Share

Malam pertama

Heru Prasetyo-- lelaki berusia 30 tahun yang memiliki tubuh ideal dengan berat badan 70 kilogram itu menghempaskan tubuhnya begitu saja di spring bed nomor satu miliknya.

AC yang ia nyalakan sejak tadi terasa tidak berguna, panas, hawa panas seketika menyergap tubuhnya.

Heru melepas satu persatu kancing bajunya dan membuang pakaian itu ke sembarang arah. Ia bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana panjang miliknya.

"Kenapa tubuhku tiba-tiba begini? Kenapa ruangan ini tiba-tiba panas seperti ini?" Heru bertanya pada dirinya sendiri.

Ia merasakan gerah, padahal AC menyala. Hero langsung menggeser tubuhnya mendekati bantal dan menutup matanya dengan tangannya. 

Dia ingin tidur, karena tubuhnya teramat lelah, begitu juga batinnya. Bayangan seorang wanita cantik tiba-tiba terlintas begitu saja.

"Wirda...," desisnya.

Wirda adalah wanita yang ditaksir Heru, gadis cantik berkerudung berusia 27 tahun.

Heru selalu memperhatikan Wirda yang merupakan anak pemilik restoran rivalnya, restoran yang tempatnya berada di seberang restoran milik Heru.

Heru sangat suka melihat gadis itu, wajahnya benar-benar Ayu, merupakan peranakan Indonesia Arab, wajahnya sangat mirip dengan ibunya yang berdarah Arab.

Heru  senang melihat struktur wajah Wirda yang berhidung mancung dan beralis tebal, memiliki bibir yang tipis dengan senyum yang menawan.

Namun, Heru hanya bisa memujinya dalam hati, karena sejatinya, mamanya i menentang perasaan Heru dengan Wirda.

"Mama tak mau anak mama menikah dengan rival restaurant milik Mama. Apalagi semenjak hadirnya restoran miliknya, pengunjung kita lebih senang makan di sana, sehingga restoran kita menjadi sepi,"

Kata-kata itulah yang terlontar dari bibir mamanya Heru setiap Heru terus jujur akan perasaannya pada Wirda.

Heru tak mampu menentang keinginan mamanya, Heru merasa semua yang ia punya adalah berkat kerja keras mamanya.

Hingga tibalah saat itu, Ia harus menerima apa yang diinginkan mamanya, menikah dengan seorang wanita penjaja cinta.

Bunyi dari pintu menyadarkan Heru dari lamunan. Samar-samar ia melihat seseorang mendekat. 

"Wirda...," ia bergumam.

Kepala Heru tiba-tiba sakit, penglihatannya berbayang dan tidak fokus.

Ia hanya mencium aroma yang sangat memikat, membuat gairahnya bangkit secara tiba-tiba.

Seseorang itu kian mendekat dan menghempas tubuhnya tepat di sisi Heru.

"Wirda ... Sayang, kamu kenapa di sini? Wirda ...kamu cantik sekali," 

Heru menggeser tubuhnya dan meraih tubuh sintal itu, membawanya dalam pelukan.

Wanita yang kini berada di pelukannya itu menggeliat, tapi tak menolak.

Ia malah menarik tengkuk Heru dan langsung melumat bibir Heru dengan lahapnya.

"Eumhh,"

Heru bergumam. Ia tak menyangka gadis pemalu dengan senyum khasnya itu mempunyai inisiatif untuk melakukan hubungan dewasa itu terlebih dahulu.

Klek!

Lampu mati tiba-tiba tapi Heru mengabaikannya. Ia malah asik membalas lumatan yang terasa begitu nikmat.

Heru yang sulit jatuh cinta itu hanya merasakan punya pacar dua kali, dan kissing yang seperti ini hanya beberapa kali Ia rasakan.

Namun, ciuman malam ini terasa berbeda. Begitu hot dan penuh gairah.

Heru pun pasrah saat wanita itu malah lebih ganas darinya. Tak puas hanya bibirnya saja, Ia mulai menjelajahi dada Heru yang berotot dan berbentuk roti sobek.

Dan, malam itu terasa sangat panjang.  Penuh gairah dan keringat. Suara derit ranjang yang bergerak disertai lenguhan kenikmatan itu menandakan betapa dua insan itu begitu menikmati malam yang tak biasa.

