Share

Penjara Cinta Sang Sultan
Penjara Cinta Sang Sultan
Penulis: Rafli123

1. Pengkhianatan

"Memalukan, dia sama seperti ibunya yang hanya merongrong kekayaan dari keluarga besar Ravindra!"

Tatapan tajam ke arah Alice begitu tiba di aula pernikahan sang kakak.

Perasaannya jelas semakin tidak menentu.

Namun, tubuhnya seakan tidak mampu untuk bergerak kala melihat pemandangan yang membuat ulu hatinya terasa nyeri.

"Adikku sudah datang? Ke marilah! Kamu harus tahu siapa yang saat ini menikah dengan kakak meski kakak yakin kakak tidak perlu memperkenalkannya padamu."

Ucapan Frederica yang penuh kebanggaan itu membuat Alice tertegun.

"Adakah yang bisa menjelaskan ini semua padaku?"

Pertanyaan yang sejak tadi ada di benaknya, akhirnya mampu ia keluarkan.

"Tidak ada yang perlu menjelaskan padamu. Kamu sudah melihat, hari ini adalah hari yang bahagia untuk keluarga besar Ravindra dan keluarga Evander," sahut sepupunya yang lain,  bertingkah bak juru bicara keluarga Ravindra.

Menahan tangis. Alice pun beralih pada kekasihnya, pria yang seharusnya menjadi orang pertama yang akan mengatakan bahwa semuanya tidak benar.

Sayangnya, saat ini, Albert seolah-olah menjadi patung yang hanya diam menatap ke arahnya, seolah membenarkan dirinya sudah menjadi suami dari kakak sepupunya.

Sebenarnya, kakak sepupu hanyalah sebuah kata untuk menutupi kebenaran yang ada.

Federica adalah putri dari ayahnya dengan ibu yang berbeda, tetapi perlakuan mereka tidak sama karena Alice tidak diakui keluarga Ravindra.

Meski demikian, Alice selalu menganggap Federica sebagai sahabat sekaligus saudaranya.

"A– ayah?"

Satu panggilan dengan suara terbata pria paruh baya memilih memalingkan wajahnya. Putri bungsu dari keluarga Ravindra meminta penjelasan dengan tatapan sendu penuh tanya.

"Paman, Bibi, bisakah kalian katakan sesuatu? Kalian tahu jika Albert adalah tunangan ku, dan kami akan bertunangan hari ini. Pesta ini adalah perayaan untuk kami, tapi apa yang aku lihat ini?" Alice tidak mampu lagi mengatakan tubuhnya bergetar seiring air matanya yang mengalir.

"Kamu salah Alice, Albert adalah tunangan kakak sepupu mu. Apakah kamu begitu terobsesi sehingga membuat lelucon seperti ini? Apakah kamu begitu membenci kakak sepupu kamu, sampai kamu memfitnahnya? Setidaknya jaga nama baik keluarga, kamu lihat banyak tamu undangan. Jangan bilang kotoran di wajah kami."

"Bibi?"

"Jangan panggil aku bibi. Sejak dulu kamu selalu membuat ulah, dan anakku yang selalu menutupinya!"

"Alice pergilah. Jangan rusak kebahagiaan kakakmu, jangan membuat kami menyesal telah memberikan nama Ravindra di belakang nama kamu."

"Setidaknya katakan sesuatu padaku, ayah. Bukankah aku juga putrimu?"

"Tidak ada yang perlu di katakan. Kamu membuat keluarga Ravindra tercoreng dengan prilakumu yang tergila-gila pada Albert, kamu tahu jika Albert adalah tunangan kakak sepupu kamu, Alice."

Tubuh Alice luruh ke lantai, ucapan sang ayah mampu menghancurkan segalanya. Di saat hatinya sakit tiba-tiba dua orang datang dan menariknya secara paksa keluar dari pesta. Tanpa memberinya kesempatan untuk menjelaskan bahwa semua adalah salah paham.

Brug!

Tubuh Alice terjerembab mencium dinginnya lantai, tercium aroma besi dari hidungnya yang ternyata mengeluarkan darah. Tidak ada yang mengerti dirinya, tidak ada yang memberikan waktu untuk menjelaskan padanya.

