"Jangan bilang ini ulah kamu, buka aku mau pergi." ucap Khanza dengan kesal, tapi Romi hanya dia memperhatikan gadis itu. Merasa tidak di perdulikan Khanza mendekati Romi, lalu menatap tajam laki-laki itu.
"Mau kamu apa sih? Sini kuncinya, aku mau pergi." kesal Khanza berusaha mengambil kunci dari tangan Romi. Namun Romi malah mengangkat tangannya ke atas, ke belakang sehingga Khanza berputar-putar.
"Sini gak!" bentak Khanza, dadanya bahkan naik turun menahan emosinya, membuat Romi diam sejenak saat Khanza hendak menarik paksa kunci tersebut.
Romi langsung menarik tubuh mungil itu ke ranjang.
Bruk! Mereka berdua jatuh dengan posisi Khanza di atas tubuh Romi. Khanza semakin kesal ia langsung berusaha bangkit. Namun usahanya gagal saat Romi malah membalikkan posisi mereka.
Khanza yang hendak memberontak langsung di tahan oleh Romi. Kedua tangannya di taruh di atas membuat gadis itu tidak bisa bergerak.
"Awas …," berontak Khanza, sekarang matanya malah memanas ia sangat membenci Romi. Romi yang melihat air mata Khanza sudah menggenang diam sejenak.
"Jangan buat saya marah bisa nggak," ucap Romi dengan suara beratnya. Tiba-tiba Khanza langsung meringis karena tangannya yang berdarah tadi di timpa oleh tangan Romi.
"Astagfirullah tangan kamu berdarah, maaf-maaf saya nggak ingat tadi tangan kamu. Sini saya obati dulu," ujar Romi merasa bersalah karena darahnya semakin banyak. Romi langsung bangkit dari atas Khanza, lalu ia mengambil kotak obat.
"Nggak usah," tolak Khanza dengan suara serak menahan sakit di tangan dan kepalanya, bahkan air matanya sudah menetes.
Ia berusaha bangkit kemudian ia berjalan menuju pintu. Romi yang melihat itu langsung menghampiri Khanza.
Lagi-lagi tubuh Khanza terhuyung ke belakang, karena Romi menarik tangannya.
"Ayo," tegas Romi lalu mendudukkan Khanza dengan paksa di ranjang. Ia berusaha untuk tidak marah pada gadis itu karena ia tahu Khanza pasti masih sangat lemah.
"Akh … ish," ringis Khanza saat Romi meneteskan obat. Mendengar itu ia langsung meniup-niup pelan luka Khanza.
"Biarin aku pergi," pinta Khanza membuat Romi langsung mendongak melihat wajah pucat gadis itu. Romi tidak menghiraukannya lalu kembali fokus ke tangan Khanza.
Setelah selesai Romi naik ke ranjang lalu membawa Khanza ke dekapannya. Sedangkan Khanza yang kaget langsung memberontak walaupun hasilnya nihil. Romi tidak mau terjadi sesuatu yang buruk pada gadis itu jika ia tetap nekat pergi.
"Tidurlah," ucap Romi lembut di telinga Khanza membuat gadis itu langsung menangis.
"Kakak jahat hiks ... Kakak kejam! Kakak monster, kakak pelit." kesal Khanza di sela isak tangisnya ia memukul dada bidang Romi sekuat tenaganya.
Ntah kenapa Romi malah memejamkan matanya mendengar itu, ada rasa bersalah di hatinya mendengar ucapan Khanza.
Bugh! Bugh! Bugh! Hap! Romi menahan tangan kiri Khanza, kemudian menatap wajah imut itu yang sudah penuh dengan air mata.
"Jangan paksain tangan yang ini nanti berdarah lagi." Nasehat Romi membuat Khanza langsung berhenti memukulnya. Melihat Khanza berhenti, Romi langsung melingkarkan tangan kiri Khanza di pinggangnya.
Lalu membenamkan wajah Khanza di dada bidangnya membiarkan gadis itu menangis.
"Baik, saya minta maaf jika aku selalu menyakitimu. Tapi bisa nggak kamu nurut sama saya jangan melawan dan jangan pergi tanpa izin." Ucap Romi di telinga Khanza, tapi tidak ada jawaban sedikitpun hanya deru nafasnya yang terasa di dada bidang Romi.
"Bisa nggak jangan bikin ulah terus, kamu nurut sama saya. Saya yakin lama-lama saya juga bakal luluh, tapi sebaliknya.
