Share

Pertemuan

Seseorang berbadan tegap memunggungiku dengan setelan kemeja berwarna abu-abu muda. Ia terlihat sedang memainkan ponsel dan tak menyadari aku sudah sadar dari tidurku.

Perlahan aku duduk dan sepertinya lelaki itu pun menyadari jika aku sudah terbangun. Ia kemudian menggeser tubuhnya dan berdiri lalu memutar tubuhnya menghadap ke arahku.

Aku terpaku saat melihat sosok itu begitu dingin menatapku, tatapannya tajam menyusuri setiap lekuk tubuhku.

"Apakah Anda yang bernama Heru Prasetyo? kenapa Anda membawaku kemari? bukankah tadi Mereka bilang kalau aku akan dibawa ke hotel?" tanyaku bertubi-tubi, tapi laki-laki itu hanya menghela nafas dan meletakkan ponselnya di atas nakas yang tak jauh dari kami.

" Aku tidak nyaman di hotel, terlalu banyak pengunjung yang akan melihat keberadaanmu, aku lebih nyaman di sini, di mana kita hanya berdua dan bisa berbincang tanpa adanya gangguan," jawabnya seraya meletakkan bokongnya di sebuah sofa di sudut ruangan. Ia lalu mengambil anggur yang ada meja di sebelahnya.

"Maksudmu? kita akan berbincang? bukankah kau ingin...," 

"Kau jangan berpikiran macam-macam, aku tidak akan memakaimu, aku datang kemari untuk melamar dirimu, apakah kau mau menikah denganku?"

Degh!

Sontak ucapan pria itu membuat aku sulit untuk berkata-kata. Menikah? dengannya? aku sama sekali tidak kepikiran untuk menikah, apalagi itu dengan orang yang tidak aku kenal sama sekali seperti laki-laki ini. Apa Ia sudah gila?

"Apa Anda sudah gila? aku ini wanita bayaran yang sudah dipakai beragam laki-laki dan entah berapa orang yang sudah mencicipi tubuhku, dan kita sama sekali tidak saling mengenal, tiba-tiba kau memintaku untuk menikah denganmu?" entah bagaimana wajahku saat ini, benar-benar tidak bisa berpikir.

"Aku sangat mengenalmu dan juga keluargamu, kau hanya perlu menyesuaikan diri padaku,"

"Orang tuamu berhutang pada orang tuaku, aku bisa langsung melunasi semua hutang-hutangmu, asal kau mau menikah denganku,"

Lagi-lagi jawaban yang terlontar dari mulut lelaki tampan itu membuatku terdiam. Ada apa ini sebenarnya, mengapa Ia bersikeras ingin menikah denganku?

"Tuan, sadarkah kau dengan ucapanmu? aku ini pekerja seks komersial, sudah banyak laki-laki yang menyentuh tubuhku, apa pantas aku bersanding lelaki sepertimu?"

"Lagi pula, kita sama sekali belum pernah mengenal dan ini untuk pertama kalinya aku bertemu denganmu, apakah tidak begitu cepat kau mengutarakan semua itu," aku berusaha meyakinkannya, jika aku ini bukan wanita baik-baik dan bukan calon yang cocok untuk menjadi istrinya.

Meskipun tak bisa kupungkiri, aku begitu tergiur dengan tawarannya. Sepertinya ia bukan orang biasa.

Jika semua hutangku lunas, berarti aku tidak perlu capek-capek lagi bekerja melayani laki-laki hidung belang.

Pekerjaan yang sejatinya aku benci, tapi tetap harus aku lakukan. Ya, jangankan orang lain, aku pun benci diriku sendiri.

Laki-laki itu kemudian bangkit dan mendekat ke arahku, dalam jarak yang hanya beberapa meter dariku, bisa kulihat betapa sempurnanya laki-laki itu.

Laki-laki berumur sekitar 30 tahun, dengan tinggi kutaksir sekitar 180 cm, tubuh ideal. Bergodek tipis, hidung mancung, kulit putih, rambut tebal. Perawakan tinggi, dengan gaya yang keren.

Ia dengan santai membuka kancing di kemeja tangannya. Menggulungnya tiga lipatan dan kemudian melepaskan dua kancing bajunya.