Tanpa Mereka sadari, ada sepasang mata memandang dengan senyum lebar melihat pertempuran dua anak manusia dalam kegelapan dan hanya sedikit sinar yang masuk dari celah horden jendela.

Orang misterius itu lalu keluar perlahan dan menutup pintu dengan hati yang bahagia. Membiarkan kedua manusia berlawanan jenis itu menikmati malam spesial mereka, hanya berdua dan tanpa gangguan.

***

Suara kokok ayam jantan terdengar bersahut-sahutan di luar. Kumandang adzan menggema merdu, mengajak insan manusia untuk bangun dan bersiap untuk melakukan kewajiban sebagai makhluk Tuhan.

Heru yang jarang melakukan kewajibannya itu tetap tertidur dengan pulas, sedari kecil Ia tidak pernah diajarkan solat. 

Jadi, meski suara Adzan terdengar begitu jelas dan memekakkan telinga karena jarak rumah dan mesjid yang berdekatan tak membuat Heru tergugah untuk bangun dan solat.

Namun, subuh itu lelaki gagah itu merasa terganggu dengan pergerakan di ranjangnya.

Ia membalikkan tubuhnya dan berusaha membuka matanya yang terasa lengket.

"Aaaa!"

Seketika Heru membuka matanya saat mendengar suara jeritan.  Netranya membola menatap tubuh polos berkulit putih seputih susu tanpa balutan apa pun.

Gadis itu langsung bangun dan meraih apa yang bisa Ia jangkau. Bedcover berwarna maroon yang ia raih itu langsung ia pakai untuk menutupi tubuhnya.

Berbeda dengan Heru, Ia dengan sigap meraih celananya dan memakainya.

"Kamu ngapain tidur di kasurku!" Heru menatap tajam gadis yang kini membekap tubuhnya dengan selimut itu.

"A--aku juga ga tahu, terakhir aku ingat kita menikah dan melihatmu pergi begitu saja," jawabnya dengan suara yang bergetar.

"Bohong! ini pasti kesalahan. Aku tak mungkin melakukan apa-apa denganmu! najis!" pekik Heru seraya menjambak rambutnya, frustasi.

Gadis itu meremas bedcover yang menutupi tubuhnya. Hatinya bagai ditusuk beribu berlati. Sakit dan perih.

Ia menunduk. Air mata jatuh membanjiri pipinya. Apa Ia begitu hinanya di mata lelaki yang kini telah sah menjadi suaminya?

Saat itu matanya tertuju pada sesuatu diatas seprei. Noda yang langsung Ia dekati dan menyentuhnya.

Gadis itu juga meraba daerah kemaluannya yang basah. Lengket. Cairan yang sangat Ia hapal.

"Kau bisa saja jijik kepadaku, tapi kau tak bisa bohong, tadi malam kau menikmati tubuhku, dan ini buktinya, cairan sperm*, punya siapa?" gadis itu menggeser tubuhnya dan beringsut mendekati Heru yang terpaku. Menunjukkan cairan yang masih tersisa.

"Itu ...,"

"Kau masih mau mengelak? ini bukti nyata! kau meniduriku tadi malam!jadi jangan sok jual mahal, Tuan Heru yang terhormat! kau telah memakai barang bekas orang!"

Gadis itu menyeka sisa air matanya, berbalik dan meraih pakaiannya yang  terlempar ke sembarang arah. 

Dengan kesalnya ia melempar bedcover hingga tubuhnya polos dan cuek memakai pakaiannya.

Heru memalingkan tubuhnya. Tangannya mengepal keras. Ia tak habis pikir bisa berada satu kasur dengan gadis itu. Apalagi tidur dengannya!

Brakk!

Terdengar suara pintu yang di hempas keras. Heru sempat terjingkat, tapi Ia tak merubah posisinya. 

Ia masih tak percaya. Bukankah tadi malam Ia bersama Wirda? kenapa malah gadis itu? apa karena mabuk? tapi Heru tak menegak alkohol.

"Tidakk! tidak mungkin! keperjakaanku hilang di tangan pelacur itu!" 

Heru merutuki dirinya yang bisa berhubungan dengan wanita yang sama sekali tak Ia suka. Dan, parahnya wanita itulah yang merebut keperjakaannya! keterlaluan!

