Share

Bab 5

Evan Wijaya. Usia pria itu 33 tahun sekarang. Pendapat Kia tentangnya? Si rupawan yang bajingan.

Contoh paling dekat dari sikap bajingannya itu, sekarang. Saat Kia masih ingin merebahkan tubuh di kasur karena memang masih lemas dan sedikit pusing, pria itu malah memaksanya ikut keluar rumah.

Di malam hari yang lumayan berangin pula. Seperti sengaja sekali ingin membuat sakitnya makin parah. Katanya, ingin mengajak makan bakso. Namun, malah berhenti di warung nasi goreng.

Kesal, Kia membiakan pria itu turun dari mobil dan masuk sendirian ke tempat makan. Sekitar tiga menit berlalu, Kia tertawa kecil saat melihat pria yang berstatus sebagai suaminya itu kembali menghampiri mobil.

"Kamu beneran sakit? Sempat-sempatnya bikin aku kesal?" Evan bicara tepat di samping Kia. Pria itu melepas seat belt yang masih melilit di tubuh istrinya.

"Aku enggak lapar. Kalau kamu mau kerepotan ngurusin aku yang muntah, silakan. Paksa aku masuk ke sana dan makan."

Tangan Evan menjauh dari seat belt yang sudah terbuka. Pria itu berkacak pinggang. Tubuh jangkungnya sedikit membungkuk agar bisa bersitatap dengan lawan bicara. 

"Mau kamu apa?" tanyanya dengan dagu yang terangkat.

"Kamu yang maunya apa? Ngajak keluar mau apa?"

Runut, lugas, Evan menjelaskan. Ini ide Lidia. Istri pertamanya itu memberi saran agar Evan mengajak Kiandra keluar, bicara berdua, menanyakan mengapa Kia belum siap punya anak. Mereka bisa mencari solusi bersama, harap Lidia.

"Alasanku cukup masuk akal untuk kamu? Bisa turun sekarang?"

Usai menjelaskan dengan penuh kesabaran, Evan malah melihat gelengan dari Kia atas tanya itu.

"Dingin, Van. Ngomongnya sambil jalan atau di rumah aja. Aku kedinginan."

Mengalah kata Lidia. Evan diminta untuk lebih mengalah. Ia menurut. Pria itu menutup pintu di samping Kia, kembali menempati kursi kemudi.

"Jadi, kenapa? Apa alasan kamu sampai belum siap punya anak?" Pria itu tergelak. "Kamu ngerasa enggak, kalau kamu itu terlalu banyak mau?"

Dinikahi untuk memberikan anak, kenapa Evan harus bertindak sejauh ini untuk membujuk? Memastikan Kia bersedia, padahal jelas dinikahi memang untuk memberikan keturunan.

"Kamu sadar kamu itu menyebalkan, Ki?" sambung Evan. Mobil mereka mulai memasuki kawasan jalan raya, sudah meninggalkan parkiran warung nasi goreng.

"Aku enggak suka kamu. Aku enggak mau punya anak dari kamu." Kiandra menjawab tanpa menoleh. Matanya yang sayu lebih memilih memandangi pemandangan di luar mobil.

"Aku harus bikin kamu suka aku, gitu? Kamu merasa dirimu ratu, Ki?"

"Sikap kamu jelek. Kamu sering ngebentak aku. Aku enggak kamu kasih kesempatan untuk nolak apa pun mau kamu."

"Kamu keras kepala. Ngomong sekali, enggak bakal kamu gubris. Dibentak baru mempan." Evan tampak mengerutkan dahi. Sudah mulai hangat ubun-ubunnya.

"Aku udah makan sayur-sayuran seperti yang kamu mau. Kamu tetap ngebentak aku." Kia bicara soal insiden pertengkaran mereka sehari sebelum tragedi pil KB yang ketahuan. Evan membentak tepat di depan Irna dan Lidia.

"Kamu enggak jawab waktu aku tanya udah makan sayur apa belum? Menurut kamu, aku enggak pantas marah? Aku pulang kerja, capek dan masih harus ngurusin hal remeh gitu?"

Evan menekan klakson kuat. Barusan, seorang pengemudi sepeda motor menyalipnya. Membuat atmosfer kemarahan semakin berkobar.

"Jangan lupa, Ki. Kamu udah nipu aku. Kamu bohong soal pil itu. Jangan kira kamu bisa lari dari masalah ini."

Kiandra menoleh pada pria itu. "Kenapa? Kamu mau ambil rumah  Bapak? Kamu mau buat keluargaku tinggal di jalanan? Jadi gelandangan?"

"Supaya itu enggak terjadi, kamu cuma perlu nurut." Evan menyeringai.

Kiandra semakin berang. Ia merasa sungguh tak dihargai. Evan sama sekali tak memikirkan dirinya. Pria itu hanya ingin keinginannya dituruti, jika tidak, ia hanya perlu mengancam Kia.

"Turunkan aku." Kia memegangi kunci pintu.

Evan melirik tajam. "Mau kabur lagi? Nanti pulang lagi? Kamu enggak capek, Ki?"

"Turunkan aku!" Kiandra berteriak.

Mengabaikan itu, Evan malah menginjak pedal gas semakin dalam. "Turun sendiri kalau bisa," gertaknya.

Kia menggigit bibir. Tangannya memegangi pintu mobil erat. Rendah sekali ternyata Evan memandangnya. Pria itu menganggapnya terlalu kecil, hingga dirasa tak punya keberanian apa-apa, termasuk loncat dari mobil ini.

Dengan segenap keberanian dan kemarahannya, Kia menarik kunci mobil hingga benda itu terbuka. Angin kencang langsung menampar wajahnya.

"Kia!"

"Di pernikahan ini, bukan cuma kamu yang berkuasa, Evan. Aku butuh uang kamu, tapi kamu juga butuh aku. Kalau kamu enggak bisa berubah, sedikit aja menghargai aku, lupakan niat kamu dapat anak dari aku."

Usai mengatakan itu, Kia melompat dari atas mobil. Benar-benar melompat hingga tubuhnya terlempar, berguling dan menghantam entah apa.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
icechoco
nyebelin si KIAnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status