"Sial, kenapa ini harus terjadi padaku?" gerutu seorang pria yang sedang berlari cepat di tengah hutan belantara.
Tidak jauh dari pria tersebut berlari, terdengar suara derap langkah kaki yang cepat mengejarnya dari belakang.Suara bunyi tembakan terdengar, mengenai kayu-kayu di dekat pria itu.Sosok itu terus berlari tidak perduli kakinya sudah berdarah, akibat terkena ranting pohon ataupun tanaman berduri yang ada di tengah hutan.Pria tersebut baru berhenti ketika, di depannya ada jurang dan di bawahnya sungai yang mengalir deras."Sial, sial, sial! Kemana para pengawal bodoh itu!" gerutu pria tersebut saat di depannya hanya ada jurang.Suara orang-orang yang mengejarnya semakin mendekat. Pria itu menggertakkan giginya, ia terpaksa melompat dari atas jurang.ByurDuakKepala pria itu terbentur batu, seketika darah mengalir, ia pun tidak sadarkan diri dan tubuhnya terbawa oleh arus sungai.Sementara orang yang mengejarnya sampai di tebing jurang tersebut."Brengsek!" seru salah satu di antara mereka."Sudahlah, dia pasti mati jika melompat ke bawah, mengingat di dasar sungai banyak sekali bebatuan besar." teman orang tersebut buka suara."Kamu benar juga, tapi untuk memastikan, kita susuri pinggiran sungai memastikan kematiannya!"Mereka semua menganggukan kepala kemudian turun ke bawah menyusuri tempat tersebut. Sayangnya tidak ada apa pun yang mereka temukan di sana.Kelompok tersebut lalu pulang dengan tangan hampa, mereka mengatakan kepada bosnya jika sudah membunuh pria yang mereka kejar dan meninggalkannya di hutan.***Dua tahun berlalu sejak kejadian tersebut....Hiruk pikuk keramaian pasar, terlihat seorang pria dengan pakaian lusuh sedang menjinjing tas belanjaannya sambil melihat daftar belanjaan yang ia tulis di secarik kertas."Sayur sudah, bumbu juga sudah, tinggal beli Ikan," ucap pria itu sambil tersenyum simpul.Pria tersebut bernama Martin, ia pria yang tidak mempunyai marga seperti orang pada umumnya.Martin dua tahun lalu menjadi menantu keluarga Bloody, tidak tahu dari mana asal-usulnya Pak tua Bloody menikahkannya dengan Cucu pertama dari Anak keduanya.Awalnya pak tua Bloody menyuruh salah satu dari Cucunya dengan paksa agar menikah dengan Martin. Namun, karena Martin tidak jelas asal-usulnya mereka menolak.Pak Tua Bloody sangat marah, ia memarahi semua anak dan Cucunya, tapi tiba-tiba Jessica Bloody, anak pertama dari pasangan Sarah Bloody dan Reinhard Muse menawarkan diri untuk menerima Martin, agar Kakeknya tidak marah lagi.Pak Tua Bloody sangat senang dengan keputusan Jessica. Mereka pun langsung di nikahkan, walaupun kedua orang tua Jesica sebenarnya tidak setuju.Pak tua Bloody memberikan Jesica dan Martin sebuah rumah untuk hadiah pernikahan mereka.Kehidupan rumah tangga keduanya berjalan baik, tapi bencana itu tiba saat Pak tua Bloody meninggal.Rumah yang di tinggali Martin dan Jesica di rampas oleh anak pertama Pak Tua Bloody, dengan alasan mereka lebih layak mendapatkan hak waris tersebut.Orang tua Jesica mencoba melawan, tapi sayangnya ia tidak bisa menyangkal ucapan Kakaknya, hingga akhirnya Jesica dan Martin tinggal bersama dengan orang tua Jesica.Kehidupan Martin semakin memburuk ketika tinggal bersama dengan kedua mertuanya. Mereka bukan menganggap pria itu sebagai menantunya, melainkan hanya pembantu rumah tangga, karena Martin tidak punya keahlian bekerja di luar.