SAMUDRA
“Interview dengan kandidat business manager team A 30 menit lagi, meeting dengan….”
“Interview hari ini?” Samudra melirik alroji breitling di tangannya, “so early?”
“Bapak yang confirm jadwalnya” Nia sekertaris Samudra menjawab dengan tersenyum. Dia tahu betul kesibukan bossnya suka membikin dia lupa jadwal yang satu dan lainnya.
“Ini kandidat yang mana, ada dua kan?”
“Sabrina larasati” jawab Nia sembari menyerahkan map resume. “Cantik Pak”
“Kandidat buat business manager Nia, bukan miss world. It doesn’t matter cantik atau tidak” respon Samudra sambil meneliti resume. “Tolong pindahkan jadwal meeting jam 1, saya akan ada long lunch”.
Samudra meneliti resume kandidat bernama Sabrina larasati. Cukup impresif, usia pertengahan 30 dan menduduki posisi cukup tinggi di perusahaan tempat dia bekerja sekarang, tidak hanya mahir berbahasa inggris tapi juga perancis. menurut briefing dari kepala HR kandidat satu ini sangat direkomendasikan oleh head hunter. Dia melirik profil photo di sudut resume “cantik” pikirnya sambil mengerutkan dahi.
Tetapi, seperti dia bilang ke sekertarisnya ini adalah kandidat untuk business manager team A. Dan dia membutuhkan seoarang manager yang kompeten untuk membenahi salah satu team bisnis di perusahaannya yang saat ini agak compang-camping. Urusan cantik atau tidak, dia tidak terlalu perduli, yang terpenting adalah kompetensi.
*****
“Sabrina larasati Pak” umum Nia sang sekertaris dari telephon.
“Ok, send her in” jawab Samudra dengan pandangan masih terkunci di layar laptop. Tidak lama pintu terbuka dan Nia mempersilahkan Sabrina masuk. Mengenakan terusan pas badan berwarna biru gelap dengan sepatu hak tinggi senada, rambut tertata simple ke belakang, betul kata Nia. Cantik dan elegan.
Dia sudah bertemu dengan banyak wanita cantik, sangat banyak tetapi sosok satu ini berbeda, ada sesuatu yang magnetik darinya.
Sabrina melangkahkan kaki ke arah Samudra, anggun tapi penuh percaya diri. “Good morning, Sabrina larasati” sembari mengulurkan tangan.
“Samudra abimanyu, silahkan duduk”.
“Terimakasih” Sabrina duduk di sofa modern minimalis hitam di seberang meja kerjanya.
Samudra berdiri dengan sekilas meneliti resume, dia cukup yakin bahwa sebelumnya tidak begitu perduli apakah kandidat ini cantik atau tidak, cowok ataupun cewek karena bukan itu yang penting. Tetapi begitu Sabrina memasuki ruangan, dia sangat terpesona dengan sosok yang sekarang duduk di seberangnya. Tanpa sengaja matanya melirik ke arah jemari Sabrina “no wedding ring” pikirnya. Tapi memangnya kenapa kalau tidak ada wedding ring, dia tersenyum kecil dengan pikiran konyolnya.
“May I offer you coffee or tea?”
“Coffee please, just black no sugar” jawab Sabrina hangat. Suaranya yang agak rendah dan sedikit serak terdengar sangat seksi. Fokus Samudra, ini adalah kandidat pegawai kamu. Dia mendebat pikirannya sendiri.
Di usia yang hampir 40 tahun, pengusaha sukses dan tampan cukup banyak wanita yang wara wiri dalam hidupnya. Tapi selama ini belum ada yang benar-benar mampu membuatnya terpikat. Rata-rata mereka hanya “mampir” sebentar sebelum digantikan oleh wanita-wanita lain. Tidak hanya para temannya yang menjulukinya playboy bahkan beberapa majalah dengan terang-terangan menyebutkan bahwa dia adalah casanova, mungkin ada benarnya saking seringnya dia gonta-ganti perempuan. Satu pantangan Samudra adalah tidak akan mengencani pegawainya, dia tidak ingin merusak citra dan profesionalitas kerja dengan love affair di kantor. Dan sampai saat ini dia tidak pernah melanggarnya, biarpun tidak sedikit staf wanita yang kepincut dengannya. Bos muda, kaya dan ganteng.
“Où est-ce vous apprenez le français Sabrina’’ (Di mana kamu belajar bahasa Perancis Sabrina?)
“J'ai vécu quelques années à Genève’’ (Saya tinggal selama beberapa tahun di Geneva)
“Travail?” (Bekerja?)
