Dia tersenyum mendapati kiriman bunga untuk ke dua kalinya. Perempuan mana yang tidak suka bunga? Dan Samudra tahu betul bunga favoritnya, mawar putih dengan warna pink di ujungnya. Dia membuka kartu kecil yang terselip di rangkaian mawar “je t’aime” tertulis disitu, lagi-lagi dia tersenyum kecil “I love you too” pikirnya. Dia memandang sekilas Samudra yang sedang berada dia di area kopi, ingin melemparkan senyum lebar tetapi dia tahan. Belum ada orang lain yang tahu mereka berpacaran, dan entah bagaimana reaksi para staf nantinya kalau mereka tahu sang bos rajin berkirim bunga kepadanya.
Beberapa stafnya langsung menyerbu ke ruangannya, mengagumi rangkaian mawar putih keduanya dan tentunya memburu untuk mendapatkan informasi siapa pengirimnya. Sabrina hanya menjawab dengan senyuman. Belum waktunya, dia berfikir dalam hati, nanti kalau saatnya sudah tepat. Untuk saat ini cukup mawar-mawar putih ini saja yang bisa menjadi konsums
SABRINA “Si Pak bos Ke mana mbak?” tanya Sabrina ke Nia melalui sambungan telephon kantor. “Belum balik dari makan siang mbak,” jawab Nia. Dia mengerutkan kening, dia melirik jam di pergelangan tangannya sudah hampir jam 3 sore dan Samudra belum balik dari makan siang. “Memang ada business lunch mbak?” Tanyanya lagi. “Nggak tuh, tadi dia pergi sendiri” Mereka sudah berbaikan kembali, setelah dia berhasil mengusir Eloise dari ruangan kantor Samudra tempo hari. Tetapi setelah hari itu dia menemukan ada yang aneh dengan Samudra, dia terlihat lebih pendiam dari biasanya. Agak cool, dia memang selalu cool tetapi yang ini mencurigakan, membuat bulu kuduknya merinding seperti ada jelangkung yang bisa lewat setiap saat. Dia kembali “pulang” ke apartemen Samudra, bercinta lebih panas dari biasanya, mungkin ini karena faktor marahan selama beberapa hari. Tetapi seperti ada yang ditutupi oleh Samudra. Mudah-mudahan bukan El
SAMUDRA“Interview dengan kandidat business manager team A 30 menit lagi, meeting dengan….”“Interview hari ini?” Samudra melirik alroji breitling di tangannya, “so early?”“Bapak yang confirm jadwalnya” Nia sekertaris Samudra menjawab dengan tersenyum. Dia tahu betul kesibukan bossnya suka membikin dia lupa jadwal yang satu dan lainnya.“Ini kandidat yang mana, ada dua kan?”“Sabrina larasati” jawab Nia sembari menyerahkan map resume. “Cantik Pak”“Kandidat buat business manager Nia, bukan miss world. It doesn’t matter cantik atau tidak” respon Samudra sambil meneliti resume. “Tolong pindahkan jadwal meeting jam 1, saya akan ada long lunch”.Samudra meneliti resume kandidat bernama Sabrina larasati. Cuku
SABRINASabrina melirik ke arloji di tangannya, agak mepet mudah-mudahan dia bisa sampai kantor tepat waktu untuk memimpin rapat bulanan. Dia memikirkan interview baru saja dengan bos SAP group, sebenarnya dia tidak begitu menginginkan pindah dari tempatnya sekarang bekerja karena dia sangat menikmati pekerjaannya. Disamping itu sang bos tidak banyak turut campur yang membuat dia bebas melakukan kebijakan tanpa merasa terlalu di monitor, tetapi rayuan dari perusahaan head hunter bikin dia luluh untuk datang interview. SAP group adalah salah satu perusahaan sukses di Indonesia, bekerja buat SAP tidak hanya akan mendapatkan paket yang menggiurkan tetapi juga sangat prestisius apalagi untuk orang yang mempunyai ambisi besar seperti Sabrina. “Just try, maybe you will like it” kata pihak head hunter, and there she is menyelesaikan interview.Walaupun agak skeptis, setelah bertemu dengan Samudra abimanyu pemilik SAP group
SAMUDRA“Very formal” Samudra bergumam sembari masih menatap layar handphonenya. Sangat businesslike, pikirnya. Tapi memang apa yang bisa dia harap? Obrolan panjang lebar seperti teman lama, ngobrolin tentang kejadian hari ini, planning lunch esok harinya. Konyol, pikirnya lagi. Walaupun dia tanpa sadar berharap lebih dari sekedar pembicaraan telepon formal. Tapi paling tidak Sabrina bisa bergabung lebih awal, plus dia bisa datang lebih awal lagi untuk diskusi masalah pekerjaan. There is something to look forward to.But why?Ini kan urusan pekerjaan? Bukan kali pertama dia mempekerjakan seseorang. Jadi bukan sesuatu yang spesial. Tiba-tiba dia teringat “big plan” yang dia tawarkan ke Sabrina. Shit!Dia sendiri tidak tahu plan macam apa yang bisa disebut big. Ok, masih ada waktu buat berfikir. Dia bisa saja membikin – bikin sesuatu,