***Martin pulang dari pasar dengan sepeda listriknya. Para tetangga menggunjingkan dirinya yang menjadi Bapak rumah tangga. Namun, semua itu sudah menjadi makanan sehari-hari Martin, jadi ia tidak peduli sama sekali."Martin! Lama sekali kau di pasar, mana pakaianku yang kamu cuci kemarin!"Baru saja masuk rumah, Martin sudah kena marah mertuanya. Namun, Martin yang sudah terbiasa dengan caci maki Ibu mertuanya itu, ia tidak marah sama sekali."Sebentar Bu, Martin ambilkan di dalam," jawabnya lembut."Cepat! Aku mau keluar sekarang!" bentaknya lagi.Martin hanya mengangguk, ia bergegas masuk ke dalam dan mencari pakaian mertuanya itu. Jika saja ia belum jatuh hati dengan Jesica, mungkin Martin akan pergi dari rumah yang bagaikan neraka tersebut.Martin dengan buru-buru membawakan pakaian mertuanya, agar dirinya tidak terkena cacian sang mertua lagi."Ini Bu, pakaiannya," ucap Martin dengan sopan.Sarah meraih pakaian ditangan Martin dengan cepat, ia melihat pakaian tersebut. "Apa-apaan ini! Apa kamu tidak menyetrikanya? Kenapa ini masih kusut sekali!" raungnya marah."Belum Bu, rencananya ini baru mau aku lakukan," jawab Martin sambil menundukkan kepalanya."Banyak alasan! Cepat lakukan sekarang!" Sarah melemparkan pakaiannya ke wajah Martin, seraya berlalu pergi.Martin menghela napas berat, ia pun bergegas masuk ke dalam, segera melakukan perintah Ibu mertuanya itu.Kehidupan sehari-hari Martin memang penuh dengan cacian dan makian dari sang mertua, terutama Ibu mertuanya yang memang begitu membenci dirinya. Namun, di balik itu semua, setidaknya pria yang menjadi Bapak rumah tangga itu masih memiliki sedikit kehangatan jika istrinya ada di rumah.Jesica memang tidak pernah memarahi Martin, ia malah cenderung tidak memperdulikannya sama sekali, tapi bagi Martin itu lebih baik daripada ia harus di caci maki satu keluarga.Setelah Martin selesai menyetrika pakaian Ibu mertuanya, ia bergegas memberikan pada wanita paruh baya yang menjadi sosok menakutkan untuk dirinya itu.Tidak ada kata terimakasih yang terucap dari bibir wanita yang sangat membenci Martin itu, walaupun Pria itu sudah berusaha melakukan semua tugasnya dengan baik. Ia berlalu begitu saja mengambil pakaian ditangan Martin sambil memelototi menantunya itu.***Sore harinya Martin menjemput istrinya menggunakan sepeda listrik. Karena itu sudah menjadi kegiatan rutin setiap hari untuk dirinya.Martin menunggu di depan gerbang perusahaan Bloody grup seperti biasanya menunggu sang istri pulang.Tin... Tin ....Terdengar suara klakson mobil memekakan telinga, sehingga Martin yang sedang bersender di dekat gerbang perusahaan terkejut."Hahahaha... Hei Pria tidak berguna, lebih baik kamu pulang saja! Istrimu yang cantik ini tidak pantas naik sepeda butut mu!" tegur pria di dalam mobil dengan bangga.Martin mengerutkan keningnya. "Apa mak...." suara pria lusuh itu tercekat saat melihat