Heru Prasetyo-- lelaki berusia 30 tahun yang memiliki tubuh ideal dengan berat badan 70 kilogram itu menghempaskan tubuhnya begitu saja di spring bed nomor satu miliknya.

AC yang ia nyalakan sejak tadi terasa tidak berguna, panas, hawa panas seketika menyergap tubuhnya.

Heru melepas satu persatu kancing bajunya dan membuang pakaian itu ke sembarang arah. Ia bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana panjang miliknya.

"Kenapa tubuhku tiba-tiba begini? Kenapa ruangan ini tiba-tiba panas seperti ini?" Heru bertanya pada dirinya sendiri.

Ia merasakan gerah, padahal AC menyala. Hero langsung menggeser tubuhnya mendekati bantal dan menutup matanya dengan tangannya. 

Dia ingin tidur, karena tubuhnya teramat lelah, begitu juga batinnya. Bayangan seorang wanita cantik tiba-tiba terlintas begitu saja.

"Wirda...," desisnya.

Wirda adalah wanita yang ditaksir Heru, gadis cantik berkerudung berusia 27 tahun.

Heru selalu memperhatikan Wirda yang merupakan anak pemilik restoran rivalnya, restoran yang tempatnya berada di seberang restoran milik Heru.

Heru sangat suka melihat gadis itu, wajahnya benar-benar Ayu, merupakan peranakan Indonesia Arab, wajahnya sangat mirip dengan ibunya yang berdarah Arab.

Heru  senang melihat struktur wajah Wirda yang berhidung mancung dan beralis tebal, memiliki bibir yang tipis dengan senyum yang menawan.

Namun, Heru hanya bisa memujinya dalam hati, karena sejatinya, mamanya i menentang perasaan Heru dengan Wirda.

"Mama tak mau anak mama menikah dengan rival restaurant milik Mama. Apalagi semenjak hadirnya restoran miliknya, pengunjung kita lebih senang makan di sana, sehingga restoran kita menjadi sepi,"

Kata-kata itulah yang terlontar dari bibir mamanya Heru setiap Heru terus jujur akan perasaannya pada Wirda.

Heru tak mampu menentang keinginan mamanya, Heru merasa semua yang ia punya adalah berkat kerja keras mamanya.

Hingga tibalah saat itu, Ia harus menerima apa yang diinginkan mamanya, menikah dengan seorang wanita penjaja cinta.

Bunyi dari pintu menyadarkan Heru dari lamunan. Samar-samar ia melihat seseorang mendekat. 

"Wirda...," ia bergumam.

Kepala Heru tiba-tiba sakit, penglihatannya berbayang dan tidak fokus.

Ia hanya mencium aroma yang sangat memikat, membuat gairahnya bangkit secara tiba-tiba.

Seseorang itu kian mendekat dan menghempas tubuhnya tepat di sisi Heru.

"Wirda ... Sayang, kamu kenapa di sini? Wirda ...kamu cantik sekali," 

Heru menggeser tubuhnya dan meraih tubuh sintal itu, membawanya dalam pelukan.

Wanita yang kini berada di pelukannya itu menggeliat, tapi tak menolak.

Ia malah menarik tengkuk Heru dan langsung melumat bibir Heru dengan lahapnya.

"Eumhh,"

Heru bergumam. Ia tak menyangka gadis pemalu dengan senyum khasnya itu mempunyai inisiatif untuk melakukan hubungan dewasa itu terlebih dahulu.

Klek!

Lampu mati tiba-tiba tapi Heru mengabaikannya. Ia malah asik membalas lumatan yang terasa begitu nikmat.

Heru yang sulit jatuh cinta itu hanya merasakan punya pacar dua kali, dan kissing yang seperti ini hanya beberapa kali Ia rasakan.

Namun, ciuman malam ini terasa berbeda. Begitu hot dan penuh gairah.

Heru pun pasrah saat wanita itu malah lebih ganas darinya. Tak puas hanya bibirnya saja, Ia mulai menjelajahi dada Heru yang berotot dan berbentuk roti sobek.

Dan, malam itu terasa sangat panjang.  Penuh gairah dan keringat. Suara derit ranjang yang bergerak disertai lenguhan kenikmatan itu menandakan betapa dua insan itu begitu menikmati malam yang tak biasa.