Jika kamu terus berulah yang ada saya malah semakin nggak suka sama kamu." Lanjut Romi, Khanza hanya diam mendengarkan ucapan Romi sambil memejamkan matanya, rasanya kepalanya semakin nyut-nyutan.
Beberapa menit kemudian Khanza mulai senyap dan tidak ada tangis atau pergerakan lagi. Romi menjauhkan sedikit tubuhnya, detik kemudian bibirnya tersenyum melihat gadis itu sudah tertidur sambil memeluk pinggangnya.
"Kan kalo tidur damai nggak kayak cacing kepanasan." gumam Romi sambil mengamati wajah Khanza, ia melihat mata gadis itu mulai bengkak akibat kelamaan menangis.
Romi menunduk sedikit lalu ia mencium kelopak mata Khanza bergantian, ia mendengar dengkuran halus dari mulus Khanza.
"Masih panas banget lagi, tapi bandelnya juga minta ampun." Ucap Romi gemas sambil meletakkan tangannya di leher Khanza.
Kemudian Romi menyusul Khanza ke alam mimpi, ntah kenapa ia juga merasa tidak tega jika melihat Khanza terus menerus menangis karenanya.
Awalnya memang ia sangat membenci Khanza, namun semakin kesini rasa itu mulai pudar. Bahkan ia mulai tidak suka melihat Khanza dekat-dekat dengan Salman.
***
Pagi hari Khanza bangun dari tidurnya ia melihat Romi masih setia memeluknya layaknya guling.
Khanza mendongak ke atas mengamati wajah Romi rahang yang kokoh, bibir yang tebal, hidung yang mancung serta alis yang tebal membuat Romi terlihat ganteng dan berwibawa.
Perlahan Khanza memindahkan tangan Romi dari pinggangnya, lalu ia berusaha bangkit walaupun sempoyongan. Kemudian ia bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudhu kemudian melaksanakan sholat subuh.
Selesai melaksanakan sholat subuh Khanza ingin keluar dari kamar, namun sialnya ia tidak melihat kunci yang pegang Romi tadi malam.
"Ish … kuncinya di taro dimana sih," kesal Khanza sambil menghentakkan kakinya. Ia berjalan ke arah tikar yang belum sempat ia gulung tadi malam.
Ia membuka ponselnya, begitu banyak pesan dari Salman. Bibirnya melengkung membaca chat dan voicenote yang begitu banyak.
[Khanzaaaa] tulis Salman membuat Khanza geleng-geleng.
[Kamu udah sadar belom, sorry banget nih aku nggak bisa nganterin kamu karena udah terlanjur banyak tamu. Akhirnya Bang Romi sendiri yang bawa kamu ke rumah sakit]
[Zaaa ih jawab napa, Adam dan Dana otw dapat hadiah dari aku tenang aja]
Khanza hanya terkekeh membaca pesan tersebut, kemudian ia memutar voicenote Salman.
[Kak Khanza hu .. hu .. hiks kami minta maaf. Adam dan Dana gak berniat celakain Kakak kami cuma mau bercanda hiks, maafin kami Kak,] ucap dua bocah laki-laki yang sedang menangis membuat Khanza langsung geram pada Salman. Ia tahu pasti Salman menghukum keduanya sampai menangis.
Khanza langsung menekan tombol voice note, lalu ia mulai berbicara.
[Iya Adam, Dana Kakak maafin kalian kok lagian salah Kakak juga nggak bisa berenang. Salman makasih banyak udah nolongin aku tadi malam.
Tapi jangan hukum anak-anak sampe nangis juga dong, punya hati nggak sih jadi manusia] ucap Khanza yang awalnya selow lama malah ngegas, lalu ia menekan tombol kirim.
Romi bangun dari tidurnya ia melihat sudah tidak ada Khanza di sampingnya. Romi kaget, ia langsung duduk karena takut gadis itu kabur.