istrinya ada di dalam mobil."Martin, aku akan pulang dengan Samuel, kamu pulanglah," perintah Jesica datar."Sayang, apa maksudmu? Kita biasanya pulang bareng," ucapnya sedih."Sudahlah babi tidak berguna, biarkan istrimu bersamaku yang bisa membuatnya bahagia!" hardik Samuel sambil menyeringai.Martin menatap istrinya dengan seksama, tapi ia malah membuang muka darinya, sehingga membuat Martin sangat kecewa.Samuel tersenyum puas. "Bye, babi tidak berguna."Samuel menginjak pedal gas, mobil pun meninggalkan Martin yang tertegun di tempatnya sambil mengepalkan tangan."Lihatlah, menantu tidak berguna keluarga Bloody, kasihan sekali Istrinya meninggalkan dia.""Kasihan apanya? Seharusnya dia sadar diri, wanita secantik Jesica tidak pantas bersanding dengannya!""Kamu benar juga, aku rasa kalau Jesica tidak di paksa Pak Tua Bloody dulu, dia tidak akan mau dengannya."Hinaan demi hinaan sudah menjadi makanan sehari-hari Martin, tapi ia tidak bisa apa-apa, karena kenyataannya memang dirinya tidak berguna sama sekali.Martin meraih sepeda listriknya, ia kemudian pergi dari sana, pria itu mengendarai sepeda listriknya menuju danau Yume yang ada di pinggiran kota, tempat ia melepaskan kesedihannya.Argh!Martin berteriak keras ke arah danau untuk meluapkan emosinya, hanya itu yang membuatnya bisa sedikit tenang."Tuhan, kenapa Engkau sangat tidak adil, orang satu-satunya yang aku harap bisa menerimaku, sekarang dia juga meninggalkanku, apa salahku?!" gumam Martin sambil terkulai lemas di tepian Danau.Bulir bening mengalir dari pelupuk mata pria itu, setelah dua tahun ia berusaha memberikan yang terbaik untuk istrinya, tapi sekarang Istrinya lebih memilih pria lain.Martin tidak menyalahkan Istrinya, karena ia tahu pasti Jesica sangat tertekan memiliki seorang suami yang tidak dapat di andalkan.Semua wanita pasti ingin mencari kebahagian, harta adalah sumber kebahagiaan pertama untuk menjalani kehidupan.Jika dirinya memiliki banyak uang mungkin tidak akan terhina seperti sekarang. Ia sadar akan hal itu, tapi Martin tidak bisa apa-apa, identitasnya saja tidak jelas sampai sekarang ini."Tuan besar! Astaga, ternyata benar itu anda Tuan besar!"Seorang Pria sepuh tiba-tiba menegur Martin yang sedang bersimpuh di tepi danau.Martin Reflek menoleh ke arah suara, pria itu jelas saja kebingungan ketika ada seorang pria sepuh yang menegurnya tiba-tiba, ia menghapus air matanya yang membasahi pipi."Siapa Anda?" tanya Martin sambil menatap pria sepuh dengan seksama.Pria sepuh terkejut saat Martin tidak mengenalinya, sehingga membuatnya memastikan pandangannya. Akan tetapi dari wajah dan perawakan Martin, di tambah bekas luka jahitan di lehernya, membuat ia sangat yakin kalau pria lusuh tersebut merupakan tuan besarnya."Tuan besar, ini saya Ivan Jenner asisten pribadi anda," ucap pria sepuh sopan."Asisten pribadi? Saya tidak mengenal anda," jawab Martin yang langsung beranjak dari sana dan berniat meninggalkan pria sepuh itu."Tuan tunggu! Saya bisa membuktikannya kepada anda, kalau saya asisten anda!" tegur Ivan meyakinkan.Martin menghentikkan langkahnya, ia menoleh ke arah pria sepuh tersebut, dan menatapnya dengan seksama.Ivan bergegas mendekat ke arah Martin, ia mengeluarkan sebuah liontin yang isinya