Tanpa Mereka sadari, ada sepasang mata memandang dengan senyum lebar melihat pertempuran dua anak manusia dalam kegelapan dan hanya sedikit sinar yang masuk dari celah horden jendela.

Orang misterius itu lalu keluar perlahan dan menutup pintu dengan hati yang bahagia. Membiarkan kedua manusia berlawanan jenis itu menikmati malam spesial mereka, hanya berdua dan tanpa gangguan.

***

Suara kokok ayam jantan terdengar bersahut-sahutan di luar. Kumandang adzan menggema merdu, mengajak insan manusia untuk bangun dan bersiap untuk melakukan kewajiban sebagai makhluk Tuhan.

Heru yang jarang melakukan kewajibannya itu tetap tertidur dengan pulas, sedari kecil Ia tidak pernah diajarkan solat. 

Jadi, meski suara Adzan terdengar begitu jelas dan memekakkan telinga karena jarak rumah dan mesjid yang berdekatan tak membuat Heru tergugah untuk bangun dan solat.

Namun, subuh itu lelaki gagah itu merasa terganggu dengan pergerakan di ranjangnya.

Ia membalikkan tubuhnya dan berusaha membuka matanya yang terasa lengket.

"Aaaa!"

Seketika Heru membuka matanya saat mendengar suara jeritan.  Netranya membola menatap tubuh polos berkulit putih seputih susu tanpa balutan apa pun.

Gadis itu langsung bangun dan meraih apa yang bisa Ia jangkau. Bedcover berwarna maroon yang ia raih itu langsung ia pakai untuk menutupi tubuhnya.

Berbeda dengan Heru, Ia dengan sigap meraih celananya dan memakainya.

"Kamu ngapain tidur di kasurku!" Heru menatap tajam gadis yang kini membekap tubuhnya dengan selimut itu.

"A--aku juga ga tahu, terakhir aku ingat kita menikah dan melihatmu pergi begitu saja," jawabnya dengan suara yang bergetar.

"Bohong! ini pasti kesalahan. Aku tak mungkin melakukan apa-apa denganmu! najis!" pekik Heru seraya menjambak rambutnya, frustasi.

Gadis itu meremas bedcover yang menutupi tubuhnya. Hatinya bagai ditusuk beribu berlati. Sakit dan perih.

Ia menunduk. Air mata jatuh membanjiri pipinya. Apa Ia begitu hinanya di mata lelaki yang kini telah sah menjadi suaminya?

Saat itu matanya tertuju pada sesuatu diatas seprei. Noda yang langsung Ia dekati dan menyentuhnya.

Gadis itu juga meraba daerah kemaluannya yang basah. Lengket. Cairan yang sangat Ia hapal.

"Kau bisa saja jijik kepadaku, tapi kau tak bisa bohong, tadi malam kau menikmati tubuhku, dan ini buktinya, cairan sperm*, punya siapa?" gadis itu menggeser tubuhnya dan beringsut mendekati Heru yang terpaku. Menunjukkan cairan yang masih tersisa.

"Itu ...,"

"Kau masih mau mengelak? ini bukti nyata! kau meniduriku tadi malam!jadi jangan sok jual mahal, Tuan Heru yang terhormat! kau telah memakai barang bekas orang!"

Gadis itu menyeka sisa air matanya, berbalik dan meraih pakaiannya yang  terlempar ke sembarang arah. 

Dengan kesalnya ia melempar bedcover hingga tubuhnya polos dan cuek memakai pakaiannya.

Heru memalingkan tubuhnya. Tangannya mengepal keras. Ia tak habis pikir bisa berada satu kasur dengan gadis itu. Apalagi tidur dengannya!

Brakk!

Terdengar suara pintu yang di hempas keras. Heru sempat terjingkat, tapi Ia tak merubah posisinya. 

Ia masih tak percaya. Bukankah tadi malam Ia bersama Wirda? kenapa malah gadis itu? apa karena mabuk? tapi Heru tak menegak alkohol.

"Tidakk! tidak mungkin! keperjakaanku hilang di tangan pelacur itu!" 

Heru merutuki dirinya yang bisa berhubungan dengan wanita yang sama sekali tak Ia suka. Dan, parahnya wanita itulah yang merebut keperjakaannya! keterlaluan!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status