Share

BAB 7

"Sedang apa, Dek?" tanya Mas Ibas di seberang sana.

"Nyantai, Mas."

"Entah kenapa dari semalam perasaanku enggak enak. Bawaannya pengen segera pulang."

Aku menelan ludah dengan susah payah. Apa itu yang dinamakan ikatan batin? Disaat pasangannya ada masalah, dia akan ikut merasakannya.

"Enggak, Mas. Aku baik-baik saja." Aku berusaha tetap tegar meski dalamnya rapuh. Aku tidak mau membuat Mas Ibas khawatir.

***

Semakin hari aku merasa tak enak badan. Perut mual dan pengen yang aneh aneh. Dan setelah kusadari, ternyata aku terlambat datang bulan. Dan ... selama aku ditinggal merantau, aku tak lagi meminum pil KB. Ini memang salahku.

Kuremas perut ini karena tak ingin ada janin tumbuh di sana. Aku pergi periksa ke dokter dan aku dinyatakan hamil. Langit seakan runtuh. Aku tak sanggup menahan cobaan ini. 

Aku berusaha makan dan minum sesuatu yang bisa menghilangkannya. Tapi selalu gagal dan janinku dinyatakan baik-baik saja. Demi menutupi perut yang kian membesar, aku memakai pakaian yang longgar baik di dalam maupun di luar rumah. Semua orang mengira aku gemukan karena cuma makan tidur. Tapi, ada juga yang menduga aku hamil. 

Semakin hari pikiranku kalut. Apa lagi Mas Romi selalu datang ke rumah bersama Emak. Ingin sekali aku bicara pada Emak, tapi aku yakin, dia tak akan percaya. Karena di mata Emak, Mas Romi adalah orang yang penyayang dan tidak mungkin menyakiti orang lain. 

"Jangan takut kalau hamil. Aku akan bertanggung jawab." Bisiknya ketika aku membuatkan segelas teh untuk Emak di dapur."

"Lebih baik aku mati dari pada menikah denganmu." Rahangku mengeras dengan gigi yang rapat.

"Jangan coba-coba melapor polisi. Karena tak guna. Tak ada saksi atau barang bukti yanng kuat. Yang ada aku akan membalikkan fakta, jika kamu yang mengajakku ke rumahmu dan kamu memintaku menidurimu karena kamu kesepian. Semua orang akan percaya dan kita akan di arak kampung karena berzina." Tatapannya tajam padaku. Lalu keluar menemui Ibu dengan sikap ramahnya.

Sungguh, aku tak bisa menjalani ini sendirian.  Aku tidak tahu apa yang akan kukatakan pada Mas Ibas jika dia pulang nanti.

***

Waktu terus berjalan dan Mas Ibas kembali ke rumah. Dia pasti kaget melihat bentuk tubuhku yang berbeda. Awalnya dia percaya kalau ini adalah timbunan lemak. Tapi, akhirnya dia curiga dan membawaku periksa ke dokter. Aku pasrah dan menurut apa maunya. Aku sudah siap dengan apapun yang akan terjadi pada akhirnya.

Setelah dokter menyampaikan kalau aku berbadan dua, Mas Ibas naik pitam. Dia marah, murka, sampai barang-barang yang ada di rumah berantakan akibat ulahnya. Aku hanya bisa merunduk, menangis, karena sudah membuatnya kecewa. Aku tidak bisa jaga diri.

Sampai dia mengambil benda tajam di dapur dan hampir melayangkan benda itu ke arahku. Aku pasrah, jika memang akhir hidupku harus di tangan suamiku. Tapi ternyata, perbuatan itu urung dilakukannya. 

Apa lagi ketika aku memberi tahu jika janin ini ada karena Mas Romi, dia kian murka dan melabrak ke rumah kakaknya. 

Aku dijemput Miko untuk memberikan kejelasan di rumah Emak. Ketika duduk di kursi kayu itu, badanku terasa panas meski suasana sedang dingin.

Aku menceritakan apa yang terjadi. Tapi sepertinya tidak ada yang mau percaya padaku. Meski Mas Romi mengakuinya, tetap saja Mas Ibas masih ragu. 