Sarah tidak bisa berkata-kata ketika Ivan menamparnya, melihat Samuel saja nampak ketakutan dengan pria sepuh itu."Tu-Tuan Jenner, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Samuel memastikan.Plak!Bukannya mendapatkan jawaban, Ivan malah menampar Samuel, kali ini tamparannya cukup keras, sehingga membuat Samuel terhuyung dan hampir jatuh."Berani sekali kamu menggoda Istri Tuan besar!" Ivan mengambil ponselnya, ia langsung menghubungi asisten Martin yang lain."Lisa, hancurkan Linston grup! Bila perlu lucuti semua properti mereka!" perintah Ivan langsung ketika panggilannya di angkat."Tunggu dulu, tidak biasanya kamu seperti ini Ivan," sahut wanita dari seberang telepon."Nanti aku jelaskan padamu, lakukan itu sekarang!" perintahnya kemudian mematikan ponselnya.Samuel tentu saja terkejut, ia langsung bersimpuh di kaki Ivan. "Tuan Jenner, tolong jangan lakukan i...."Ivan berteriak memanggil bawahan Martin yang merupakan Asasin dengan menepukkan tangannya beberapa kali.Tiba-tiba ada bebe
Martin dan Jesica sampai di Mansion Dreams, kedua orang itu menatap takjub bangunan megah yang ada di depan mereka ketika turun dari mobil."Mari Tuan!" ajak Ivan sopan.Pasangan suami istri tersebut mengangguk, Jesica tanpa sadar merangkul lengan suaminya. Tentu hal itu membuat Martin reflek menoleh ke arah lengannya, karena ini pertama kali Jesica merangkul dirinya.Mereka berdua mengekori Brody yang sudah berjalan di depan, para pelayan berbaris menyambut mereka. Saat pasangan suami istri tersebut masuk ke dalam mansion.Jesica dan Martin menatap kagum bangunan rumah itu, mereka berdua benar-benar takjub dengan setiap dekorasi dan perabotan yang begitu mewah."Tuan, Nyonya, mari saya ajak kalian berkeliling," ucap Ivan menegur keduanya.Martin dan Jesica mengangguk, mereka berdua tidak bisa berkata-kata, karena tempat itu begitu sangat menakjubkan.Ivan membawa mereka berkeliling Mansion, memerlihatkan ke pasangan suami istri itu dengan ramah. Meskipun Ivan sebenarnya merasa malu, k
Jesica terkejut dengan perlakuan Martin yang tiba-tiba, karena biasanya ia tidak seperti itu dan tidak berani menyentuhnya sama sekali. Namun, wanita itu juga tidak berontak, merasakan nyaman dalam dekapan suaminya."Aku punya sesuatu buat kamu, tunggu sebentar," Martin melepaskan pelukannya, ia membuka laci dekat dengan tempat tidur.Jesica bingung dengan maksud Martin, tapi ia hanya diam dan melihat apa yang sedang di cari Suaminya.Setelah mendapatkan apa yang ia cari, pria itu mendekati Istrinya yang masih berdiri di depan lemari."Selama ini aku tidak pernah memberikan cincin pernikahan untuk kamu, maaf baru bisa memberikannya," ucap Martin, bertekuk lutut di hadapan Jesica sambil membuka kotak merah yang berisi cincin berlian.Jesica menutup mulut tidak percaya, ia tidak menyangka kalau Martin bisa bersikap manis seperti itu. Walaupun wanita yang telah menemani Martin selama dua tahun tersebut bingung kenapa suaminya tiba-tiba bisa membeli cincin berlian."Martin, ini buat aku?"