Jantungku berdegup kencang saat mataku mengikuti ke mana ia pergi, ia melangkah ke bibir ranjang dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

"Ini perjanjian pernikahan jika kau mau menerimaku sebagai suamimu, aku akan melunasi segala hutang-hutangmu dan membawamu keluar dari lembah hitam, menjadi istri seorang pengusaha kaya dan memberikanmu banyak harta,"

"Tidakkah kau tergiur akan perjanjian ini? kau jangan takut, jika kau tidak mencintaiku dan tidak ingin menerimaku, aku tidak akan memaksamu untuk melakukan hubungan suami istri," 

" Kau bisa meneruskan poin-poin keberatanmu di dalam perjanjian itu, sedikitpun tidak akan ada keterpaksaan di antara kita, bacalah,"

"Aku tidak akan mengganggumu, silahkan kau pikirkan matang-matang dan jika sudah kau temukan jawaban, kau bisa memanggilku, Aku ada di kamar depan, selamat malam, Gisella Widi,"

Laki-laki misterius itu kemudian melenggang pergi begitu saja dari kamar. 

Aku yang masih bingung hanya mampu menatap map yang kini ada di hadapanku, sedikit ragu kutarik map itu dan membukanya satu persatu.

Cukup lama aku baca poin demi poin dalam perjanjian yang ia berikan, sama sekali tak ada yang merugikan ku.

Aku pun terdiam dan berpikir beberapa saat, apa salahnya menerima pinangan laki-laki tampan seperti itu? aku yakin hanya dalam hitungan hari benih-benih cinta itu akan tumbuh, bukankah seseorang akan menilai dari fisiknya.

Aku kemudian menggeser tubuhku ke bibir ranjang dan menjatuhkan kedua kakiku di lantai dan terasa hangat karena ditutupi oleh karpet yang tebal.

Melangkah menuju ke kaca besar yang terdapat di depan lemari dan mematut diriku di depan kaca seperti seorang model.

Wajar jika laki-laki itu sepertinya jatuh cinta padaku, meski umurku 23 tahun, Aku memiliki postur tinggi 160 cm, kulit putih bersih, dengan berat 55 kg, kaki jenjang. Memiliki mata yang cenderung sipit, hidung mancung, bibir penuh, alis tebal, rambut pirang. Belasteran China campur Jawa.

Jadi wajar saja jika laki-laki itu sepertinya tertarik padaku dan diam-diam menyukaiku, tak mungkin kan kalau orang tidak kenal tiba-tiba datang dan mengajak menikah?

***

Di kamar depan laki-laki tampan bernama Heru Prasetyo itu membuka satu persatu kancing kemejanya dan mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur.

Ia meneguk beberapa kali air minum sebelum merebahkan dirinya di kasur empuk. 

Menggunakan kedua tangannya untuk menumpuk kepalanya. Pandangannya menatap lurus ke atas langit-langit kamarnya. 

Ia menghela nafas panjang. Tenggelam dalam pikirannya yang saat ini sedang bercampur aduk hingga membuat kepalanya terasa pusing.

Dering suara telepon memecah lamunannya. Ia kemudian langsung meraih telepon dan menjawab panggilan dari seberang sana.

["Halo Ma, ya, saat ini Heru sedang berada di Villa kita dan melaksanakan apa yang Mama perintahkan,"]

["Lumayan Ma, tapi Heru akan tetap keukeuh dengan keputusan yang kemarin, kalau Heru tidak akan menyentuh wanita itu,"]

["Baik, Ma. Selamat malam,"]

Tut-tut!

Dan, panggilan itu pun terputus. Heru memutuskan untuk beristirahat, tubuhnya sangat lelah setelah bekerja dan melakukan perjalanan demi bertemu dengan wanita pilihan mamanya.

Ia akhirnya harus mau menerima pernikahan itu hanya demi seseorang yang selama ini Ia cintai.

Ya, baginya ini berat, tapi melihat wanita tadi, Ia menjadi tak keberatan, gadis itu sepertinya memang pilihan yang terbaik, dan Heru dengan sukarela menerimanya.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status