"Lepaskan aku brengsek!" makinya kesal, saat melihat siapa orang yang telah menariknya paksa.
"Sstt ...! Jangan berontak, Sayang!" pinta sesosok lelaki yang sedang memeluknya erat dari belakang. Menahan kedua tangannya yang hendak membuka paksa pintu mobil."Lepasin aku, Setan!" hardik Sarah semakin murka. Kedua kakinya menendang-nendang ke sembarang arah, begitupula dengan tubuhnya yang berontak, berusaha melepaskan pelukan lelaki itu, dimana ia kenali aromanya karena aroma itulah yang setiap malam menemani tidurnya saat mereka masih menjadi sepasang suami istri."Sstt ... kok mulutmu makin kasar sekarang, Sayang!" tegur Aditya kesal, karena Sarah terus saja berontak. "bukankah sudah aku bilang, kalau aku gak suka kalau kamu sudah ngomong kasar gitu! Karena bikin aku bergairah, tau gak!" omelnya dengan wajah merah padam menahan hasrat untuk menyerang mantan istrinya membabi buta."An jing! Se tan! Ib lis! Jangan sentuh aku, Setan! Aku gak sudi!" pekik Sarah dengan suara keras, yang segera dibungkam Aditya dengan tangan besar berbulu miliknya. Sementara tangan yang satunya serta kedua kakinya memeluk erat tubuh Sarah, hingga wanita itu tidak bisa bergerak sedikitpun."Mmmm ...!" Sarah berusaha berteriak, namun bekapan di mulutnya menutup akses tersebut. Dirinya benar-benar jijik jika harus disentuh sang mantan suami kembali.Aditya segera menciumi leher bagian belakang milik Sarah, ingin memancing hasrat sang mantan istri agar mengikuti kemauannya. Sementara Sarah yang mendapatkan perlakuan seperti itu, lantas tergugu sembari kembali berontak, dirinya benar-benar tidak sudi mendapatkan sentuhan menjijikkan dari mantan suaminya."Sebaiknya kamu menyerah saja, Sayang. Bukankah kita nantinya akan sama-sama merasakan nikmatnya saling menyatukan diri, seperti yang biasanya kita lakukan sewaktu masih berumah tangga. Jadi jangan berontak terus, ya! Anggap saja ini sebagai salam perpisahan, karena setelah ini Mama akan menyuruhku kuliah ke London. Namun sebelum itu, aku ingin kembali mengulang rasa indah itu denganmu!" Aditya merayu sembari mulai menjalankan tangannya yang sedang memegangi tubuh Sarah, menuju ke arah area-area yang menjadi kelemahan wanita itu.Sarah berusaha mati-matian menjaga kewarasannya saat mendapatkan sentuhan memabukkan itu. Dirinya lantas segera berpikir cepat, bagaimana caranya melarikan diri dari kungkungan mantan suami sakit jiwa di belakangnya itu. Meskipun kini intinya ikut basah saat disentuh sedemikian rupa, karena mau bagaimanapun dirinya tahu bagaimana rasanya saat menyatu dengan mantan suaminya."Mau, ya?" rayu Aditya kembali saat dirinya melihat sang mantan istri berhenti berontak, juga saat mendengar napas wanita itu mulai terdengar berburu.Sarah segera menganggukkan kepalanya, menyetujui permintaan lelaki itu.Aditya tersenyum semringah, iapun segera melepaskan bekapan tangannya pada mulut wanita itu. Dimana kini Sarah berusaha mengatur napasnya yang terengah-engah akibat lamanya mulutnya berada dalam bekapan tangan lelaki itu."Lepaskan belitan kakimu dulu!" Sarah memohon, setelah napasnya kembali teratur."Oh, ok! Dimana kita akan melakukannya? Apa di mobil saja?" Aditya kembali merayu, karena dirinya benar-benar merindukan kehangatan sang mantan istri yang selalu sukses membuatnya terbuai."Terlalu sempit, Mas Adit," tukas Sarah saat lelaki itu akhirnya menuruti permintaannya. Belitan itupun terlepas, namun Aditya masih duduk di belakang Sarah.Aditya lantas menganggukkan kepalanya, menyetujui ucapan yang dilontarkan oleh sang