Iring-iringan mobil mewah membelah jalanan Souland. Tampak semua mobil yang ada didepan iring-iringan tersebut lebih memilih menyingkir. Mereka sadar jika menghalangi mobil-mobil mewah itu urusannya bisa panjang.Jesica didalam mobil tidak bisa berkata-kata. Ia benar-benar gugup, di perlakukan bagaikan ratu malam ini."Apa kamu menyukainya sayang?" tanya Martin lembut.Jesica mengangguk lirih, wanita itu tidak bicara, ia masih merasa bersalah dengan Martin. Karena sempat memiliki pikiran untuk menceriakan suaminya itu.Martin menggenggam tangan Istrinya lalu mengecupnya. "Maafkan aku, karena selama ini telah membuat kamu menderita."Jesica menatap suaminya itu yang tampak berbeda dari biasanya. Malam ini ia terlihat sangat tampan dan berkarisma, tidak seperti penampilannya dulu."Martin, apa kau boleh bertanya?" Martin mengangguk lirih. "Silahkan." "Sebenarnya kamu ini siapa? Dan kenapa tiba-tiba kamu berubah drastis seperti ini?" Begitu banyak pertanyaan yang ingin di lontarkan da
Martin tahu Istrinya mulai merasa tidak enak, pria itu mengusap lembut lengan sang Istri sembari tersenyum simpul.Jesica menatapnya tidak berdaya, pasalnya wanita itu tidak bisa berbuat apa-apa untuk membela sang suami. Namun, Martin tetap mengajak Jesica naik ke panggung tidak perduli dengan perkataan orang yang hadir di sana."Tidak apa, ini sudah biasa bagiku, bukankah kamu tahu itu?" bisik Martin lembut.Jesica menatap suaminya, terlihat tatapan Martin yang penuh kepercayaan diri membuat wanita itu sedikit tertegun.Selama dua tahun menikah, baru kali ini ia melihat Martin yang tampak percaya diri dihadapan banyak orang.Martin menganggukkan kepalanya mengajak Jesica naik ke atas panggung. Wanita itu hanya bisa menurut naik ke panggung dengan tatapan sinis dari wanita muda yang hadir di sana, pasalnya Martin tampak lebih tampan daripada biasanya."Tuan Luther, terima kasih sudah mau datang ke acara pria tua ini," sambut Pak tua Vlar bersemangat.Sebelum Martin menjawab, tiba-tiba
Theodore terus mendekat ke arah Jesica, pria tersebut mengulurkan tangannya untuk meraih dagu wanita itu. Namun, tiba-tiba Martin meraih tangan Theodore lalu memelintir tangan yang akan menyentuh istrinya.Argh!Theodore memekik kesakitan saat Martin memelintir tangannya. Pria itu sedikit terkejut dengan tindakan suami Jesica."Berani kau menyentuh Istriku dengan tangan kotor mu, aku pastikan kau tidak bisa menggunakannya lagi!" ujar Martin dingin."Bedebah, kau hanyalah sampah keluarga Bloody tidak usah sok keras!" raung Theodore marah masih tidak mau kalah.Klak!Argh!Suara tulang bahu Theodore terdengar bergeser dari tempatnya, membuat pria itu meraung kesakitan. Semua orang yang melihat hal tersebut sangat terkejut, bahkan Pak tua Vlar yang ada di atas panggung juga tidak menduganya.Jesica menutup mulutnya tidak percaya, ia baru melihat sosok suaminya yang begitu sangat berbeda. Pria yang selalu dirundung kini berubah seratus delapan puluh derajat di hadapannya."Pengawal apa ya
Ramsdale Roosevelt tentu saja terkejut saat mendengar Ivan Jenner bersama dengan orang yang mengaku tuan Luther. Pria itu bergegas menghubungi Danil Luther, Paman Martin yang sekarang memimpin keluarga Luther di Newland.Ramsdale terlihat gugup ketika menelepon Danil, belum apa-apa keringat dingin sudah mengucur deras di dahinya.Bagaimanapun Danil merupakan sosok yang sangat disegani, ia menjadi pemimpin Mafia keluarga Luther setelah Martin menghilang dua tahun lalu.Setelah beberapa saat panggilan Ramsdale dijawab Danil. "Ada apa Ramsdale?" tanya Danil langsung diseberang telepon."T-Tuan besar Luther, saya mendengar tuan Jenner telah mempermalukan anak saya di acara ulang tahun Pak tua Vlar ....""Lalu apa masalahnya denganku? Bukankah sudah wajar kalau anakmu berbuat salah, Ivan tidak mungkin mempermalukan orang sembarangan!" Ramsdale belum selesai bicara Danil memotong sambil memarahinya."B-Bukan itu masalahnya tuan besar Luther, anak saya mengatakan kau ada orang yang mengaku me