Yang aku takutkan, Mas Ibas akan mengira aku telah berselingkuh pada kakaknya. Dan aku dianggap mengarang cerita. Apalagi Mas Romi terang-terangan bilang, kalau dia menyukaiku.

Setelah sidang itu, aku masih serumah dengan Mas Ibas. Dia masih memberiku nafkan lahir. Tapi tidak untuk nafkah lahir. Dia cuek dan mendiamkanku seolah aku tak ada. 

Dia lebih sering berada di luar rumah tanpa aku tahu apa kegiatannya. Setiap kutanya, jawabnya hanya ingin sendiri. Mungkin, dia jijik menyentuhku karena aku telah dijamah pria lain. Aku bisa memakluminya. 

Tapi, semakin perut ini membesar aku semakin tersiksa. Suamiku tak peduli padaku meski kami seatap. Isi rahimku bukan yang aku harapkan. Lalu, apa tujuan hidupku saat ini? Impian membina rumah tangga SAMARA tinggal mimpi.

Tanpa sepengetahuan Mas Ibas, aku meminum obat pelemah kandungan. Hingga aku merasakan kontraksi yang sangat hebat sampai tak bisa menahannya. Aku dibawa ke dokter dan lagi-lagi tidak ada masalah. Janinku masih aman. Ini menjadi kabar yang menyenangkan bagi wanita yang mengidamkan seorang anak. Tapi, apa yang kualami ini menjadikan diriku semakin prustasi. Yang ada di dalam otakku hanya ingin mengakhiri kesedihan.

Aku tidak mengerti dengan sikap Mas Ibas. Dia cuek, tapi juga peduli dengan keadaanku.

Kali ini saja dia acuh dan tak menyentuhku. Lalu, setelah bayi lahir, pasti dia meninggalkanku. Jadi untuk apa aku bertahan hidup? Jika aku harus berpisah dengan orang yang kucintai dengan cara yang bukan karena kesalahanku.

Mas Romi dan Emak datang ke rumah saat aku pulang dari klinik. Tapi, kudengar dengan lantang Mas Ibas mengusirnya. Aku lega karena tak harus melihat wajah lelaki brengsek itu. Lalu, jika bayi ini lahir, apa aku bisa menerimanya? Melihatnya akan membuat bayangan malam itu akan terus tengiang.

Emak menyambangiku ke kamar. Dia menanyakan keadaanku dan aku hanya menjawab sesuai yang ada di otakku. Bahwa aku sudah tak kuat hidup lagi. Dia memelukku layaknya anak sendiri.

"Nak, bayimu enggak berdosa. Jangan kamu sakiti dirinya." Emak mengelus rambutku.

"Dia akan lahir menjadi anak haram. Jadi, lebih baik kuhabisi sebelum dia melihat dunia yang kejam ini. Dari pada di dunia nantinya menanggung malu seperti ibunya." Aku masih dalam posisi melihat lurus ke depan.

"Jangan bicara seperti itu, Isma. Romi pasti bertanggung jawab dan menikahimu. Emak tahu dia menyukaimu. Emak sering melihat Romi melamun di kamarnya dengan memandangi fotomu. Emak enggak tega melihatnya," Emak menunduk.

"Lalu, Emak tega melihat keluargaku berantakan?" Aku menoleh Emak yang masih menunduk.

"Apapun alasannya, tindakan Mas Romi salah, Mak. Seseorang yang sudah menjamah istri orang lain, lebih berharga dari hewan." Mas Ibas masuk ke kamar. .

"Aku enggak akan menceraikan Isma, Mak. Aku aku membalas sakit hatiku pada Mas Romi.  Supaya dia tahu, jika barang milik orang lain yang dicuri itu bisa saja kembali pada pemiliknya. Meski aku belum tahu bisa menerima Isma seutuhnya atau tidak nantinya."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
romi durjana ,seenak nya aja mau sm istri adik nya ,laki2 jalang bejat moral nya ,ga tau diri .
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status