Tubuh Ara gemetar sangat hebat saat kata talak keluar begitu saja dari mulut Revan, suaminya. Mata laki-laki itu memerah sempurna saat ini. Menandakan amarahnya belum kunjung reda. Pertengkaran mereka dipicu kesalahpahaman dan Revan tidak mau mendengar penjelasan Ara terlebih dahulu. "Kamu! Meskipun kaya dan cantik, aku tidak akan sudi menyentuh wanita hina sepertimu. Talak adalah cara terbaik agar aku dijauhkan dari manusia jahat sepertimu! Kamu pasti iri dengan kehamilan Mayang 'kan? Kamu juga iri karena aku belum pernah menyentuhmu sama sekali selama kita menikah!" Revan sangat marah saat ini. "Ma-mas ... itu tidak seperti yang kamu pikirkan. Dengarkanlah penjelasan aku. Aku sama sekali tidak tahu tentang obat itu!" Ara menjerit penuh kesakitan saat mengatakan pada Revan. Semua terjadi begitu saja. Mayang kini terbaring di rumah sakit karena pendarahan hebat. Ara sama sekali tidak tahu dengan obat yang ditemukan di kamar miliknya oleh Revan. Ia bahkan sama sekali belum pernah melihatnya. Botol obat itu sangat asing baginya. "Aku akan mengurus perceraian ini. Aku tidak lagi peduli jika keluargamu mengambil saham dan menarik semua kerja sama itu. Yang pasti kamu akan berurusan dengan polisi dengan tuduhan percobaan pembunuhan. Rasa iri dan dengki kamu membuat kamu lupa diri. Aku semakin tidak bisa menerima kehadiranmu saat ini. Kamu tahu, Mayang lebih baik dari kamu. Dia yang selalu8 memintaku untuk bersama kamu. Aku jijik saat bersamamu, hanya demi melihat senyum di wajahnya aku terpaksa setuju. Jangan dulu besar kepala saat aku berusaha bersama denganmu!" Revan menyakiti hati Ara dengan kejam. Ara terhuyung ke belakang. Air mata itu terus mengalir deras pada pipi mulusnya. Sungguh, ia tidak pernah menyangka jika Revan mengatakan hal sangat menyakiti hatinya saat ini. Pengorbanannya hanyalah sia-sia saat ini. Lalu, siapakah dalang dibalik keguguran yang dialami oleh Mayang? Bagaimanakah kehidupan rumah tangga mereka bertiga setelah ini?
Lihat lebih banyakMenolak atau menerima tawaran Ara sama-sama salah. Mayang mengembuskan napas kasar. Ia berpikir matang-matang sebelum menjawab. Ini tentang masa depan pernikahan mereka bertiga nantinya."Ra, kasih aku waktu tiga hari." Mayang tidak mau tawar menawar dengan sahabat baiknya itu. "Baik. Dalam tiga hari lagi aku akan datang pada jam yang sama." Setelah mengatakannya, Ara segera berpamitan pada Mayang.Mayang pun mengantar Ara hingga depan kafe. Ara datang ke kafe naik taksi online. Kini Mayang menuju ke ruangan pribadinya di lantai dua. Hati Mayang gundah dan tidak ingin gegabah saat memutuskan masalah ini.Sementara itu, Ara kali ini menuju ke kediaman keluarga besar Adhyatsa. Ia akan berbicara pada kakek Revan itu. Masalah ini harus tuntas, jika bisa sebelum tiga hari yang akan datang. Ara tidak mau membuang waktu lagi."Permisi," kata Ara di depan pintu ruang tamu kediaman Adhyatsa.Rumah keluarga Revan seperti tidak terurus sama sekali. Entah apa yang dikerjakan oleh penghuni rumah
Seminggu setelah kejadian itu, Mayang tidak punya solusi apa pun. Permintaan pinjaman pada beberapa bank di Jakarta ditolak. Identitas Mayang bukan orang Jakarta. Ada solusi untuk meminta surat izin tinggal sebagai syarat karena Mayang tercatat sebagai warga Semarang, tetapi Mayang pun tidak pernah berkomunikasi dengan ketua rt setempat.Sumarjono merasa dipermainkan oleh Mayang akhirnya melaporkan tindak kriminal yang dilakukan wanita itu. Mayang dalam posisi sangat sulit. Ia mendapatkan ancaman masuk penjara. Pidana empat tahun kurungan setidaknya akan didapatkan oleh Mayang jika tidak segera mendapatkan uang itu."Bu, apa tidak bisa cari pinjaman dari Semarang saja?" tanya Lina dengan wajah penuh keprihatinan."Aku nggak mau keluarga dan tetanggaku tahu jika aku bermasalah di sini. Sebisa mungkin aku akan selesaikan ini dengan cara baik-baik." Jawaban Mayang terlalu naif, padahal Lina tahu, berita itu sudah menyebar melalui media sosial."Ya, sudah, Bu. Risikonya kafe ini akan ditu
