“Nathan mau juga!”Anak laki-laki itu berlari ke arah ayah dan ibunya, lalu mencium pipi keduanya dan tersenyum lebar setelahnya. Sementara Danu dan Risa hanya tersenyum sambil membalas tatapan satu sama lain, merasakan debaran membuncah yang tidak bisa disembunyikan.Setelah menikmati pemandangan malam yang indah di Monumen Nasional, mereka bertiga memutuskan untuk pulang sekitar pukul sembilan. Apalagi Nathan sudah kelihatan tidak berdaya saat berada dalam gendongan Danu meski anak itu kini menjadi lebih tinggi dari pertama mereka bertemu.Dulu saat Danu datang, Nathan masih di bawah pinggulnya, tetapi sekarang anak itu sudah mencapai pinggang dan terus tumbuh hari demi hari. Hal itu membuat Danu sadar jika waktu yang mereka lalui bersama sudah terbilang lama, tidak lagi hanya seperti kemarin.Sekitar setengah jam perjalanan, mereka tiba di rumah. Danu menggendong Nathan dan menidukannya di kamar, sementara Risa membawa beberapa jenis makanan ringan yang tidak disentuh, lalu meletak
Sudah hampir satu minggu ini Risa berada di rumah setelah mengajukan surat pengunduran diri. Selain hanya bersantai di rumah, wanita itu kini bisa mengantar jemput Nathan menggunakan mobil yang Danu beli khusus untuknya dan karena tidak bisa menyetir, mereka kini punya sopir pribadi yang tempat tinggalnya dekat dengan komplek perumahan.Untuk mengisi hari-harinya yang panjang, Risa juga banyak membuat kue atau pergi ke spa dan salon untuk memanjakan diri. Setelah mendapat perhatian penuh dari Danu, sekarang wanita itu merasa telah menjadi ratu. Seorang ratu yang melewati banyak rintangan untuk bisa duduk di takhta.“Hari ini kau akan kemana?”Risa menolehkan kepala saat mendengar pertanyaan Danu yang sedang memakai baju. “Aku pergi ke perkumpulan wali murid siang ini,” jawabnya sambil beranjak mendekat. “Mereka baru mengundangku ke grup setelah hampir tiga bulan Nathan masuk sekolah dasar.”Danu yang hendak memakai dasi, kembali urung dan membiarkan sang istri yang melakukannya. “Kau
Beberapa minggu berlalu, hari kelahiran Nathan tiba dan pesta ulang tahun ke tujuh dimeriahkan dengan tamu-tamu undangan teman sekelas dan juga teman masa TK-nya. Meski hanya berupa pesta kecil-kecilan, anak laki-laki itu benar-benar bahagia mendapat banyak hadiah, terutama dari ayah dan ibunya yang berupa robot-robotan kesukaannya. Selain robot-robotan, Nathan juga mendapat sepatu, bola kaki, juga beberapa benda lain yang bisa dipajang di dalam kamar. Ini adalah kali pertama Risa merayakan ulang tahun sang anak. Bukan karena tidak mampu, tetapi merayakan hari kelahiran Nathan saat anak itu masih berusia di bawah lima tahun menurutnya sia-sia. Nathan bisa lupa kapan saja, berbeda dengan sekarang yang sudah bisa mengingat banyak hal, termasuk pesta ulang tahun pertama di usia tujuh tahun. Orang-orang mungkin menganggap Risa perhitungan, tetapi wanita itu memang memperhitungkan banyak hal sebelum memutuskan sesuatu. Sekitar pukul delapan malam Danu baru pulang ke rumah karena siang ta
“Mama! cepat! Nanti ketinggalan pesawat!”Nathan melambai-lampai pada Risa yang sedang mengunci pintu pagar. Hari ini sampai dua minggu kedepan, rumah itu akan kosong karena mereka akan pergi ke Prancis, sementara Lastri memilih untuk cuti dan pulang sekalipun Risa sudah memintanya untuk ikut ke City of Love tersebut.Selain libur panjang kenaikan kelas, perjalanan Nathan serta ayah dan ibunya ke Prancis bukan hanya untuk berlibur, tetapi juga menghadiri pernikahan Margareth yang telah hamil dua bulan ini.Risa masuk ke mobil dan menatap sang anak melalui spion di atasnya. “Pesawat tidak akan meninggalkan kita, Sayang. Masih ada satu jam untukmu berlarian di bandara.”“Nathan boleh bermain di sana, Ma?”“Tentu saja tidak,” sahut pria yang baru saja menginjak pedal gas itu. Danu terkekeh mendengar dengkusan Nathan. “Nathan suka bisa bertemu Tante Margareth?”“Ehm! Nathan suka sekali! Nathan juga ingin bertemu adik kecil!”Risa tertawa kecil lalu menoleh ke belakang. “Belum bisa, Nath.