mantan terindah. "Benar juga, ya! Kalau begitu, di hotel saja! Kebetulan aku nginap di hotel SBHBB. Besok baru check out. Nanti kamu aku antar pulang besok pagi, sekalian aku check out, Sayang."Sarah kembali mengangguk, dirinya lantas bernapas lega saat Aditya kini duduk dengan benar di sampingnya. Ia bahkan segera memanfaatkan keadaan, membuka pintu mobil saat kendaraan melambat. Namun pinggangnya telah lebih dulu diraih Aditya, menariknya masuk kembali ke dalam mobil sambil berseru, "Kunci semua pintu lalu tutup gordennya, Mang!"Mang Supri, sang sopir segera mengerjakan perintah tuannya, membuat Sarah menjerit dan berontak. "GAK! BUKA PINTUNYA, MANG SUPRI! BUKA!"Aditya yang kesal, menariknya kuat hingga bagian belakang kepalanya membentur kaca mobil, ia meringis, memegangi bagian yang sakit. Namun belum cukup sampai disitu, Aditya justru menurunkan paksa celana Sarah disusul miliknya, lalu tanpa aba-aba menyatukan tubuh mereka."TIDAK!" Sarah menjerit kencang bersamaan dengan lelehan air mata yang jatuh membasahi pipi.Sarah menangis sesenggukan, memegangi pakaiannya yang koyak bekas perbuatan Aditya barusan dengan kedua kaki saling menekuk di atas kursi. Sementara lelaki itu, tengah membenahi ikat pinggangnya, mengusap keningnya yang berkeringat bersama senyum penuh kepuasan menghiasi."Ternyata rasanya masih seenak biasanya, Sayang," kekeh Aditya, kembali duduk bersender, meraih pundak Sarah yang justru menepis kuat tangannya. "uhhh ... kamu marah?""Biarkan aku pergi. Aku mohon!" pinta Sarah, mengusap air matanya dengan punggung tangan."Dengan pakaian seperti itu? Kamu, yakin?!" Aditya balas bertanya."Bukankah kamu sudah mendapatkan apa yang kamu inginkan! Jadi, biarkan aku pergi karena aku harus bekerja," tukas Sarah datar."Ohhh ... tidak bisa! Kamu tetap bersamaku karena aku masih belum puas, Sayang!" tolak Aditya, terkekeh puas."DASAR BAJINGAN!" maki Sarah, menampar pipi Aditya dengan keras hingga kepala lelaki itu tertoleh ke kiri. Napasnya terdengar berburu juga telapak tangan memerah."
"Mas, please ... aku gak mau ikut!" rengek Sarah, memohon saat Aditya menariknya paksa keluar mobil. Mereka sudah tiba di bandara, bahkan sebuah pesawat jet pribadi telah berdiri dengan gagahnya, siap melayang di udara."Harus! aku gak terima penolakan sedikitpun!" sahut Aditya tegas, menarik kencang lengan Sarah hingga wanita itu berhasil keluar dari mobil."Mas ... please, Mas Adit. aku gak mau! Nanti bagaimana dengan Satria, Mas? Kasian dia kalau aku pergi? Dia masih ASI, Mas ...," rengek Sarah sambil menangis, menarik-narik tangannya agar terlepas. Namun cekalan Aditya terasa meremukkan tulangnya.Aditya tiba-tiba menghentikan langkahnya, berbalik cepat hingga tubuh mereka bertabrakan. Lelaki itu menahan pinggang Sarah agar tidak terjatuh.Sarah tercekat. matanya yang memerah dengan gumpalan air mata yang berjatuhan satu persatu menatap wajah mengeras lelaki itu, bibirnya bergetar hebat. "M-mas.""Bisakah kamu berhenti merengek? Karena kamu tahu dengan baik jika aku bukan tipe pri