SABRINA D day. Hari pertama Sabrina akan bekerja di SAP group. Entah kenapa dia agak gelisah beberapa hari sebelumnya, bukan karena dia berpikir telah membuat keputusan yang salah tetapi resah menunggu untuk masuk kantor. Mencoba pekerjaan baru? No, definitely not that. Bos yang ganteng itu? Dia buru-buru menendang pikiran konyol itu dari dalam otaknya dan menggantinya dengan sosok Teddy. Sang pacar idaman yang sudah bertahun-tahun menemaninya dalam suka dan duka. Bahkan Teddy pun sangat suportif dengan keputusan Sabrina “akan sangat bagus buat karir kamu hon” begitu katanya, ketika Sabrina kelihatan agak ragu karena lokasi kantor SAP group yang cukup jauh dari kantor Teddy terutama dengan kemacetan Jakarta. “Kuningan – Sudirman sejauh apa sih” imbuh Teddy. Sore sebelumnya dia sibuk memilih outfit untuk keesokan paginya. Dia memang selalu menyiapkan outfit kerja sehari sebelumnya, tapi biasanya tidak serepot
SAMUDRA“Mon amour” Samudra merasa tidak senang terhadap laki-laki yang bahkan bertemupun belum pernah. Mon amour, pasti yang dia bilang “boyfriend” itu. How lucky, ada perasaan cemburu melintas. Tunggu? Cemburu?Kok bisa?Sabrina bukan siapa-siapa dia, hanya salah satu staf. That’s it! Ingat itu Samudra, dia adalah salah satu staf kamu dan pantangan buat kamu untuk berkencan dengan staf kamu!Pantang!Samudra mencoba mencamkan pemikiran itu dalah-dalah walaupun dia sendiri merasa kurang yakin.Dia mulai mengandai-andai pilihan untuk mendapatkan Sabrina, sebagai pacar tentunya. Bagaimana konsekwensinya dengan kantor. Tapi toh ini perusahaan dia, siapa yang berani protes. Lagipula dia bebas untuk jatuh cinta dengan siapa saja.Tunggu. Jatuh cinta?Jatuh cinta like falling in love? Samudra mengerutkan kening seolah – olah itu adalah ide ko
SABRINAOk, semua orang membicarakan tentang annual gala dinner. Even tahunan yang diadakan perusahaan. Semua hush dan fush tentang apa yang akan dipakai untuk gala dinner nanti. Fitri salah satu stafnya yang agak selalu pengen tahu sudah menanyakan dari awal “mbak Sabrina nanti mau pakai baju apa?”.Sejujurnya dia belum atau tidak sempat memikirkan outfit untuk dinner. Menurut ( lagi-lagi ) Fitri, even sekarang lebih spesial karena temanya adalah “red carpet moment”. Seolah-olah kita selebriti saja, pikirnya. Dia melihat e mail pemberitahuan tentang dinner ini minggu lalu, akan diadakan di salah satu hotel bintang lima yang berlokasi tidak jauh dari gedung kantor. Minimal praktis, tidak perlu berpikir akan terjebak kemacetan.“Mbak besok kita boleh selesai lebih awal yah, harus ke salon untuk blow rambut” oceh fitri dari seberang meja.
SAMUDRASambil menyapa satu grup ke grup lainnya dia meneliti ballroom hotel tempat gala dinner diadakan. Tidak ada Sabrina. Tidak bayangannya, apalagi sosok yang nyata. Apa dia terlalu keasyikan bekerja dan telat ke acara sosial kantor pertamanya?Samudra mendongakkan kepala setiap ada sosok masuk dari pintu luar. Sudah jam 7 lewat Sabrina masih tidak kelihatan batang hidungnya.Salah satu anak buah Sabrina menjawab “belum datang Pak” ketika Samudra menanyakan keberadaan sang manager. Mungkin dia harus menelpon, memberikan sedikit omelan kenapa dia belum datang padahal acara akan dimulai beberapa menit lagi. Walaupun yang sebenarnya Samudra hanya ingin memastikan kehadiran Sabrina.Dia berjalan ke arah pintu keluar sembari merogoh handphone dari dalam kantong suitnya. Mencari nomor Sabrina dari kontak handphonenya. Sebelum dia sempat menekan tombol “telepon” di layar handphonnya dia melihat sosok itu.