masih di pikir asisten rumah tangga? Hah, gila apa ini. Apa mungkin efek kelamaan jadi istri Beni aku jadi terlihat tua?”Bunga menarik Anggita untuk berkumpul dan berkenalan dengan beberapa ibunya temannya. Mereka langsung menyambut dengan hangat. “Wah Tante Bunga, cantik, ya. Kenalin mamanya Arian.” “Eh, iya. Mama Arian, salam kenal.” Lalu kembali beberapa ibu dari temannya sudah di kenalkan oleh Bunga. Ternyata, keponakannya itu adalah anak yang riang dan baik hati. Bahkan, tak mau terlihat kaya di depan beberapa temannya. “Bunga senang deh sudah ada tantenya,” ujar Mama Arian. “Iya kebetulan aku akan menghabiskan waktu di Indonesia. Kangen juga sama Bunga. “ Acara ulang tahun pun di mulai, anak-anak semua bergembira termaksud Sasy teman sekelas Bunga. Anggita duduk dengan meminum es kopi. “Untung saja mereka tak menyebut aku suster lagi. Masa ia secantik ini di samakkan dengan asisten.” Anggita memperhatikan Sasy, anak perempuan itu cantik dan terlihat seperti anak orang kaya. Namun, ia kembali teringat ayahnya Sasy. “Ah, Papanya menyebalkan.” Sasy tiba-tiba menghampiri Anggita yang sibuk m
“Tante kenapa sih?” tanya Bunga. Sejak tadi anak itu memperhatikan sang tante yang kerap menggerutu sendiri. Anggita hanya tersenyum lalu menggeleng. Mana mungkin ia mengatakan jika dirinya kesal dengan ayahnya Sasy yang tidak punya sopan santun.“Tante kesal ya sama Papanya Sasy?” tanya Bunga.“Hah, enggak. Tapi, apa memang orangnya begitu ya?” Anggita malah penasaran dengan pria itu.“Om Raka memang seperti itu. Selalu terburu-buru, makanya kasihan aku sama Sasy. Mana Mamanya enggak tahu kabarnya,” ungkap Bunga.“Jangan seperti itu.”“Ya benar, Tan. Mamanya pergi katanya enggak datang lagi padahal Sasy sudah menunggunya.”“Eh, sudah ah. Jangan bahas Papanya Sasy.” Anggita mengajak masuk keponakannya ke dalam karena sudah larut malam.Bunga masuk kamar, sedangkan ia duduk di ruang TV menunggu kakaknya pulang. Ia memperhatikan sekeliling, lalu berpikir apa setiap hari kakak iparnya pulang selarut itu. Tiba-tiba ia teringat saat dirinya menjadi istri Beni, keluar rumah saja
“Siapa yang cantik, Mas?” tanya Gani –adiknya Beni.Beni menoleh ke arah Gani, untuk apa sang adik datang ke rumahnya karena ia merasa tidak ada urusan dengannya. “Siapa kek, mau tahu aja kamu. Ngapain ke sini, aku kayanya enggak minta kamu ke sini.” “Iya memang bukan Mas, tapi ibu minta aku ke sini. Katanya dia minta uang, tahu sendiri Anita suka ngambek kalau tahu aku ngasih ke ibu.”Wajah Gani terlihat tertekan jika membicarakan tentang ibu dan istrinya. Beni sedikit memicingkan mata karena ia merasa ibu dan adik iparnya itu sangat kompak. Namun, kenapa malah Anita seperti itu pikir Beni. “Gani, aduh ibu sudah menunggu kamu. Bagaimana, kamu bawa kan uang yang ibu minta?” tanya Bu Neni.“Bu, aku enggak bisa ngasih full. Ibu tahu kan kemarin aku habis acara selamatan rumah. Ibu tahukan Anita enggak pernah tanggung-tanggung kalau buat acara. Uangku habis,” ujar Gani.Wajah Bu Neni masam, ia tak terima jika anaknya menolak permintaan dirinya. Dia sangat membutuhkan uang yang
Anggita memalingkan wajahnya lalu menggerutu kesal dengan ucapan Andre. Untuk apa pikirnya mencarikan jodoh untuknya sedangkan dirinya saja masih berstatus istri Beni dan belum proses perceraian. Ia tak suka di carikan jodoh seperti dulu saat belum menikah. “Enggak usah cemberut, buktinya cari sendiri malah salah pilih. Adek kesayangan kita yang cantik jelita malah berubah jadi emak-emak berdaster.” “Kak!” Anggita cukup mengerti dirinya saat menjadi istri Beni, tapi pikirnya tak perlu di perjelas lagi bagaimana rupa dirinya.“Apa, mau ngelak? Bahkan sama Caraka saja kamu di kira suster Bunga.” Lagi, Andre melirik dengan sengaja dan terkekeh melihat adiknya masam. Andre, kakak Anggita yang begitu humoris dan lebih peduli padanya. Memang Anggita lebih dekat dengan kakaknya itu dari pada kedua kakaknya yang lain.Andre kembali diam saat tahu Anggita sudah tingkat kesabaran yang setipis tisu. Ia diam seribu bahasa dengan bibir sedikit maju.Mobil Andre memasuki halaman restoran d