“Non, étude’’ (Bukan, sekolah)
“You have a nice accent” puji Samudra tentang aksen Perancis Sabrina.
“Merci, J'adore le français. C'est une belle langue’’ (Terimakasih. Saya suka bahasa Perancis. salah satu bahasa yang indah)
“je suis d’accord” (saya setuju)
Samudra memberikan secangkir kopi yang dia bikin sendiri dari mesin kopi di ruang kantornya.
“Terimakasih” kata Sabrina sembari menerima cangkir kopi.
Dia melihat kalung dengan liontin “the hamsa” yang di pakai Sabrina, simbol tangan dari kawasan timur tengah. Mengingatkan Samudra akan Mesir, yang pernah dia jelajahi semasa muda dulu. Pyramid, sungai nil, bau shisa di setiap sudut kota dan seseorang yang sangat spesial.
“The hamsa” kata Samudra seperti ke diri sendiri.
“Maaf?” balas Sabrina.
“Oh, kalung kamu. The hamsa, simbol tangan….dari middle eastern” jawab Samudra mencoba menutupi canggung seperti orang tertangkap basah.
“Ah, ini. Dari Cairo. Khan kalili market…”
“You’ve been to Egypt? Saya ke sana sebelum revolusi. Sangat charming, dan khan kalili sangat menakjubkan di waktu sore. Sangat hidup dan ada romantisme tempo dulu yang sangat terasa”.
Dan mereka terhanyut dalam romansa kota-kota di mesir. Dengan kuil-kuil kunonya, café-café tua yang penuh asap rokok tetapi sangat menyenangkan dengan romansa tempo dulu, sisha dan para penjual jus segar di hampir setiap sudut kota. Sabrina bersemangat ketika bercerita tur di gurun sinai, ada pengalaman kuno yang bisa dia rasakan. Begitu katanya. Samudra bisa mengerti kenapa, gunung-gunung kuno yang berusia ribuan tahun, membuat sinai berbeda dari gurun pasir lainnya. Dia sendiri jatuh cinta dengan gurun sinai, menghabiskan beberapa hari berkamping di gurun tersebut, menikmati kesunyian gurun dan milyaran bintang dimalam harinya.
“Harus kembali lagi ke sana suatu hari ini” gumam Samudra.
Ternyata Sabrina adalah wanita yang mempunyai jiwa petualang. Sangat berbeda dari penampilannya yang anggun dan metropolis.
I like this girl. Pikirnya.
Interview selesai. Terlalu cepat pikir Samudra, padahal dia masih ingin berlama-lama “berdiskusi” dengan Sabrina. Tidak hanya cantik dan anggun tapi dia juga ternyata partner diskusi yang sangat mumpuni, terlihat benar dia tidak hanya cantik secara fisik tapi juga pintar. Ketika dia berbicara dengan penuh kepercayaan diri atau kadang berargumen dengan sangat cerdas, another level of sexiness.
Samudra masih mengamati resume Sabrina ketika Nia sekertarisnya masuk. “Jadwal meeting selanjutnya 10 menit lagi Pak, dan Christina telpon dua kali katanya dia tidak bisa reach bapak”. Cristina adalah wanita yang dikencani Samudra dua bulan terakhir. Samudra memberikan tanda silang sembari menggeleng ke arah Nia.
“Sudah gugur lagi Pak?”
“Saya blok nomornya” kata Samudra hampir tanpa suara. Nia sudah sangat terbiasa menghadapi mantan-mantan Samudra, ada yang ketika sudah putus mereka pergi tanpa suara, tapi banyak juga yang meneror minta tetep ketemu. Menghadapi para perempuan patah hati itu seperti sudah menjadi salah satu job description Nia.
“Baiklah” kata Nia. Satu lagi perempuan patah hati yang harus dia hadapi, biarpun percintaan bosnya bukan urusan dia tetapi Nia selalu bersikap sopan terhadap para mantan Samudra untuk memastikan citra sang bos dan juga perusahaan terjaga.
“Oh Nia…ini paket persetujuan Sabrina, tolong disampaikan ke HR. Dan minta HR untuk negosiasi jadwal masuknya, saya mau dipercepat”
“Loh Pak, sudah confirmed yang ini? Masih ada satu kandidat lagi Pak”.
“She is very good!” dan cantik tetapi dia berulang kali menghilangkan pikiran “cantik” dari dalam otaknya.
