Part 9Sudah seminggu berlalu, Meida tidak lagi menampakkan tanda-tanda keanehan. Akan tetapi, sikapnya selalu masih saja diam.“Kakak sudah baik-baik saja di dalam kelas?” tanyaku saat melihat dia belajar.Meida menatapku sebentar, lalu kembali pada buku yang dibacanya. “Aku tidak suka kalau Ibu tanya-tanya masalah aku di sekolah,” jawabnya terdengar malas.“Besok Ibu ke sekolah Kakak buat nganter KK sama KTP. Katanya, Kakak dapat bantuan PIP, padahal Kakak tidak diajukan sama pak gurunya, tapi kok nama Kakak keluar ya? Berarti rezeki Kakak bagus ya, Kak?” kataku kemudian.Meida hanya menatapku sekilas saja.“Biar Kakak saja Ibu yang bawa,” katanya setelah lama diam.“Tidak, Ibu saja yang antar kesana,”“Kakak saja,”“Ok, tapi belum difotokopi berkasnya. Besok Ibu fotokopi dulu, lalu Kakak yang bawa.” Aku berbohong. Belum puas rasanya kalau belum tahu apa yang sebenarnya terjadi sama Meida.Besok aku akan melihat bagaimana keberadaan dia saat di dalam kelas. Sidak dadakan istilah kat
Part 10"Bu-bu Di-diah ...." Ambar menyapa gugup.Aku melihat Meida yang matanya sudah basah, berdiri di tengah-tengah kelas."Silahkan masuk, Bu. Ada perlu apa ya? Eh, Meida, ayo, duduk, Sayang. Terima kasih sudah membantu Bu Guru menghapus papan tulis." Ambar mendekati Meida. Anak itu malah beringsut mundur ketakutan.Ambar mendekatiku sambil tersenyum ramah. Wanita itu benar-benar pandai berakting. "Bu, ada perlu apa ya?" tanyanya lagi.Kalau tidak di hadapan murid yang banyak, aku sudah menjambak rambutnya."Meida di depan sedang membantu menghapus papan tulis, atau sedang kamu siksa?" tanyaku tanpa basa-basi. Sudah hilang segala sikap hormat dalam diri ini. Ambar tidak pantas dihormati."Maksudnya apa ya, Bu?" tanya Ambar dengan ekspresi wajah yang ditarik dan membentuk senyum tanda tanya."Meida, ayo pulang, Sayang. Ambil tas kamu! Kamu tidak perlu belajar di kelas dimana kamu merasa tersiksa," kataku pada Meida."Jangan suruh aku pulang, Ibu," jawab Meida sambil menangis. Aku t
Part 11Ambar hanya diam saja. Ia seperti sedang menjaga image tidak berbicara yang macam-macam di hadapan teman-teman sekantor. Namun, aku tahu dari rahangnya yang mengeras, ia sedang marah besar terhadapku. Wajah ayu itu terlihat garang.“Duduk dulu!” Bu Sari, kepala sekolah menarik tanganku dan mendudukkanku pada sebuah kursi. “Kalau ada apa-apa, bicarakan saja dengan baik-baik. Jangan berteriak-teriak seperti ini, tidak baik didengar siswa, tidak baik juga didengar warga yang tinggal di belakang sekolah. Kalau kamu bicara keras, maka akan terdengar dari luar sana,” kata beliau lagi.“Jika Bu Sari ingin memberikan nasehat, maka nasehatilah anak buah Bu Sari yang sudah sangat keterlaluan terhadap Meida. Dia boleh membenciku, dia boleh menghinaku, tapi jangan anak kecil yang tidak tahu apa-apa yang menjadi korban. Aku berbicara seperti ini karena sudah habis kesabaranku. Tadinya, kukira Meida yang menangis dan murung karena diejek teman-temannya. Tetapi aku salah. Yang merundung Meid
Part 12 POV Ambar Aku cantik, badanku proporsional. Sungguh anugerah yang luar biasa yang Allah berikan pada diri ini. Terlahir dari keluarga yang hanya pas-pasan tentu saja hanya kecantikan dan kemolekan wajah ini saja yang menjadi kelebihan. Ibu hanya seorang penjual nasi uduk di pagi hari. Sementara Bapak, beliau hanyalah tukang becak yang penghasilannya tidak menentu. Tamat SMA, aku memiliki keinginan untuk melanjutkan kuliah, tetapi orang tuaku tidak bisa mengabulkan itu karena keterbatasan biaya yang mereka miliki. Akhirnya, aku nekat mencari sebuah sekolah untuk mengabdi dan setahun kemudian mendaftar di Universitas Terbuka yang biayanya relatif murah. “Ibu gak punya uang buat biayain kamu lho, Mbar. Nanti kalau kamu mau bayar kuliah bagaimana?” tanya Ibu yang saat itu sedang membungkus nasi. “Jangan khawatir, Bu. Aku mau jualan baju di alun-alun kalau sore. Mau cari lapak di sana, terus kalau sudah dapat, Ibu sekalian jualan nasi kucing sambil nemani aku,” jawabku pada Ibu
