Share

Penggemblengan Alam Kanuragan

Pukulan tangan Wira yang mengandung kekuatan angin mengenai dada kakek tua. Tak bergeming sedikitpun, kakek hanya tersenyum sinis.

Dengan lambaian tangan kakek tua sedikit saja, Wira terlempar sampai keluar goa. Dia langsung bangkit kembali masuk dan menyerang kakek tua.

Setelah beberapa kali serangan dan Wira terus terlempar keluar goa. Di serangan terakhirnya, kekuatan semakin meningkat ke mendekati alam diatasnya.

Namun kali ini, tinju angin wira masih ditahan dan ditangkap oleh kakek tua. Fluktuasi energi terpecah ke belakang kakek dan menjatuhkan beberapa batu stalaktit.

Seketika aura Wira turun drastis hingga terkapar lemas.

Tak sadar entah berapa lama Wira tak sadarkan diri, dia akhirnya membuka mata.

Dia duduk di batu datar, tempat yang sebelumnya ditempati oleh Garuda Emas. Auranya semakin murni dan stabil.

“Akhirnya kamu bangun juga, bocah bau!“ seru kakek tua.

Melihat sekeliling, Wira langsung kepikiran sahabatnya yang terakhir dia ingat sahabatnya tertusuk bulu emas di punggung.

“Ampun, Guru. Sudah berapa lama saya pingsan? Dan dimana Lonbur?“

“Kamu entah pingsan atau tidur juga aku tidak tahu. Begitu kamu jatuh, kamu langsung tak sadarkan diri selama 7 hari. Lalu kamu bangkit dan bermeditasi selama satu paksha atau 15 hari.“

“Kamu tak perlu khawatir pada temanmu. Dia sedang bermeditasi lagi di tempat lain.“

Sebelumnya, Wira tengah menjalani 3 langkah ujian dari Garuda Emas. Yang pertama, dia diuji dengan tekanan mental dari Garuda Emas yang sebenarnya berwujud seorang kakek. Tekanan itu menguji seberapa kuat dasar kanuragan Wira. Dia telah lulus ujian pertamanya.

Kemudian, dia diminta memenuhi sebuah bejana air yang terdapat di dalam goa. Dengan alat seadanya, Wira telah naik-turun lereng sebanyak 20 kali dan dibantu oleh Lonbur, sahabat barunya. Saat selesai, rupanya sang kakek tua yang tidak lain adalah Garuda Emas tampak marah. Karena Wira mendapat bantuan tanpa seizin kakek. Kakek tua melemparkan sebuah bulu emas tepat menancap di punggung Lonbur membuat Wira marah besar.

Dia mencoba menyerang kakek tua beberapa kali dengan kekuatan tinju angin. Tetapi akhirnya dia tumbang.

Sebenarnya, saat kakek melemparkan bulu emas itu merupakan sebuah hadiah untuk Lonbur karena telah membantu Wira. Tapi juga sekaligus memasuki langkah ujian terakhir.

Dalam ujian kedua, Wira benar-benar dilatih fisiknya untuk naik-turun lereng gunung. Dan saat tekanan mental menyerang Wira dan Lonbur, sebenarnya adalah proses peningkatan kekuatan hingga mendekati batas tertinggi yang bisa diraih Wira saat ini.

Dalam periode 15 hari dia bersemedi, Wira telah resmi menjadi murid Garuda Emas dan mulai menjalani pelatihan tingkat lanjutan.

“Sekarang, tubuhmu telah mempunyai wadah yang lebih besar. Saat kamu memperdalam latihanmu, kau akan segera mencapai puncak Adhikara Pratama. Sebelum itu, keluarlah dan temukan beberapa ramuan ini.“ Kakek tua yang kini diketahui bernama Ki Santarja memberikan sebuah slip lontar berisi beberapa daftar ramuan.

“Sendika dawuh, Guru!“ Wira menangkupkan telapak tangannya sebelum beranjak pergi.

Di luar goa, Wira memeriksa slip lontar itu. Terdapat beberapa nama tumbuhan bahan ramuan. Beberapa tampak akrab, ada pula yang asing. Tapi dia tetap melangkah mengikuti intuisinya.

Ramuan Ashwaganda adalah sebuah ramuan yang ampuh untuk meningkatkan vitalitas tubuh. Bahan-bahannya sebagian mudah ditemukan di area hutan. Sebagian lagi butuh sedikit perjuangan.

Setelah mendapatkan semua bahan, Wira segera kembali ke goa dan menyerahkan pada Ki Santarja. Selain sebagai salah seorang ahli kanuragan, beliau juga merupakan ahli meracik ramuan herbal.