“Daaan cantik” Nia seperti bisa membaca pikirannya. Samudra mencoba untuk tidak menghiraukan kata sekertarisnya.
“Pastikan HR bisa negosiasi supaya dia bisa masuk lebih cepat, team A butuh manager secepatnya”. Faktanya tidak hanya itu, ada keinginan untuk bisa cepat-cepat bertemu dengan Sabrina lagi dan sepertinya dia tidak bisa menunggu sampai dua bulan.
“Kandidat yang satu lagi Pak?”
“Cancel him”
Bersambung....
SABRINASabrina melirik ke arloji di tangannya, agak mepet mudah-mudahan dia bisa sampai kantor tepat waktu untuk memimpin rapat bulanan. Dia memikirkan interview baru saja dengan bos SAP group, sebenarnya dia tidak begitu menginginkan pindah dari tempatnya sekarang bekerja karena dia sangat menikmati pekerjaannya. Disamping itu sang bos tidak banyak turut campur yang membuat dia bebas melakukan kebijakan tanpa merasa terlalu di monitor, tetapi rayuan dari perusahaan head hunter bikin dia luluh untuk datang interview. SAP group adalah salah satu perusahaan sukses di Indonesia, bekerja buat SAP tidak hanya akan mendapatkan paket yang menggiurkan tetapi juga sangat prestisius apalagi untuk orang yang mempunyai ambisi besar seperti Sabrina. “Just try, maybe you will like it” kata pihak head hunter, and there she is menyelesaikan interview.Walaupun agak skeptis, setelah bertemu dengan Samudra abimanyu pemilik SAP group
SAMUDRA“Very formal” Samudra bergumam sembari masih menatap layar handphonenya. Sangat businesslike, pikirnya. Tapi memang apa yang bisa dia harap? Obrolan panjang lebar seperti teman lama, ngobrolin tentang kejadian hari ini, planning lunch esok harinya. Konyol, pikirnya lagi. Walaupun dia tanpa sadar berharap lebih dari sekedar pembicaraan telepon formal. Tapi paling tidak Sabrina bisa bergabung lebih awal, plus dia bisa datang lebih awal lagi untuk diskusi masalah pekerjaan. There is something to look forward to.But why?Ini kan urusan pekerjaan? Bukan kali pertama dia mempekerjakan seseorang. Jadi bukan sesuatu yang spesial. Tiba-tiba dia teringat “big plan” yang dia tawarkan ke Sabrina. Shit!Dia sendiri tidak tahu plan macam apa yang bisa disebut big. Ok, masih ada waktu buat berfikir. Dia bisa saja membikin – bikin sesuatu,
SABRINA D day. Hari pertama Sabrina akan bekerja di SAP group. Entah kenapa dia agak gelisah beberapa hari sebelumnya, bukan karena dia berpikir telah membuat keputusan yang salah tetapi resah menunggu untuk masuk kantor. Mencoba pekerjaan baru? No, definitely not that. Bos yang ganteng itu? Dia buru-buru menendang pikiran konyol itu dari dalam otaknya dan menggantinya dengan sosok Teddy. Sang pacar idaman yang sudah bertahun-tahun menemaninya dalam suka dan duka. Bahkan Teddy pun sangat suportif dengan keputusan Sabrina “akan sangat bagus buat karir kamu hon” begitu katanya, ketika Sabrina kelihatan agak ragu karena lokasi kantor SAP group yang cukup jauh dari kantor Teddy terutama dengan kemacetan Jakarta. “Kuningan – Sudirman sejauh apa sih” imbuh Teddy. Sore sebelumnya dia sibuk memilih outfit untuk keesokan paginya. Dia memang selalu menyiapkan outfit kerja sehari sebelumnya, tapi biasanya tidak serepot
SAMUDRA“Mon amour” Samudra merasa tidak senang terhadap laki-laki yang bahkan bertemupun belum pernah. Mon amour, pasti yang dia bilang “boyfriend” itu. How lucky, ada perasaan cemburu melintas. Tunggu? Cemburu?Kok bisa?Sabrina bukan siapa-siapa dia, hanya salah satu staf. That’s it! Ingat itu Samudra, dia adalah salah satu staf kamu dan pantangan buat kamu untuk berkencan dengan staf kamu!Pantang!Samudra mencoba mencamkan pemikiran itu dalah-dalah walaupun dia sendiri merasa kurang yakin.Dia mulai mengandai-andai pilihan untuk mendapatkan Sabrina, sebagai pacar tentunya. Bagaimana konsekwensinya dengan kantor. Tapi toh ini perusahaan dia, siapa yang berani protes. Lagipula dia bebas untuk jatuh cinta dengan siapa saja.Tunggu. Jatuh cinta?Jatuh cinta like falling in love? Samudra mengerutkan kening seolah – olah itu adalah ide ko
SABRINAOk, semua orang membicarakan tentang annual gala dinner. Even tahunan yang diadakan perusahaan. Semua hush dan fush tentang apa yang akan dipakai untuk gala dinner nanti. Fitri salah satu stafnya yang agak selalu pengen tahu sudah menanyakan dari awal “mbak Sabrina nanti mau pakai baju apa?”.Sejujurnya dia belum atau tidak sempat memikirkan outfit untuk dinner. Menurut ( lagi-lagi ) Fitri, even sekarang lebih spesial karena temanya adalah “red carpet moment”. Seolah-olah kita selebriti saja, pikirnya. Dia melihat e mail pemberitahuan tentang dinner ini minggu lalu, akan diadakan di salah satu hotel bintang lima yang berlokasi tidak jauh dari gedung kantor. Minimal praktis, tidak perlu berpikir akan terjebak kemacetan.“Mbak besok kita boleh selesai lebih awal yah, harus ke salon untuk blow rambut” oceh fitri dari seberang meja.