Beni kembali melihat beberapa chatnya pada Anggita Namun, tidak ada satu pun yang di balasnya oleh wanita itu. Ia meremas ujung seprei, merasa kesal dan jengkel saat Anggita benar-benar mengabaikannya. Padahal saat menjadi istrinya, dia sangat penurut dan mungkin takut di ceraikan. Beni berpikir apa karena sudah dekat dengan dia pria kaya wanita itu membuangnya. “Harusnya dia memohon padaku untuk kembali. Aku pikir dia akan datang dan meminta maaf,” ujar Beni.Beni membanting tubuh di kasur, ia merasa sangat pening mengingat hal yang sangat indah ia lakukan bersama dengan Anggita. Namun, pertengkaran kala itu membuatnya emosi dan menjatuhkan talak dan mengusirnya.Banyak sebuah pertandingan di kepalanya tentang Anggita. Pria yang bertemunya kala itu, lalu foto dengan pria baru yang di kirimkan sang adik. “Ka, makan enggak? Ibu menunggu di bawah buat makan malam.” Suara Rani terdengar. “Ia aku turun.” Beni beranjak dari tempat tidur, ia pun gegas ke meja makan. Ibu dan adik
"Maaf, bukan begitu maksudku Anggita," ucap Meylani merasa tidak enak dengan apa yang sudah dirinya ucapkan dia tidak tahu jika adiknya berpikiran yang berbeda. Sebagai seorang kakak dan juga wanita dirinya ingin jika Anggita bahagia.Andre pun menjadi salah tingkah padahal dirinya sudah berkata kepada istrinya untuk menjaga rahasia itu, tetapi justru istrinya memberitahukan hal tersebut kepada Anggita secara terang-terangan."Iya tidak apa-apa," ungkap Anggita.Dirinya masih merasa trauma dengan yang namanya pernikahan bahkan dirinya belum memiliki niat untuk hal tersebut, tetapi dirinya tidak menutup kemungkinan untuk membuka lembaran baru. Namun, menurutnya tidak untuk sekarang-sekarang ini karena luka di hatinya harus segera dipulihkan."Aku berpikir kamu akan membalas dendam kepada mantan suamimu yang tidak tahu diri itu dengan menikah lagi dan mendapatkan pria yang lebih baik daripada mantan suamimu itu," ungkap Meylani. Anggita terdiam, dirinya memang menyimpan dendam kepada m
Setelah akhirnya mengobrol cukup lama, Baskoro melirik ke arah di mana tempat Anggita masuk dirinya takut jika sang adik akan menguping pembicaraan ini maka dirinya harus memastikan terlebih dahulu. Ia langsung saja teringat tentang temannya itu yang minta dicarikan jodoh karena belum juga menemukan tambatan hati."Raka menurutmu bagaimana Anggita?" tanya Baskoro tiba-tiba.Lelaki yang tengah menikmati kopi itu pun langsung kembali menurunkan gelasnya. "Bagaimana apanya?" tanya Caraka kembali. Dirinya memang belum mengetahui maksud dan tujuan dari ucapan Baskoro. Menurutnya tidak ada yang salah dari adiknya itu."Ya menurutku dia bagaimana, cantik?" tanya Baskoro kembali. Dirinya mau memulai obrolan dengan Caraka mengenai sang adik dan niatnya."Tentu saja Anggita cantik kan dia adikmu," ujar Caraka. Menurutnya kali ini pertanyaan Baskoro benar-benar tidak masuk akal tentu saja anggota keluarga itu sudah pasti cantik karena dia perempuan apalagi dia adik Baskoro tentu saja kecantikann
Baskoro tersenyum mendengar Raka setuju dengan perjodohan itu. Ia yakin untuk membujuk Anggita tak sesulit yang ia pikirkan. Adiknya kali ini pasti tak akan menolak. Caraka pamit pulang karena sudah terlalu malam. Ada Sasy yang menunggunya di rumah, memang sejak la ia meminta di Carikan jodoh. Namun, beberapa yang di kenalkan padanya tak membuat ia respect. Akan tetapi, saat Anggita di sodorkan menjadi kandidat, ia pun langsung setuju padahal ia mengira wanita itu adalah susternya Bunga. "Kenapa aku bisa setuju, tapi saat pertama kali melihat dia--ah entah." Caraka kembali fokus mengemudi, usianya sudah kepala Empat walau begitu tak membuat wajahnya pun menua. Mungkin hanya pikirannya yang kolot, juga pandangannya yang sedikit kabur.***Anggita menggerutu kesal, kenapa pria itu datang lalu sang kakak mengenalkannya, hal tersebut membuat dirinya harus berdiri cukup lama di depan pintu berharap jika akan ada hal yang terdengar. Namun, menurutnya semuanya berakhir dengan sia-sia kare