Share

Menikahi Kakak Ipar
Menikahi Kakak Ipar
Penulis: Keke Chris

1. Kekasih toxic

“Mas Irwan!” Panggil Tami pelan, sambil mencengkeram tasnya erat. Baru saja pintu lift terbuka, pemandangan di depan mata membuatnya tersentak dengan wajah yang pias.

Di dalam sana, kekasihnya sedang memeluk mesra seorang pegawai wanita dari divisi pemasaran. Sontak mereka menjaga jarak dan tersenyum kaku karena salah tingkah. Sedangkan Tami perlahan memasuki lift dan berusaha bersikap tenang, melirik sebentar kepada perempuan tersebut yang saat ini menunduk dalam dan beringsut mundur ke belakang.

Berulang kali Irwan berusaha menggenggam tangan Tami. Tetapi, sebanyak itu pula dia ditepis. Begitu pula, ketika lift sudah berhenti dan mereka melangkah keluar. Irwan terus berusaha menjelaskan sambil mengekor di belakang Tami dan hasilnya tetap sama, tak di gubris.

“Sayang, dengar dulu penjelasan aku. Aku tadi benar-benar cuma mau bantu dia melepas benang yang tersangkut di jam tanganku, jadi posisinya seperti itu. Padahal aku enggak peluk dia sama sekali.” Beberapa kali Irwan berpindah dari sisi kanan dan kiri Tami, berusaha untuk mendapatkan perhatian sambil mengimbangi langkahnya.

Tami mengatupkan mulutnya lekat. Wajahnya datar, melihat lurus ke depan dengan tubuh di tegakkan dan langkah yang sedikit terburu-buru di atas high hells sampai ke area parkir. Dia langsung memasuki mobil, mengunci dari dalam dan melajukannya tanpa menatap lagi ke arah Irwan.

Sesampainya di apartemen, Tami tak menunggu lama untuk mandi, memasak dan membersihkan dapur karena ingin membuat tubuhnya lelah agar bisa tertidur pulas. Mengingat kejadian seperti itu bukanlah yang pertama kali, dirinya tak ingin terus berada di atas genangan air matanya sendiri. Dia bukanlah perempuan bodoh, meski dulunya terlalu dimanja, nyatanya dia mampu berdiri sendiri saat ini. Namun, hingga malam menjelang hatinya masih dipenuhi kegelisahan. Karena tidak bisa tidur, dia memutuskan untuk pergi ke dapur dan membuat susu hangat untuk membantunya agar bisa terlelap.

“Kenapa kamu tega menyakitiku terus menerus mas,” gumam lirih Tami dengan air mata yang menetes pelan.

Belum genap langkahnya menuju dapur, suara bel mengagetkannya dan membuat Tami berbalik ke arah pintu.

Dia terkejut, ketika mengintip keluar melalui lubang intip di pintunya.

“Mau apa mas Irwan kesini malam-malam begini?” Bisiknya sendiri.

Dengan perlahan Tami membuka pintunya dan Irwan menyeringai kecil melihat kekasihnya yang mengernyit.

“Em, mas ingin minta maaf, rasanya mas tidak akan sanggup kalau menunggu hingga besok. Boleh mas masuk?” Tanya Irwan pelan, mencoba menghilangkan keraguan di wajah Tami.

Dibukanya pintu sedikit lebar agar Irwan bisa masuk dan begitu pintu tertutup, tubuh Tami terkesiap dan membeku sejenak. Irwan mendekapnya erat dari belakang dan mendaratkan kecupan berulang di belakang kepalanya.

“Mas, jangan begini. Ayo duduk, kita bisa bicara baik-baik!” Tegas Tami sambil berusaha melepaskan kedua tangan Irwan yang melingkar di pinggangnya.

Melihat Tami tidak nyaman, Irwan perlahan melepaskan pelukan dan berjalan menuju sofa.

Untuk beberapa detik tak ada yang membuka suara. Lalu perlahan tangan Tami sudah berada dalam genggaman Irwan.

Gadis itu hanya bisa menghela nafas lelah dengan mata terpejam, bersiap dengan drama episode terbaru yang akan di suguhkan kekasihnya malam ini.

“Sayang, kamu udah enggak marah, ‘kan, sama aku?” Tanya Irwan sambil menatap dalam ke wajah Tami.

“Hem....”

“Benar? Sekali lagi aku minta maaf ya. Aku akan lebih menjaga diri aku buat kamu,” katanya berjanji.

“Hem....”

“Kalau gitu, aku boleh minta tolong sama kamu?” Irwan bertanya dengan senyum yang semringah.