Detik kemudian ia mendengar suara tawa dari sudut. Bagitu ia menoleh ia langsung menghela nafas panjang. Kemudian ia bangkit lalu berjalan ke kamar mandi lalu melaksanakan sholat.Pukul 7.00 Romi sudah rapi dengan pakaian kantornya. Ia melihat Khanza hanya sibuk dengan lap topnya, tanpa melihat ke arahnya sedikitpun.Setelah rapi, Romi langsung keluar dari kamar karena ia ada rapat penting pagi ini. Begitu sampai di halaman rumah, ia langsung keingat dengan Khanza.Tiba-tiba ia merasa tidak enak hati meninggalkan gadis itu. Khawatir gadis itu melarikan diri setelah ia berangkat ke kantor.Berulang kali Romi menarik nafas, lalu ia kembali masuk ke dalam rumah untuk menemui Khanza.Ceklek! Pintu kamar kembali terbuka membuat Khanza langsung menoleh dan bingung, apalagi melihat Romi mendekatinya.'Mau ngapain lagi ini orang." ucap Khanza dalam hati."Ikut ke kantor," ucap Romi datar namun mampu menjadi Khanza kaget."Hah?" Khanza bingung, Romi langsung memasukkan tangannya ke dalam saku
Drt … Drt … Drt Ponsel Romi bergetar, ia langsung merogoh saku celananya.[Halo] [Pak, satu jam lagi anaknya Pak Hendra datang untuk rapat sama Bapak] ucap Vina sekretaris Romi.Romi yang mendengar itu langsung melihat Khanza sekilas, lalu ia sedikit menjauh.[Oke, kalo dia datang jangan suruh ke ruangan saya ya, suruh langsung ke ruangan rapat, rapatnya disana aja,] jawab Romi.[Baik Pak] Setelah selesai, Romi langsung mendekati Khanza yang tengah asik memandang."Saya nyuruh kamu kesini ngapain?" tanya Romi membuat Khanza kaget lalu ia berbalik."Iya nanti istirahat, masa mandang aja nggak boleh. Biasanya aku nggak pernah diginiin, mau ngapain dan kemanapun biasanya di biarin aja." jawab Khanza dengan polosnya membuat Romi kembali gemas."Saya cuma nyuruh kamu istirahat bukannya ngomel-ngomel," ujar Romi datar."Iya-iya, ih ngeselin banget deh," kesal Khanza sambil menghentakkan kakinya menuju ranjang. Romi yang melihat itu langsung geleng-geleng kepala."Saya ada rapat, ingat janga
Berkali-kali Khanza menarik nafas dalam-dalam sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Sekarang ia mengerti kenapa Romi akhir-akhir ini sangat peduli padanya, ternyata untuk di jadiin taruhan."Tapi kamu mau apain Khanza kalo misalnya kamu menang?""Nggak aku apa-apain sih, palingan pacaran aja mungkin selama dua minggu. Karena bagaimanapun juga pasti Khanza bakal kecewa banget kalo dia tau aku ngajak dia pacaran karena cuma ya itu taruhan," Khanza tidak sanggup lagi mendengar ucapan karyawan itu. Ia langsung memilih masuk ke toilet perempuan lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tidak menyangka Romi sejahat itu padanya.Hampir setengah jam ia di kamar mandi, Khanza kembali ke ruangan Romi.Di sisi lain, Romi tengah panik karena melihat Khanza sudah tidak ada saat hendak membuka pintu. Romi langsung kaget melihat Khanza sudah di depan pintu, ia langsung menghela nafas panjang."Kamu darimana aja?" tanya Romi, lagi-lagi air mata Khanza turun membuat Romi kaget sekaligus bingung."Kamu k
"Iya Bang Khanza dari arah toilet sih awalnya. Tapi dia masuk ke ruangan Abang trus keluar lagi. Saya sempat manggil tapi nggak di jawab," terang Salman membuat Romi langsung panik."Kalo gitu saya ke dalam dulu ya," ucap Romi lalu ia buru-buru masuk ke ruangannya, begitu sampai benar saja Khanza sudah tidak ada."Ya Tuhan ... Kenapa gadis ini selalu membuatku panik," gumam Romi mencari Khanza kesana-kemari.Tanpa membuang waktu Romi langsung menyambar kunci mobil, lalu ia membawa mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumahnya."Sial! Macet lagi," kesalnya Romi sambil meremas setir mobil.Hampir setengah jam menempuh perjalanan akhirnya Romi sampai di rumah. Buru-buru Romi keluar, lalu ia masuk ke dalam rumah."Khanza!" panggil Romi begitu ia sampai di ambang pintu.Mendengar tidak ada jawaban, Romi langsung naik ke kamar. Begitu sampai ia melihat Khanza sedang mengemasi pakaiannya dengan air mata yang tak kunjung reda."Kamu mau kemana?" tanya Romi sambil mengatur nafasnya. Khanza tid