Lina hanya diam saat ini. Ia tidak bisa memberikan solusi apa pun perihal keuangan. Lina siang ini terpaksa mengantar Mayang ke bank karena kondisi wanita itu yang tidak stabil. Emosi Mayang sangat meledak-ledak saat ini."Ibu duduk saja dulu, kita akan pikirkan sama-sama. Sebentar, Bu, biar saya belikan air mineral di depan." Lina pamit pada Mayang untuk pergi membeli minuman dingin."Tidak usah. Kita langsung pulang saja. Aku akan bicara langsung pada Pak Sumarjono. Aku nggak tahu, ini karena lagi sial atau apa," kata Mayang sambil mengusap air matanya yang dengan lancang mengalir ke pipi."Iya, Bu. Biar saya yang bawa motor saja," kata Lina yang tidak mau dibonceng oleh Mayang karena kondisi Mayang yang tidak stabil sama sekali.Mayang lantas menyerahkan kunci motor pada Lina. Ia masih belum bisa terima dengan apa yang menimpanya kali ini. Mayang tidak biasa teledor. Ia harus menanggung kerugian sebesar ini.Berawal dari pertengkaran dengan Gilang, kafe di Semarang pun mendadak sep
Mayang tidak mengenal siapa laki-laki itu yang kini sudah keluar dari ruang pribadinya. Hari ini merupakan hari sial bagi perempuan yang kini sedang sangat syok. Kesialan yang bertubi dan entah sampai kapan. Gilang berusaha menenangkan calon istrinya itu."Sabar, May, setiap usaha pasti ada saja ujiannya," kata Gilang yang saat ini duduk di samping Mayang.Wajah Mayang kini semakin pucat pasi. Ia ketakutan dengan ucapan sosok laki-laki itu. Mayang mengartikan jika laki-laki itu tahu banyak tentang dirinya. Bahaya, bisa menjadi petaka di masa depan.Dengan sisa tenaga yang dimiliki, Mayag berlari mengejar sosok laki-laki itu. Gilang pun ikut keluar dan mencari Mayang. Nihil, sosok laki-laki itu tidak ada. Mayang mendengkus kesal."Dia sudah kabur. Seenaknya saja mengatakan hal buruk tentang aku," kesal Mayang saat ini berusaha berjalan menuju ke dalam kafenya.Dalam sekejam, kafe Mayang mendadak sepi. Hanya satu, dua orang saja yang masih tetap tinggal. Apakah ada hubungannya dengan ap
"Ra, boleh aku tanya?" Revan masih fokus menyetir karena jalanan sudah macet pagi ini.Ara menoleh menatap sang suami. Ia yakin pasti sang suami akan membahas tentang kedatangan sang papa kemarin. Ara hanya bisa mengangguk sebagai jawaban. Sebisa mungkin, ia tidak tampak gugup."Siakan, Mas." Ara mengembuskan napas panjang seolah sedang menahan beban yang luar biasa."Papa kemarin datang? Apa yang dibicarakan?" Revan kali ini menoleh ke arah Ara yang kali ini wajahnya tampak tegang."Tidak ada obrolan penting. Papa hanya mampir saja. Papa dan Mama ingin cucu." Astaga! Ara justru kelepasan berbicara. "Ya, tapi bukan itu poin pentingnya, Papa mendukungku kembali bekerja," lanjut Ara berbohong.Revan terdiam mendengar keinginan Haris Manggala tentang cucu. Kedua mertuanya memang tidak salah dengan permintaan itu. Akan tetapi, Revan sama sekali belum bisa menyentuh Ara. "Jangan terlalu dipikirkan, Mas. Mungkin Papa habis ketemu teman lamanya. Kemarin Papa dan Mama habis berkunjung ke rum