Aditya mendekat, menyentuh pundak Sarah sembari memanggil nama wanita itu. "Sar, kamu gak mati, kan?"Namun Sarah bergeming hingga membuat Aditya sedikit dilanda perasaan takut yang bercampur aduk.Aditya lantas menunduk, membalikkan tubuh Sarah hingga berbaring telentang. Desah lega lolos dari mulutnya saat melihat wanita itu masih bernapas. "Bikin takut aja kamu, Sayang," gerutunya pelan, duduk bersender di bawah ranjang. Tak lama setelahnya, lelaki itu terkekeh kecil sambil menggelengkan kepala."CK, sepertinya kamu kecapekan banget, ya? Makanya gitu, tidur kek orang pingsan." Aditya bangkit berdiri, berjalan ke arah koper miliknya, mengambil pakaian yang ia butuhkan, lalu mengenakannya secepat mungkin.Lelaki itu lantas menyambar kotak rokok, mulai menyalakan salah satunya sembari berjalan ke arah balkon, berdiri di tepinya dengan tatapan lurus ke depan. Ia mengisap pelan dengan tatapan mulai menerawang ke belakang sembari mengingat posisi tidur Sarah.***"Saya mohon, Tuan ... ja
Marni perlahan berdiri. Kedua tangannya terlihat saling mengepal di kedua sisi tubuhnya. Gemuruh amarah bahkan menerpa sekujur tubuhnya hingga kulit sewarna zaitun itu memerah."Tuan Muda boleh menghina saya atau memukul saya. Tapi, saya tidak akan pernah memaafkan orang yang telah menyakiti putri saya," tuturnya geram sambil menatap nyalang pada lelaki arogan di hadapannya.Aditya terkekeh sarkas mendengar ucapan berani yang Marni lontarkan. Lelaki itu lantas memangkas jarak hingga Marni terpaksa mendongak. "Lo pikir, Lo siapa? Berani-beraninya Lo ngancem gue," tegur nya dingin."Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya seorang ibu dari anak ga dis yang kegadisannya baru saja Tuan Muda renggut." Marni berucap penuh keberanian. Ia bahkan tak segan semakin menatap tajam pada Aditya.Aditya terpana beberapa detik, kagum dengan keberanian sang pelayan. Namun, detik berikutnya seringai lebar kembali terbit di wajahnya. "Ok, gue jabanin." Lelaki itu lantas mengayunkan langkah, kembali ke arah ka
PLAK!Sebuah tamparan nyaring dilayangkan seorang laki-laki pada seorang wanita yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Wanita itu terperanjat kaget. Matanya terbelalak saat ia menatap balik wajah mengeras lelaki itu. "Kenapa kamu menamparku, Mas?!"Lelaki itu bergeming. Napasnya terdengar berburu. Namun dari belakang, justru terdengar suara yang ia kenal betul itu siapa. "Kamu memang pantas di tampar, bahkan kalau perlu dibunuh sekalian! Karena kamu itu, tidak lebih dari wanita hina!" maki wanita tua dengan wajah merah padam menahan murka. Tangan kanannya menunjuk pada wanita yang lebih muda itu."Apa salahku, Ma?" tanyanya bingung."Apa salahmu, kau bilang?!" Wanita tua itu bergegas memangkas jarak mereka, meraih kedua bahunya lalu menariknya agar mengikuti langkah kaki si wanita tua. "lihat di sana! Apa yang kamu lakukan dengan Rian, hah?!" makinya lantang seraya menunjuk ke arah ranjang dimana terlihat seorang laki-laki muda sedang berusaha menutupi tubuh telanjangnya dengan
"Yang aku tahu, dirinya juga sama pengecutnya dengan Kakak kembarnya yang hanya bisa bersembunyi dibalik ketiak ibu mereka!" paparnya dimana sorot benci itu terlihat jelas.Raditya yang bersembunyi di balik tembok, hanya mampu menghela napas pendek dengan kedua bahu terkulai lemah, saat mendengar penuturan jujur dari mulut sang mantan Kakak Ipar. Dirinya memang mengakui jika dirinya dan kembarannya adalah orang-orang yang pengecut, dimana hanya bisa bersembunyi dibalik ketiak ibunya, sesuai dengan apa yang Sarah ucapkan. Dengan langkah gontai, iapun berjalan meninggalkan tempat itu, menuju mobilnya yang ia parkir kan di seberang jalan."Jangan terlalu membenci, Nak! Karena mau bagaimanapun, di dalam tubuh Satria mengalir darah mereka! Dia garis keturunan mereka dan kamu tidak bisa memutuskan pertalian darah itu, meskipun kamu menggunakan cara ekstrim sekalipun untuk memutuskannya!" Marni menasehati dengan lembut juga senyum penuh keibuan.Sarah lantas menatap seutuhnya pada wanita bai