Ellena duduk di sisi tempat tidur putrinya. Dia menatap Cressida yang masih berbaring tak sadarkan diri, hatinya remuk melihat keadaan putrinya. "Cressida, Sayang, kenapa kau melakukan ini?" bisiknya lembut, suaranya serak oleh tangis. Matanya berkaca-kaca, menatap putrinya yang tampak begitu rapuh di atas tempat tidur rumah sakit. Darren juga ada di sana. Dia menatap Cressida, matanya terasa dingin dan tak berperasaan. Anehnya, dia tidak merasa bersalah sama sekali atas percobaan bunuh diri yang dilakukan Cressida. Tidak mau dianggap sebagai monster, Darren dengan ragu-ragu meraih dan menyentuh tangan Cressida yang terbaring lemas. "Putriku hampir memotong nadinya karenamu!" pekik Ellena tiba-tiba menyalahkan Darren atas kejadian ini. "Tega sekali kau mengakhiri hubungan kalian!" Darren hanya bisa menghela napas, mencoba menahan amarah yang mulai membanjiri hatinya. Dia tidak bersalah, tetapi dipojokkan. "Sikap Cressida yang keterlaluan," balas Darren dengan nada datar, mencoba
"Darren, aku dengar kau tidak pernah menemui Cressida selama dia sakit?" Nyonya Sinclair baru kembali dari Hongkong beberapa hari kemudian langsung menuju Darren di kediamannya. Tidak peduli kalau hari sudah larut malam, dia tetap ke sana. Karena wanita itu tahu jika matahari sudah terbit, anaknya akan menjadi manusia paling sibuk yang tidak akan punya waktu untuk ditemui.Malam itu, Darren sebenarnya juga lelah. Sudah seharian penuh dia bekerja dan harus menahan sakit hati sekaligus sakit kepala saat mendengarkan Sean yang mengatakan semua tentang Madeline. Dunia terasa seperti akan menghancurkannya di detik-detik seperti ini.Josy malam itu harus terjaga kembali untuk membuatkan minuman bagi Nyonya Besar tersebut. Ini sebuah kejutan yang tidak menyenangkan. Darren ganya bisa mendengkus menyambut ibunya di ruang tamu."Aku tidak perlu menjenguknya." Jawaban Darren membuat Nyonya Sinclair terkejut. "Darren, kau ini!" Nyonya Sinclair mencoba menahan marahnya. "Jangan sampai ayahmu y
Cahaya lampu yang redup dan suara embusan angin malam dari jendela terbuka semakin menambah suasana menjadi semakin intens. "Mady—" ucap Darren, matanya menatap Madeline dengan tatapan hangat, penuh cinta. Rasa cintanya begitu jelas terpancar dari kedua mata birunya yang dalam."Kau tidak bisa menolakku, Mady," ujar Darren dengan tegas. Matanya menatap Madeline dengan penuh hasrat, seolah-olah dia bisa melihat ke dalam jiwa perempuan itu. Suaranya berat dan penuh dengan emosi, membuat detak jantung Madeline berlari kencang."Ya … aku tidak bisa menolakmu," ujar Madeline dengan suara lemah. Dia merasa terpaku, tidak bisa melawan godaan Darren. Meski berusaha menolak, tetapi hatinya berbicara sebaliknya. Dia merasa seperti terhipnotis oleh tatapan Darren, tidak mampu melawan."Mady, kau begitu cantik," ujar Darren, matanya memandangi Madeline dengan penuh kekaguman. Dia merasa beruntung bisa bersama Madeline, perempuan yang selalu ada dalam mimpinya."Mady, aku janji akan membahagiakan
Darren pergi dari apartemen Madeline setelah menyelesaikan sarapannya. Hari itu dia ke kantor seperti biasa tanpa ada beban pikiran. Dia tidak tahu kalau Madeline sudah menyiapkan rencana untuk pergi dari hidupnya untuk selamanya."Aku pergi, Darren," Madeline mengirim pesan suara pada Daren. "Aku sudah bilang padamu kalau akan menghilang dari hidupmu kalau sampai kau berani mengatakan tentang kita pada Sean."Selanjutnya Madeline mengatakan pada Sean. Dia minta maaf melalui pesan singkat dan mengatakan bahwa Sean harus mencari wanita yang lebih baik darinya. Sean harus mendapatkan kebahagiaan tanpa dirinya. Pria sebaik Sean harus bisa mendapatkan peluang yang lebih baik darinya.Madeline pergi dari apartemen itu, menempuh perjalanan selama setengah hari.Satu-satunya orang yang mengetahui di mana keberadaannya sekarang adalah Gini."Mady, kau ke mana?" Gini kaget mendengar keputusannya untuk pergi."Aku harus menghilang dulu selama batas waktu yang tidak bisa aku tentukan.""Mady, ka