Tami membuang sebentar wajahnya, dia sudah tahu akan ke arah mana pembicaraan ini berakhir. Entah kenapa, mesti tahu hubungannya ini tidak sehat. Dia selalu saja gagal untuk mengakhirinya.

“Apa, Mas. Kamu mau pinjem uang lagi? Yang kemarin aja belum terbayar, loh,” sindir Tami ketus.

“Aku pasti bayar, Sayang. Aku mau dapat bonus besar. Begitu itu cair, aku bayar sekalian sama yang kemarin ya. Boleh, ‘kan? Aku janji,” jawabnya cepat sambil memainkan ujung rambut Tami.

“Maaf, Mas. Aku enggak pegang uang!” Tegas Tami.

Mendengar itu, raut wajah Irwan langsung keruh. Dia perhatikan lamat-lamat wajah cantik kekasihnya yang memiliki keturunan timur tengah. Hidung mancung, bibir tipis dengan bulu mata lentik yang saat ini sedang memberengut. Pikiran kotor seketika hadir di otaknya.

“Maksud kamu? Bukannya kamu baru gajian ya?” Tanya sinis Irwan.

“Kamu ‘kan tahu sendiri, aku harus kirim ke ibu. Belum lagi untuk nutupin utang kamu dan kebutuhan sehari-hari aku. Jadi, udah enggak pegang uang lebih, Mas. Mending kamu cari kerja tambahan kalau masih perlu uang lebih,” ucap Tami dengan nada yang sedikit meninggi.

“Kamu sindir aku?! Mentang-mentang kamu sekretaris direktur, terus kamu rendahin aku, gitu!” Teriakan Irwan terdengar memenuhi ruangan apartemen itu.

“Terserah.” Jawab Tami malas lalu berdiri ingin masuk ke dalam kamarnya.

Merasa direndahkan, Irwan ikut berdiri. Menarik kasar lengan Tami, hingga tubuhnya berbalik lalu tamparan keras menyapa pipinya.

“Sombong Lo sekarang, udah ngerasa bisa rendahin gue, hah!” Teriak Irwan di depan wajah Tami sambil memegang lengan Tami dengan tangan lainnya.

“Gue enggak mau tahu, mana uangnya? Gue perlu buat besok!” Kali ini teriakannya di sertai cengkeraman di dagu Tami.

“Sakit, Mas,” rintih Tami pelan.

Dia tahu akan percuma melawan karena berujung dengan semakin banyak luka memar yang dia dapatkan.

“Kasih dulu uangnya.” Pinta Irwan.

“Enggak ada, Mas. Sungguh,” ucap Tami lirih.

“Cewek sialan!” Teriak Irwan di telinga Tami sambil menarik keras rambutnya ke belakang.

Teriakan demi teriakan bergantian di apartemen Tami. Teriakan cacian dan kesakitan seolah saling menyahuti, namun tak satu pun orang yang menolong.

Irwan yang gelap mata, berulang kali menghujani Tami dengan berbagai pukulan di sekujur tubuhnya.

“Ampun, Mas.” Pinta Tami dengan air mata yang mengalir deras dan menahan pukulan demi pukulan yang datang.

“Uang dulu, lalu kamu bebas, Sa-yang.” Seringai mengerikan terlihat jelas di wajah Irwan.

Dia menyeret Tami dan melemparkan ke sofa, mengukung tubuh Tami di bawah badan besarnya dan menarik kasar piyama yang dikenakan hingga robek tak beraturan.

Tami menangis hebat sambil menggelengkan kepalanya ke kanan dan kiri, berusaha menghindar atas apa yang akan Irwan lakukan ke dirinya.

Dia berusaha keras melawan sekuat tenaganya untuk melepaskan diri, walau rasa jijik sudah menghinggapi seiring dengan jejak basah yang Irwan berikan.

“Tolong–ampun, Mas. Aku benar- benar enggak punya uang.” Mohon Tami sekali lagi.

Pukulan keras kembali ke wajah Tami. Membuat kepalanya pusing dan penglihatannya berputar. Di ambang kesadaran Tami masih bergumam, "Siapa pun tolong!" Dan kesadarannya perlahan menghilang.

Bersamaan dengan menghilangnya kesadaran Tami, pintu apartemennya terdengar dibuka keras dan suara derap kaki cepat juga teriakan penuh kemarahan terdengar. "Brengsek!"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
arkeys
keren, lanjutkan
goodnovel comment avatar
Pena Ilusi
keren, kak. awal² udah bikin tensi ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status