“Ini sel kanker. Meski ukurannya masih kecil, kami menyarankan untuk melakukan operasi,” kata dokter bernama Margareth itu. Dia menunjukkan foto rontgen pada Risa dan melingkari benjolan yang dimaksud.Risa tertunduk lesu di hadapan Margareth yang sedang membacakan hasil pemeriksaan Kesehatan rutin para karyawan. “Aku harus bagaimana?”Risa tahu, biaya operasi di sini sangat mahal. Belum lagi, tidak ada jaminan jika setelah dioperasi sel kanker tersebut akan benar-benar menghilang. Hari itu, meski Margareth yang juga merupakan teman sekelas di SMA itu menyuruhnya melakukan operasi pengangkatan, Risa justru punya keputusan yang berbeda.Toh, kematian sedang mengintainya. Mumpung dia masih belum ada keluhan dan sel kanker itu belum menggerogoti tubuhnya, Risa berpikir untuk menikmati hidup sebebas yang dia bisa. Untuk itu, di sinilah dia sekarang … di Kota Yellowkinfe untuk menyaksikan salah satu keindahan Tuhan, yakni aurora.Risa menatap tenda-tenda lain di sekitarnya. Agaknya, hanya
“Aku akan buat malam ini tak terlupakan.”Kalimat itu menjadi pembuka kegiatan panas antara Risa dan Jaya. Kecupan yang kini berubah menjadi ciuman penuh nafsu membuat suhu di tenda milik Risa yang sebelumnya begitu dingin itu kini berubah panas. Pakaian mereka telah tanggal, menyisakan kulit satu sama lain yang kini tengah menyentuh tanpa sekat.Risa mengerang saat nafsunya sudah tinggi, menambah hasrat lelaki Jaya kian menggebu. “Aku tidak punya pengaman. Kau masih bisa berubah pikiran—”“Lakukan, Jaya. Aku tidak berubah pikiran,” ujar Risa mengalungkan kedua tangan ke leher Jaya. Sebelum pria itu berhasil mengambil sesuatu yang telah lama dia jaga, Risa menengadah dan membatin. ‘Maafkan aku, Tuhan. Aku bersumpah akan bertanggung jawab atas perbuatanku malam ini.’Dan, penyatuan dua tubuh itu pun terjadi. Dosa besar yang sedang dilakukannya ini benar-benar menyenangkan. Deru napas Jaya membuatnya terbuai, pun setiap kali pria itu memeluknya erat dengan pergerakan yang konstan, mem
Setelah Jaya pergi, Risa melanjutkan perjalanannya di berbagai negara yang bertetanggaan dengan Kanada. Dia benar-benar akan menghabiskan seluruh uangnya dan membawa mereka ke surga dalam bentuk ingatan. Setelah satu bulan lebih, gadis itu kembali ke Prancis dengan perasaan senang; lupa dengan penyakit yang menggerogoti tubuhnya dan lantas menemui Margareth. Risa ingin segera memeriksakan kondisinya, barangkali rasa gembira yang dia rasakan bisa mengalahkan penyakit ganas itu. Namun, mengingat akhir-akhir ini dia sering meriang, harapan itu pupus. Dia tahu sisa waktunya di dunia ini tinggal sedikit. Padahal gadis itu tidak mau mati mendahului Margareth yang selama ini mengeluh ingin mati daripada menjalani kehidupan sulit. Namun, Risa juga tidak bisa melepaskan keinginan terbesarnya untuk pergi ke salah satu kota di Kanada dan menjalani operasi yang bakal menguras habis semua uangnya. Margareth ingat betul bagaimana Risa menghubunginya enam minggu yang lalu dan berkata bahwa dia t
Risa terduduk lagi dengan pandangan kosong. Jantungnya seolah copot dan rasanya seperti kehilangan nyawa saat itu juga. Dia baru saja merasa senang karena lepas dari penyakit kanker, tetapi ternyata Tuhan memberinya sesuatu yang jauh lebih berat daripada kanker payudara.Aku hamil.Perempuan berambut gelap itu melangkah gontai, tak peduli dengan orang-orang yang terpaksa harus menyingkir agar tidak tertabrak olehnya. Risa tahu jika ada masanya dunia berputar, seperti orang-orang mendapat bagiannya sendiri untuk berada di atas maupun di bawah. Namun, roda kehidupannya berputar terlalu cepat.Baru beberapa waktu yang lalu dia didiagnosis menderita kanker payudara, tetapi hari ini sahabatnya bilang bahwa ada janin di dalam perutnya. Risa benar-benar tidak tahu apa yang sedang Tuhan rencanakan untuknya.Langkah Risa tiba-tiba berhenti. Bahunya masih terlihat lemas, sementara pandangan matanya jatuh pada garis putih di depan. Gadis itu kemudian menghela napas, mengangkat wajahnya yang masa