SAMUDRASambil menyapa satu grup ke grup lainnya dia meneliti ballroom hotel tempat gala dinner diadakan. Tidak ada Sabrina. Tidak bayangannya, apalagi sosok yang nyata. Apa dia terlalu keasyikan bekerja dan telat ke acara sosial kantor pertamanya?Samudra mendongakkan kepala setiap ada sosok masuk dari pintu luar. Sudah jam 7 lewat Sabrina masih tidak kelihatan batang hidungnya.Salah satu anak buah Sabrina menjawab “belum datang Pak” ketika Samudra menanyakan keberadaan sang manager. Mungkin dia harus menelpon, memberikan sedikit omelan kenapa dia belum datang padahal acara akan dimulai beberapa menit lagi. Walaupun yang sebenarnya Samudra hanya ingin memastikan kehadiran Sabrina.Dia berjalan ke arah pintu keluar sembari merogoh handphone dari dalam kantong suitnya. Mencari nomor Sabrina dari kontak handphonenya. Sebelum dia sempat menekan tombol “telepon” di layar handphonnya dia melihat sosok itu.
SABRINASenin pagi seperti biasa. Sibuk!Orang cenderung agak stress di hari senin. Why? Bukannya setiap minggu orang selalu bertemu dengan hari senin, sama dengan bertemu dengan hari selasa, rabu kamis dan selanjutnya? Paling tidak untuk Sabrina hari senin menyenangkan. Hari senin ini lebih tepatnya. Dia tidak berbohong, kadang dia juga merasa stress dan berat untuk berangkat bekerja di hari senin. Tapi sepertinya masa-masa itu sudah berlalu, sekarang dia merasa lebih bersemangat ke kantor.Tidak ada alasan untuk stress.Seperti pagi ini. Sudah ada respon dari Paris untuk proposal bisnisnya. Ini akan menjadi bisnis deal terbesar dia selama beberapa bulan bergabung dengan SAP group. Kata sang bos, ini akan menjadi deal terbesar untuk team A selama ini. Jadi belum lama dia bergabung dengan SAP group sudah membikin break through. Salah satu alasan untuk happy.Oh ya, sang bos yang super duper ganteng itu. Layakny
SAMUDRAAnother nice morning!Samudra bersiul ringan memasuki walk in closet nya yang berukuran besar. Meneliti deretan kemeja dan jas yang tergantung rapi. Dia memilih setelan jas kotak-kotak warna biru dipadankan dengan kemeja warna biru muda. Meneliti deretan koleksi jam mahalnya, kali ini dia memilih silver rolex favoritnya.Menyeruput secangkir kopi yang dia racik sendiri dari mesin kopi yang di pesan khusus dari Italy. “It’s another good day” gumamnya ringan. Tiba-tiba dia membayangkan seandainya ada orang lain yang menemaninya memulai pagi, berada di sisinya ketika dia bangun, bersama menyeruput kopi pagi. Seandainya ada orang lain.Seandainya ada Sabrina di sisinya setiap hari.Dia tersenyum kecil. Tidak lama lagi dia akan bertemu Sabrina. Walaupun hanya di kantor, bisa memandang wajah Sabrina membuat dadanya membuncah penuh kebahagiaan.Dengan ringan dia berjalan ke