"Khanza ... " panggil Romi mulai panik namun tidak ada sahutan sedikitpun. Ia langsung bangkit dari ranjang, detik kemudian ia mematung melihat bercak darah di seprai putih.Romi sadar dari lamunannya, ia langsung buru-buru keluar kamar mencari Khanza. Ia mencari ke seluruh rumah namun hasilnya nihil."Za, kamu kemana sih? Kenapa kamu suka sekali buat saya kesal." gumam Romi sambil memegang pinggangnya yang terasa pegal. Kemudian ia meraih ponselnya berniat menghubungi Khanza. Saat mencari kontak Khanza, ia langsung tersadar."O iya ya, 'kan nggak punya kontaknya," ucapnya lalu ia kembali duduk lesu di sisi ranjang sambil memijit pelipisnya. Pandangannya kembali tertuju ke bercak merah di seprai.Tiba-tiba saja bibirnya melengkung indah melihat itu. Rasa bangga dan bahagia tiba-tiba menyelimutinya, ia merasa laki-laki yang paling beruntung saat ini.***Disisi lain, Khanza turun dari angkot tepat di depan rumah Salman. Ia menekan bel rumah Salman, tidak berapa lama kemudian keluarlah
[Terminal Bus menuju Jawa sih Bang, cuma saya nggak tahu Khanza naik yang mana, soalnya tadi saya buru-buru nggak sempat nanya juga dan saya nggak tau juga dia punya uang atau nggak] bohong Salman, ia ingin memberi pelajaran pada Romi. Romi yang mendengar itu yang awalnya duduk langsung berdiri mencoba mengatur nafasnya, lalu ia kembali duduk dan mencoba tetap tenang agar Salman tidak curiga.[Ta--tapi Khanza ada ngomong mau kemana nggak? Atau ke rumah siapa gitu?] lagi-lagi Romi khawatir, sekarang ia mengetuk-ngetukkan jerinya ke meja rias.[Waduh nggak tuh Bang, karena jujur saya pun bingung kenapa Khanza pergi padahal sebentar lagi dia mau wisuda. tapi itu lah bocahnya keras kepala, kayaknya Khanza mau rileksin diri deh bang, soalnya kalo aku lihat sekilas tadi di kayak orang putus cinta hehe.Terus juga cara jalannya agak aneh Bang, kayaknya dia jatuh deh jadinya gitu kayak bebek hahah ...] bohong Salman padahal ia hanya menguji Romi.Deg! 'Cara jalan Khanza aneh,' ucap Romi dal
Setelah dokter pergi Salman mengatur nafasnya pelan-pelan, karena dadanya sekarang sudah sangat sesak mendengar pernyataan barusan. Setelah merasa aman, Salman perlahan mendekati Khanza yang tengah menangis di ranjang rumah sakit."Za," panggil Salman, Khanza langsung menoleh melihat Salman."Man a--aku-" Khanza berhenti berbicara saat Salman mengangguk pertanda paham perasaan gadis itu sekarang."Aku harus gimana Man di perutku udah ada bayi," lirihnya pilu. Salman sendiri pun sebenarnya tengah kecewa, ia tidak mengerti harus senang atau sedih dengan keadaan Khanza sekarang."Za aku tidak tahu harus bagaimana, tapi sebagai sahabat aku cuma mau nasehatin kamu jangan pernah menyalahkan bayi itu. Dia tidak mengerti apa-apa bayi itu butuh sosok ibu kayak kamu.Jadi jangan pernah menganggapnya beban, karena bagaimanapun juga dia adalah darah daging kamu." nasehat Salman walaupun hatinya sebenarnya sangat bertolak belakang dengan mulutnya.Khanza diam sejenak mencoba mencerna kata-kata Sa
"Em … kamu pulang duluan aja Vin, makasih banyak udah ngaterin saya. Kayaknya saya belum bisa pulang sekarang, kamu pesan online aja ya." ucap Romi membuat Vina bingung, bukannya tadi Romi sangat lemas sekarang malah semangat sekali."Tapi Pak, Bapak bisa nyetir sendiri?" tanya Vina memastikan, Romi langsung mengangguk tapi matanya terus ke arah cafe."Ya sudah kalo begitu saya duluan ya, hati-hati Pak," pamit Vina yang dibalas anggukan oleh Romi.Setelah Vina pergi Romi langsung memarkirkan mobilnya di depan kafe. Sebelum keluar ia memakai masker terlebih dahulu supaya Khanza tidak curiga.Begitu masuk di cafe, Romi langsung memilih tempat yang jauh dari Khanza, tapi ia tetap bisa melihat gadisnya itu.Deg! 'Salman,' Romi kaget melihat Salman lah yang sedang duduk bersama Khanza. Itu artinya Salman tahu dimana Khanza selama ini.'Jangan-jangan Salman yang menyembunyikan Khanza, pantas saja dicari kemana-mana tidak ketemu biangnya orang terdekat ternyata.' ucap Romi dalam hati.Romi d