Part 13Aku selalu bingung menjawab. Seorang wanita sukses dan cantik sepertiku hanya memiliki suami pengangguran?“Kenapa sih tanya-tanya?” Senjataku selalu balik melempar pertanyaan sambil berkedip nakal.Aku tahu, teman-teman lelaki selalu memujiku cantik saat di belakang. Itu sebabnya, percaya diriku sangat bertambah. Ditambah, anggota bendahara perempuan hanya lima orang saja, yang lainnya kaum Adam. Dan diantara kelima guru perempuan itu hanya aku yang sering mereka goda.“Gak papa, Bu, kali aja Bu Ambar janda, ‘kan bisa mendaftar,” canda seorang guru lelaki yang diiringi godaan guru lain.Akibat seringnya dijadikan bahan candaan, aku menjadi sering ikut bercanda. Kebiasaan yang akhirnya membuatku sedikit berubah kata teman-teman satu kantor.“Eh, Bu Feni cieee, pakai lipstik warna menyala. Mbok yang agak mahalan dikit to, belinya,” candaku sambil menyentuh dagu Feni, guru honorer di sekolah yang usianya setahun di atasku.Feni menampakkan wajah yang sedikit tersinggung dengan c
Part 14 POV IndahMas sela akhir-akhir ini sungguh aneh. Dia kerap membawakanku sepatu, tas, juga baju dengan kualitas bawah. Aku selalu memprotes dia.“Untuk apa semua barang ini, Mas?” tanyaku pada Mas Sela.“Ya buat kamu. Aku ingin membelikan barang-barang itu buat kamu. Aku lihat postingan teman dan aku rasa itu cocok untuk kamu,” jawab Mas Sela sambil berlalu.Aku memandang barang-barang yang menurut kacamataku memiliki kualitas buruk itu. Apa-apaan suamiku itu? Bukankah dia sudah tahu selera fashionku seperti apa?Namaku Indah Mariana. Aku seorang pegawai bank ternama di kota kecil ini. Pekerjaan menuntutku untuk selalu tampil menarik di hadapan customer. Semua itu mempengaruhi gaya berpakaian dan juga seleraku pada sebuah barang.Aku sudah terbiasa membeli dan memakai barang bermerek. Mas Sela tahu itu. Akan tetapi, akhir-akhir ini dia sangat aneh. Membelikanku barang-barang yang bukan seleraku. Ah, bahkan melirik barang-barang itu jika lewat di beranda media sosial pun aku tid
Part 15 POV DiahSetelah berbalas pesan dengan Sela, akhirnya aku tahu darimana akar permasalahan Ambar berbuat hal yang sejahat itu pada Meida. Otak ini lalu merangkai kejadian yang telah berlalu beberapa bulan silam.Indah, istri Sela berkirim pesan dan menanyakan hubungan mereka. Namun, aku tidak memberitahu yang terjadi sebenarnya. Bahkan melakukan kebohongan dengan menutupi semuanya karena tidak mau terlibat dalam urusan mereka. Hingga saat ini, Indah masih mengirim pesan terhadapku. Bertanya tentang hubungan Ambar dan suaminya.Ternyata wanita itu mengadukan chatting kami pada sang suami. Dengan bahasa singkat, menjelaskan pada Sela bahwa aku tidak pernah memberitahu istrinya. Namun, Sela tetap bersikukuh bahwa aku telah membongkar semuanya.Sela: Kenapa kamu menyuruh istriku untuk datang ke sekolah Ambar? Aku bisa mengatasi masalah rumah tanggaku tanpa campur tangan dari kamu. Jadi, jangan pernah lagi ikut campur tentang kehidupanku!Hati diliputi rasa yang, ah tidak bisa diungk
Part 16Wajahku sudah menunjukkan kalau saat ini sedang marah sama Indah. Wanita yang terlihat cantik dengan riasan minimalis dan rambut gaya french twist itu berkali-kali menggigit bibirnya.“Kenapa Bu Indah mencari tahu tentang apa yang terjadi, tetapi malah melaporkan aku sama Pak Sela?” Aku mengulang pertanyaan.“Aku, aku tidak sengaja, Bu Diah. Suamiku memeriksa ponselku dan menemukan chat kita. Aku sedang berusaha mempertahankan keluargaku agar utuh. Aku tidak mau kalau sampai kami berpisah karena masalah ini. Bagaimanapun, aku akan mempertahankan suamiku agar tetap hidup bersama anak-anakku,” kata Indah salah tingkah. Wajahnya terlihat sedih setelah berkata demikian.“Aku tidak peduli bagaimana keadaan rumah tangga Bu Indah. Bu Indah mau mempertahankan atau apa, itu hak Bu Indah. Tapi seharusnya jangan libatkan aku dalam hal ini. Jangan mengkambing hitamkan aku. Karena dengan Pak Sela tahu kita saling berhubungan, anakku sudah menjadi korban kezaliman Ambar di dalam kelas. Buka