Semua bahan Ashwaganda diolah sedemikian rupa dengan beberapa alat meracik. Kemudian diolah dengan kuali obat khusus hingga terbentuk butiran-butiran kristal obat.

Satu resep ramuan yang didapat oleh Wira bisa menghasilkan 3 botol kecil ramuan.

Ki Santarja memberikan satu botol pada Wira.

“Murnikan satu butir ramuan ini dengan cara ditelat secara utuh tanpa air. Lalu bermeditasi lagi selama 3 hari. Vitalitasmu akan meningkat jauh.

Wira duduk bersila di atas batu datar. Dia mengambil sebutir ramuan Ashwaganda lalu menelannya. Kemudian dia memejamkan mata dan memulai bermeditasi lagi.

Dalam periode beberapa ghatika, aliran angin perlahan mulai berfluktuasi di sekitar tubuh Wira. Tangannya bergerak mengikuti aliran energi yang melalir dalam tubuhnya.

Sementara di bagian lagi dari goa. Ki Santarja menemukan Lonbur yang telah selesai menyempurnakan sayap barunya. Bunglon yang sebelumnya hanya bisa melompat dan melayang jauh, kemudian mendapat sehelai bulu emas di punggungnya. Sekarang dia telah mendapatkan sepasang sayap emas dan bisa terbang.

Walaupun sayap itu begitu tipis, bahkan saat mengepak tampak transparan, sayap-sayap itu begitu kuat.

“Sekarang, berlatihlah terbang di sekitar goa ini. Lakukan beberapa manuver agar kamu semakin akrab dengan bagian tubuh barumu.“

Tanpa menjawab, Lonbur mengikuti setiap petunjuk Ki Santarja.

Setelah sehari penuh Lonbur berlatih terbang, dia mulai mahir. Lalu dia ditugaskan menuju puncak sebuah bukit. Dia harus menemukan beberapa bunga senggani tua dengan berbekal sebuah kantung kecil sebagai wadah.

Lonbur sangat senang mendapat tugas ini. Dia bisa bebas terbang dengan sayap barunya di alam luas. Sambil dia membiasakan terbang lama, dia juga melatih mempertajam instingnya sendiri.

Setelah sampai di puncak bukit yang ditunjuk Ki Santarja, Lonbur perlahan berhenti dan hinggap di salah satu dahan. Melihat sekeliling dengan matany yang stereo, dia bisa melihat berbeda arah.

Tumbuhan senggani adalah termasuk jenis semak belukar, tapi dia menghasilkan bunga yang saat mekar dan tua, akan ada semacam biji yang bisa dikonsumsi. Berwarna coklat kehitaman di bagian pangkal bunganya. Sedangkan bunganya sendiri berwarna ungu cerah.

Melihat hamparan luas ladang senggani, Lonbur baru menemukan satu buah bunga yang sudah tua. Dia langsung memfokuskan kedua matanya pada satu titik. Saat dia hendak melesat, dia membatalkan niatnya.

Dengan berdegup kencang jantung Lonbur berkata dengan panik, “Hampir saja aku menjadi makanan ular itu.“

Mengurungkan niat untuk terbang, Lonbur turun dari dahan secara perlahan dan mengaktifkan seni mimikrinya. Warna kulitnya seperti transparan dan sulit terlihat.

Bunglon itu berjalan perlahan di setiap dahan dan ranting, dengan fokus tetap ke arah bunga dan juga ular. Saat ada embusan angin, dia berani melompat berpindah dahan. Agar gerakannya tersamar oleh angin.

Ketika jarak semakin dekat dengan bunga senggani, dia semakin waspada pada gerakan ular pohon yang juga berwarna hijau tersamar. Secara kebetulan, ular bergerak ke arah Lonbur saat ini. Sambil menahan auranya, Lonbur berhenti bergerak.

Ular hija bergerak perlahan, merayap tepat di atas Lonbur. Tiba-tiba kepala ular mengambil ancang-ancang untuk menyerang mangsa.

SLAP!

Jantung Lonbur seperti naik ke tenggorokan. Dia melihat sekeliling, aman. Tapi jantung masih berdetak kencang.

“Dimana ularnya?“ batin Lonbur panik.

Setelah beberapa saat, dia melihat ranting hijau bergerak tepat di belakangnya. Mata stereonya menelusuri arah.

Benar saja, ular itu telah menyerang mangsanya.

Seekor katak pohon dengan warna dan corak yang sama persis seperti daun tepat di belakang Lonbur yang menjadi mangsa ular.

Katak berhenti bergerak memberontak hanya dalam beberapa napas saja. Karena serangan ular tepat mengenai leher si katak.

Tak mau menjadi mangsa lainnya, Lonbur menahan diri untuk tidak bergerak sampai ular benar-benar pergi jauh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status