Haris memperhatikan sang putri dengan tatapan tajam. Ia ingin agar sang putri berkata dengan jujur. Murni ikut mendengarkan dari balik pintu sekat antara ruang tamu dan ruang samping rumah mereka. Murni jelas tampak sangat ketakutan."Aku sudah berusaha, Pa. Hanya saja, Tuhan belum memberikan kepercayaan padaku juga Mas Revan. Apalagi kondisiku saat ini belum benar-benar fit. Aku masih memikirkan agar kembali sehat dan bisa berjalan dengan baik dulu," kata Ara memberikan penjelasan setenang mungkin pada sang papa."Baiklah. Hanya saja, sampai kapan?" tanya Haris yang mendesak dan memojokkan Ara. "Aku tidak bisa menjawab karena semua ini adalah kuasa-Nya. Aku dan Mas Revan hanya berusaha saja." Ara tidak salah mengatakan hal itu.Andai Haris tahu jika sang putri masih perawan, maka akan sangat murka. Artinya mereka hanya melakukan pernikahan di atas kertas saja. Tidak menjalankan kewajiban suami dan istri. Haris mengembuskan napas kasar; informasi yang didapatkan dari Gita rupanya mel
Mayang sangat mempercayai Lina sepenuhnya. Hal ini juga membuat pegawai lainnya iri. Lina adalah karyawati yang masuk paling terakhir di antara pegawai lainnya. Tidak ada yang tahu mengapa Mayang sangat dekat dengan wanita berusia dua puluh tiga tahun itu."Baiklah, kita coba dua ratus porsi bakso untuk semua varian itu. Masing-masing dua ratus." Mayang mengambil ponsel dari dalam tas kecil yang selalu dibawanya."Kalo semua varian yang baiknya masing-masing lima puluh atau paling banyak tujuh puluh lima saja dulu, Bu. Namanya 'kan sedang menguji seberapa diminati dari bakso itu," kata Lina memberikan pendapatnya pada Mayang.Mayang mengangguk sebagai jawaban. Benar juga kata Lina, masih masa percobaan dan kafe ini belum pernah menjual bakso. Kebetulan menu bakso itu bukan masakan Mayang sendiri. Jadi, perlu mencoba agar tahu bagaimana respons dari pengunjung. Hari Sabtu datang dengan cepat. Seperti yang sudah direncanakan, Ara dan sang suami pergi ke kafe milik Mayang. Kebetulan wan
Mayang sangat mempercayai Lina sepenuhnya. Hal ini juga membuat pegawai lainnya iri. Lina adalah karyawati yang masuk paling terakhir di antara pegawai lainnya. Tidak ada yang tahu mengapa Mayang sangat dekat dengan wanita berusia dua puluh tiga tahun itu."Baiklah, kita coba dua ratus porsi bakso untuk semua varian itu. Masing-masing dua ratus." Mayang mengambil ponsel dari dalam tas kecil yang selalu dibawanya."Kalo semua varian yang baiknya masing-masing lima puluh atau paling banyak tujuh puluh lima saja dulu, Bu. Namanya 'kan sedang menguji seberapa diminati dari bakso itu," kata Lina memberikan pendapatnya pada Mayang.Mayang mengangguk sebagai jawaban. Benar juga kata Lina, masih masa percobaan dan kafe ini belum pernah menjual bakso. Kebetulan menu bakso itu bukan masakan Mayang sendiri. Jadi, perlu mencoba agar tahu bagaimana respons dari pengunjung. Hari Sabtu datang dengan cepat. Seperti yang sudah direncanakan, Ara dan sang suami pergi ke kafe milik Mayang. Kebetulan wan
Mayang sangat mempercayai Lina sepenuhnya. Hal ini juga membuat pegawai lainnya iri. Lina adalah karyawati yang masuk paling terakhir di antara pegawai lainnya. Tidak ada yang tahu mengapa Mayang sangat dekat dengan wanita berusia dua puluh tiga tahun itu."Baiklah, kita coba dua ratus porsi bakso untuk semua varian itu. Masing-masing dua ratus." Mayang mengambil ponsel dari dalam tas kecil yang selalu dibawanya."Kalo semua varian yang baiknya masing-masing lima puluh atau paling banyak tujuh puluh lima saja dulu, Bu. Namanya 'kan sedang menguji seberapa diminati dari bakso itu," kata Lina memberikan pendapatnya pada Mayang.Mayang mengangguk sebagai jawaban. Benar juga kata Lina, masih masa percobaan dan kafe ini belum pernah menjual bakso. Kebetulan menu bakso itu bukan masakan Mayang sendiri. Jadi, perlu mencoba agar tahu bagaimana respons dari pengunjung. Hari Sabtu datang dengan cepat. Seperti yang sudah direncanakan, Ara dan sang suami pergi ke kafe milik Mayang. Kebetulan wan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.