Tatapan semua sama mereka menatap jijik padanya, di ujung sana terlihat dua sejoli tersenyum penuh kemenangan menautkan jari mereka dan memperlihatkan kearah Alice.

"Kamu hanyalah anak hasil zina. Jadi pergilah dari sini, jangan berfikir untuk kembali karena pintu rumah Ravindra tertutup untuk kamu, Alice."

"Nikmati hidupmu di jalanan, seperti ibumu yang berasal dari jalanan. Maka sudah waktunya kamu kembali ke tempat asalmu!"

"Ayah,"

"Bawa dia pergi dari sini."

'Aku akan mati. Mereka tidak akan peduli lagi padaku,' lirih Alice pedih.

Dia dapat merasakan tubuhnya seakan melayang.

Kesadarannya hilang bersamaan dengan cairan merah yang mengalir dari mulut dan hidungnya.....

***

Byur!!

“Berhasil.”

“Dengan begini kita akan mendapat bayaran lebih.”

Cairan entah datangnya dari mana tiba-tiba menetes jatuh mengenai wajah Alice. Diiringi suara tawa yang menggelegar memenuhi mobil tersebut.

Hal ini sontak membuat Alice yang sempat pingsan, akhirnya perlahan-lahan mulai sadar sepenuhnya.

“Sss,” desis Alice pelan, sesaat dia merasakan nyeri di area bibir dan juga bagian hidungnya.

Alice berusaha membuka kedua matanya, namun yang menyapa indera penglihatannya hanyalah kegelapan.

Dia menggerakkan kepalanya ke sana ke mari, berusaha mencari tahu di mana sebenarnya dia berada saat ini.

Meski merasakan rasa sakit di sudut bibirnya dan sekujur tubuh, dia berusaha menahannya saat menyadari dirinya diikat! 

“Lebih cepat! Jangan membuat orangnya menunggu lama,” ucap sebuah suara yang terdengar asing di telinga Alice.

“Baiklah,” sahut suara yang lain.

‘Sebenarnya aku ada di mana sekarang?’ Alice membatin dengan perasaan gelisah.

Di mana dia berada dan dengan siapa dia saat ini, membuat Alice merasa ketakutan. Mulutnya bahkan sulit digerakkan sebab luka gores di area bibir yang membuat Alice terus mendesis sakit.

Deg!

Tubuh Alice seketika bergetar saat dia mulai mengingat semua yang telah dia alami di hari yang seharusnya menjadi hari membahagiakan untuknya.

Dikhianati oleh pria yang sudah bersamanya selama ini, bahkan tidak disangka-sangka oleh Alice sekalipun, bahwa sepupu yang selalu mendukungnya dan berada di sampingnya, adalah orang yang telah merebut pria yang seharusnya menjadi miliknya mulai hari ini.

Air mata menetes tanpa bisa dicegah olehnya. 


Benak dan pikirannya selalu bertanya-tanya, apa kesalahan yang sudah dia perbuat hingga harus menerima segala cobaan itu. Bukan hanya dikhianati oleh pria yang dia cintai, namun juga dikhianati oleh keluarga yang sudah dia percayakan.

“Hei, dia terbangun!”

Alice menegang mendengar suara yang terdengar semakin dekat. Refleks Alice pun memojokkan dirinya hingga membuat lengan kirinya merasakan sesuatu yang keras di sampingnya.

‘Mobil?’ batin Alice.

Tidak bisa melihat membuat Alice agak kesulitan, namun dia mampu menebak bahwa saat ini dirinya kemungkinan besar berada di dalam sebuah kendaraan yang entah akan membawanya kemana.

“Biarkan saja. Lagian tugas kita hanya membawanya ke alamat yang diperintahkan.”

Tidak henti dia berdoa di dalam hati, berharap dua suara asing itu tidak akan menyakiti dirinya. Bahkan dengan sedikit bekas gores di bibir dan juga hidungnya saja, sudah mampu membuat Alice mendesis kesakitan, apalagi jika dia mendapatkan luka yang lebih dari itu.

“Sepertinya dia ketakutan, lihat tubuhnya bergetar, lucu sekali. Hahahaha.”

