Share

Kakakku Suamiku
Kakakku Suamiku
Penulis: 𝓢𝓮𝓷𝓳𝓪 𝓜𝓮𝓻𝓪𝓱

Eps 01

Jerit tangis menghiasi malam kelam itu, malam dimana semua berdarah tanpa nyawa. Matanya menatap nanar tubuh tak bergerak di depannya, ingin meraih namun sendirinya tak berdaya.

"Tolong, tolong kami," hanya suara lirih itu yang tersisa dari tenggorokannya.

Hujan datang bergerombolan, menyaksikan tragisnya malam berdarah itu. Dalam pekat hujan terlihat tangan yang berusaha menggapi, lemah dan begitu pucat. Hingga mungkin tak sanggup menggapai dan semua menjadi gelap baginya.

**

Sudah lebih dari satu minggu berlalu, tubuh gadis itu masih sama dan tak menunjukkan responnya. Dokter sudah berusaha memberikan rangsangannya bahkan juga keluarganya namun sepertinya gadis itu masih lelah dan memilih mengistirahatkan tubuhnya.

"Bagaimana dengan putri saya dok, kapan dia bisa kembali terbangun?"

"Benar, ini sudah terlalu lama. Sudah waktunya dia bangun kembali dok."

"Kami sudah berusaha Pak, Bu. Kami masih akan terus berusaha."

Samar-samar nyatanya gadis itu mendengar semua yang terjadi di sekitarnya, ia hanya masih tak ingin membukan matanya. Ia ingin ketika ia membuka matanya maka semua hanya akan menjadi mimpi belaka.

"Bangun Nak, kamu dengar kan Nak. Bangun, bangunlah Tian."

Ratian Cyntia Prambu, satu-satunya nyawa yang selamat saat kecelakaan. Nasib masih melindunginya, malangnya ia juga harus kehilangan kedua orang tuanya dalam waktu bersamaan.

Dan mereka yang sedang berdebat adalah Wirma juga istrinya, Dewi. Keduanya adalah sahabat mendiang orang tua Ratian atau lebih akrab disapa Tian. Mendengar apa yang terjadi membuat rasa marah menyelimuti keduanya, memutuskan segera terbang dari Surabaya menuju Jakarta.

Sayangnya hanya jasad yang terbujur kaku yang keduanya temui saat tiba, Dewi histeris melihatnya ia tak sanggup menatap betapa parah luka yang kedua sahabatnya derita. Sakit itu bertambah dalam saat salah seorang dokter menyatakan kondisi Ratian koma, sudah sakit masih harus menopang tangga.

Tak ada sanak saudara yang bisa dihubungi, semua seolah tuli dengan kabar ini. Wirma memutuskan untuk menguburkan kedua sahabatnya seorang diri, persetan dengan keluarga yang hanya selembar kertas KK.

Di bawah mendung awan, berhias rintik hujan keduanya dimakamkan. Dewi tak kuasa menahan air matanya, pemakaman yang sangat sederhana untuk sahabatnya yang terlalu baik semasa hidupnya.

"Lihatlah, mereka yang menjilatmu tak datang hanya untuk mengucap perpisahan padamu," lirih Dewi berucap didepan nisan keduanya.

"Biarlah Bun, mereka sudah tenang. Mereka juga akan melihat dari atas sana."

"Bunda hanya tak terima Yah, semasa hidup banyak yang datang menjilat meminta bantuan. Mereka dengan tangan terbuka datang dan menolongnya, tapi apa yang mereka dapat setelah tiada? Bahkan satu taburan bungapun tak ada."

Benar adanya, semasa keduanya hidup banyak yang datang dengan segala sandiwaranya. Dengan nama besar Prambu banyak yang bertingkah licik dan ingin mengakalinya, beruntung ada Saci yang begitu waspada hingga bisa menyelamatkan sang suami dari para rubah bermuka dua.

"Kita kembali, masih ada Tian yang harus kita perhatikan," ajak Wirma pada istrinya.

Di rumah sakit,

Nampak Tian masih tidur begitu pulas, wajah polosnya mirip seperti bayi yang sedang tidur nyenyak. Bahkan susterpun yang sedang memeriksa tak tega untuk membangunkan dan berusaha menyadarkannya.

"Bagaimana keadaan putri saya, Sus?"

"Masih sama Bu, pasien masih enggan membuka matanya. Semua kondisi tubuhnya juga dalam kondisi baik," jelas suster yang merapikan kembali Tian seperti sedia kala.

"Hai Nak, ini Om juga tante. Kita kembali lagi, kamu bangun yuk," bisik Wirma pada telinga Tian.

Setelah melihat suster pergi Dewi mendekati keduanya, duduk di sebelah Tian dan menggenggam tangan pucat itu.

Dewi terlihat memohon pada Tian untuk segera membuka matanya, dengan penuh rasa bersalah ia juga meminta maaf karena tak bisa menjaga mereka. Tian mendengarnya, ia memang tak bisa membuka matanya namun air mata itu meluncur begitu saja membasahi kulitnya.

"Kamu menangis Nak, kamu dengar tante kamu ini?" panik Wirma menghapus air mata Tian.

Dewi tak hentinya bersyukur saat Tian ternyata masih bisa meresponnya, hingga tanpa diduga kedua mata yang terus terlelap itu kembali terbuka menatap dunia. Ya, Tian membuka matanya.

Dokter segera memeriksa dan berbahagia sebab Tian bisa melewati masa tidurnya. Dewi juga Wirma tak kalah bahagia dengan itu namun keadaan Tian kini tak lebih mirip mayat hidup. Hanya membuka mata dan terdiam tanpa suara.

"Terima kasih kamu sudah kembali bersama kami Nak, " ucap tulus Dewi.

Bayangan kelam itu kembali menghampiri Tian, bayangan dimana mobil berguncang dengan begitu hebatnya hingga membuat ketiganya dilanda ketakutan. Ketakutan itu masih begitu nyata dirasa Tian, bahkan kejadian dimana mobil terbalik masih begitu membekas di ingatannya.

Tian diam namun ia berderai air mata, tubuhnya berguncang menahan tangis dan takutnya. Dewi berusaha menenangkannya Wirman panik memanggil kembali dokter.

"Mama, Papa. Kalian di mana, tolong Tian," batinnya menjerit mencari kedua orang tuanya.

Ingatan dimana ia melihat tubuh orang tuanya tak bergerak bersimbah darah membuat Tian kembali anfal. Detak jantungnya berdetak semakin cepat hingga mesin EKG mengeluarkan bunyinya yang begitu nyaring.

"Tidak! Jangan sakiti mereka, tolong selamatkan kami. Tolong kami," batinnya merancu berderai air mata.

"Siapa, siapa itu? Siapa dia? Siapa yang ingin melukai kami, kalian siapa?"

"Tenang Nak, tante mohon tenang dan bertahan. Jangan tinggalkan kami."

"Dokter...!"

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Pacik Mus
mantap jgn putus asa
goodnovel comment avatar
Dwi Rachmawati
grubyak....ada namanya tiang listrik ......
goodnovel comment avatar
Musni Syamsuri Mus
kya'y seru rin karyanya jd ingat bang tian............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status