"Dokter, pasti salah. Aku tidak mungkin hamil, lakukan pemeriksaan lagi!"Bagaimanapun juga, Madeline tidak bisa percaya dengan hasil yang baru saja dikatakan dokter. Tidak mungkin dia hamil, lagi pula dia tidak merencanakan ini. Harus apa dia, jika ada janin tumbuh dalam rahimnya?Dokter yang memeriksa Madeline barusan meyakinkan kembali, "Tidak ada yang salah, Nona. Aku sudah memastikan kalau memang ada janin tumbuh dalam rahimmu, kau positif hamil. Tapi, untuk lebih jelasnya lagi, kau bisa melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan. Aku bisa memberikan alamatnya, kebetulan tidak terlalu jauh dari sini."Seketika, Madeline tidak bisa berpikir jernih saat ini. Entahlah, dia harus senang atau bersedih dengan berita yang baru saja didengarnya. Yang jelas, wanita itu sekarang harus memikirkan bagaimana nasibnya ke depan. Apakah dia harus mengatakan pada Darren atau merahasiakannya saja?Madeline sangat yakin, kalau anak yang dikandungnya saat ini adalah anak Darren karena dia tidak perna
Dua orang pria yang penting bagi Madeline, Darren dan Sean, sekarang sedang bertengkar. Sean melakukan perlawanan dengan menuntut orang tuanya agar perjodohan Darren dipercepat.Sean berpikir bahwa jika pernikahan itu dilakukan dengan cepat, Darren akan sibuk dan tidak akan memiliki waktu untuk mencari Madeline. Darren mungkin tidak menyukai Cressida dan pria itu sudah tahu tentang keburukan perempuan itu, perjodohan mereka tidak bisa dibatalkan.Sean akan memastikan pernikahan mereka akan segera berlangsung apa pun yang terjadi. Dengan begitu, dia akan merasakan penderitaan karena pernikahannya. Ini adalah balas dendam yang paling bagus.Sean juga tidak akan membiarkan Darren ikut campur lagi dalam mencari Madeline.Meski, dia juga menemukan kegagalan, tidak akan Sean membiarkan Darren ikut campur lagi.Lagi-lagi orang yang harus diganggu karena sikap Madeline ini adalah Gini.“Ayolah, Gini!” Sean yang menemui Gini di kafe. “Mady pasti bilang denganmu di mana dia sekarang.”Gini me
Enam tahun kemudian .... "Kau sudah menghabiskan makan malammu?" Madeline bertanya pada bocah kecil yang baru saja menelan suapan terakhir telur dadar buatannya. "Sudah." Segera dia menunjukkan piring kosong pada sang ibu. Ya ... dia adalah Dylan, putra Madeline yang selama enam tahun ini setia menemani perempuan itu. Sepuluh bulan Madeline mengandungnya, melahirkan seorang diri, dan juga membesarkannya. Dia tidak bekerja dan hanya mengandalkan uang royalty penjualan bukunya. Gini selalu mengirimkan uang dalam jumlah besar. Madeline tidak tahu seberapa banyak penjualan bukunya sampai dia selalu menerima uang dalam jumlah besar. "Mom, apa aku boleh ke rumah Jhony?" tanya Dylan. Madeline menautkan alis. "Ini sudah malam, kenapa mau main ke rumah Jhony?" "Jhony bilang kalau dia membeli set lego Star Wars, aku mau ikut bermain." Madeline berkacak pinggang. "Momy bilang malam ini kita akan berkemas supaya besok tidak kesiangan untuk berangkat." "Mom, kita akan pindah?" Dylan protes
Madeline termenung sejenak saat Dylan menanyakan tentang ayahnya. Jika anaknya itu tahu bahwa dia punya ayah yang hebat, dia pasti bangga. Namun, jika dia tahu kalau ibunya ini hanyalah perempuan murahan yang tega menjatuhkan harga dirinya, itu sangat memalukan.“Kenapa tiba-tiba kau bertanya tentang dady?” Madeline mengalihkan pembicaraan. “Bukankah kau punya banyak superhero untuk membantumu? Dan … ada momy yang siap melindungimu?”Dylan memanyunkan bibir. “Mom, semua anak di dunia ini pasti punya ayah.”Madeline mengiyakan itu, tetapi dia tidak mau menjawab omongan putranya.Madeline pikir sebaiknya dia menata ulang apartemennya ini. Setelah enam tahun ditinggalkan pasti banyak hal yang perlu diperbaiki dan diperbarui. Dia berdiri dan berjalan mengelilingi apartemen yang sekaligus menjadi saksi bisu kehidupan mereka berdua.Dia melihat ke arah kamar Dylan, mungkin nanti bisa membuat desain ulang yang lebih bagus supaya anaknya betah. Lalu dia melihat ke arah ruang tamunya, sofa dan