Perkataan itu bukannya membuat Alice tenang, namun malah membuat rasa takutnya semakin mendera di dalam hatinya.

“K-Kalian siapa?” tanya Alice tanpa bisa dicegahnya.

Hening. Tidak ada jawaban yang didengar oleh Alice dari dua suara asing tadi. Dia mengernyitkan keningnya dengan memutar kepalanya pelan.

Grep!

“Akh!”

Teriakan Alice menggema di dalam mobil itu. Cengkeraman erat di dagunya membuat Alice mau tidak mau mendongakkan kepalanya.

“S-Sakit …,” lirih Alice, dengan bibir yang sudah bergetar ketakutan. “L-Lepasin ….”

“Lebih baik kamu diam dan jangan bertanya apa-apa. Jangan membuat kami kesal, mengerti?” ucap salah satu yang mencengkram dagunya yang semakin erat.

Alice yang tidak ingin disakiti, terpaksa menganggukkan kepalanya dengan sisa tenaganya.

Tepat setelah itu, kepala Aice dihempaskan ke samping hingga membuat cengkeraman di dagunya pun menghilang.

Alice dengan cepat menggeser tubuhnya ke samping hingga menyentuh pintu mobil yang berada di sampingnya. Tubuhnya tidak berhenti bergetar ketakutan.

‘Kenapa aku bisa ada di sini? Apa mungkin mereka akan menculikku?’

“Hei, diamlah! Suara tangismu mengganggu!” bentak seseorang yang membuang tubuh Alice tersentak kaget.

Padahal Alice sudah berusaha meredam suara tangisnya, namun sayangnya mereka berada di tempat yang sama sehingga siapapun bisa langsung tahu kalau Alice tengah menangis pilu.

“M-Maaf,” lirih Alice pelan.

“Ck, wanita lemah seperti ini memang tidak ada gunanya, ya. Pantas keluarganya tidak mau lagi dengannya.”

Alice terkejut bukan main mendengar perkataan pria yang tidak dia kenal itu. Mau bertanya, namun dia terlalu takut melakukan hal itu.

‘Apa maksudnya itu? Kenapa keluargaku tidak mau lagi denganku? Apa salahku pada mereka? Kenapa mereka memperlakukan aku seperti ini,’ batin Alice, merasa sesak mendengar hal tersebut dari orang yang bahkan tidak bisa dia lihat wajahnya.

“Yah, setidaknya kita mendapatkan bayaran yang cukup banyak dengan hanya mengantarnya saja,” ujar pria itu lagi.

Alice menggerakkan kepalanya dengan tidak nyaman. Suara pria yang dia dengar itu terdengar semakin dekat padanya.

“Kenapa menjauh? Takut?” tanya pria itu.

Alice menundukkan kepalanya, tidak berani membalas ucapan pria yang bahkan tidak dia ketahui bagaimana bentuk penampilan dan wajahnya itu.

Namun yang pasti untuk Alice, suara pria itu terdengar menyeramkan untuknya dan membuatnya merasa tidak nyaman.

“Hahh, asalkan kamu tidak berisik maka aku tidak akan melakukan apapun padamu. Jadi berhentilah menangis karena itu mengganggu,” ujar pria dengan suara yang sama.

Pelan sekali Alice menganggukkan kepalanya. Dia secepatnya mengalihkan kepalanya ke arah lain, karena Alice tidak mau nantinya dagunya dicengkeram dengan erat lagi oleh pria tadi.

Bahkan rasa sakit di dagunya masih terasa jelas oleh Alice. Namun yang lebih sakit lagi adalah hati Alice.

‘Sebenarnya kenapa aku bisa ada di sini? Apa yang mereka bilang itu benar?’ batin Alice, menerka-nerka maksud perkataan kedua pria yang berada di depannya itu.

“Tapi dia cukup beruntung karena setelah dibuang oleh keluarganya, dia mendapatkan pembeli yang kaya raya,” seru pria itu dengan nada irinya.

Bola mata Alice bergetar. ‘P-Pembeli? Apa maksud dia? Ke mana sebenarnya aku dibawa?’

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dina0505
malangnya nasib Alice, semoga Alice baik2 aja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status