"Kembalilah beristirahat di atas tempat tidur, karena besok Tuan muda akan mengantarmu kembali."
Pak Markus membantu Gendis untuk kembali ke atas tempat tidur.
Namun, Gendis justru memegang erat tangan lelaki tua itu sambil berkata, "Kembali? Apakah aku akan kembali ke rumah orang tuaku."Tanya Gendis dengan mata berbinar. Dia membayangkan esok dirinya akan di antar kembali ke rumah orang tuanya di kampung.Pak Markus melepaskan tangan Gendis yang masih memegang tangannya, kemudia dia menatap lekat wajah Gendis.
Dengan tatapan penuh iba, pak Markus berkata pada Gendis, "Tidak."Jawaban yang sangat singkat, namun cukup membuat binar mata Gendis hilang dalam sekejap.
"Lalu, kemana aku akan di kembalikan? Apakah kalian akan mengembalikanku ke rumah itu lagi?"
Gendis menutup kedua telinganya, menggelengkan kepala dengan cepat. Wajahnya di penuhi kecemasan dan ketakutan."Beristirahatlah, karena Tuan muda akan membawamu keluar
Gaun hitam melekat sempurna di tubuh Gendis.Beberapa kali dia memutar tubuhnya di depan cermin, memastikan penampilannya sudah sempurna.Sungguh konyol memang, jika beberapa waktu yang lalu, Steve hampir saja membuat tubuh Gendis tidak lagi sempurna, namun saat ini, Gendis justru ingin terlihat sempurna di hadapan Steve.Gendis berjalan menuju tempat tidur, meletakkan bobot tubuhnya di tepi tempat tidur. Rasa jengah menyerang, matanya menatap ke bawah, melihat kaki jenjangnya yang tanpa alas.Gendis menarik nafas dalam, lalu mengembuskannya dengan kasar."Apa aku harus keluar seperti ini? Dia bisa membelikanku baju, tapi kenapa tidak sekalian membeli sepatu," omel Gendis.Mata Gendis menyapu seluruh kamar, mencari-cari keberadaan sandal selop yang dia pakai ketika datang ke rumah ini.Namun tidak dia temukan keberadaan benda tersebut di kamar itu."Apakah pak Markus sudah membuangnya?" pikir Gendis.Dengan rasa gamang, Gendis membu
Gendis duduk dalam dalam diam, sementara Steve yang duduk di depannya pun melakukan hal yang sama.Mereka sama-sama terdiam, bahkan embusan nafas mereka sampai bisa terdengar.Seorang pelayan datang membawa dua buah gelas berisi minuman, lalu meletakkan di atas meja.Pelayan tersebut mengangguk dengan hormat begitu melihat Steve."Tuan, apakah makan malamnya bisa kami siapkan sekarang?" tanya pelayan tersebur dengan sopan dan kepala menunduk."Iya, siapkan sekarang." Steve menjawab.Tidak lama kemudian, beberapa pelayan datang sambil membawa berbagai hidangan dan menata rapi di atas meja.Sementara itu, Gendis hanya bisa menyaksikan semua tanpa bisa mengeluarkan sepatah katapun.Karena, di hapadapannya kini, telah terhidang aneka makanan yang selama ini hanya bisa dia lihat di acara televisi atau film-film saja.Sulit sekali untuk membuat pikirannya mempercayai bahwa semua yang ada di hadapannya saat ini adalah nyata, bukan sekedar mimpi
"Si--siapa yang melakukan ini padamu, Gendis?" tanya Steve dengan suara terbata.Sementara Gendis memandang Steve dengan tatapan ketakutan. Airmatanya masih terus mengalir dan membasahi kedua pipinya."Jangan ... jangan mendekat."Gendis memohon sambil meronta, berusaha melepaskan ikatan pada kedua tangan dan kakinya. Dia menarik-narik tali yang mengikat dengan sekuat tenaganya, namun ikatan pada tangan dan kakinya tidak juga lepas.Justru, tali ikatan itu seolah semakin mengencang. Hingga pergelangan tangannya memerah dan lecet, begitu juga dengan pergelangan kakinya.Walau demikian, tidak membuat Gendis menghentikan usahanya, dan terus menarik tangannya untuk melepas ikatan tersebut.Tubuh polos Gendis yang terikat pada dua sisi tempat tidur dan sedang meronta-ronta, berhasil membuat Steve menjatuhkan ikat pinggang dan mengurungkan niatnya untuk melampiaskan hasrat untuk menyakiti, namun, melihat Gendis dalam posisi seperti itu, justru memban
Gendis menantap dirinya sekali lagi di cermin.Setelah itu, itu perlahan keluar dari kamar.Dengan mengenakan sepatu kristal, dia berjalan menyusuri koridor lalu menuruni tangga.Langkah kaki Gendis memalu lantai, bergema di seluruh ruangan rumah mewah itu.Dari atas tangga, dia melihat Steve duduk sambil menikmati makan paginya.Sementara pak Markus duduk di sebelahnya.Melihat kedatangan Gendis, pak Markus berdiri lalu menarik salah satu kursi untuk Gendis.Sementara Steve tidak menghiraukan kehadiran Gendis, dan tetap menikmati makanannya."Pak Markus, aku berangkat duluan. Jangan lupa kamu antar dia setelah ini."Steve mengelap bibirnya dengan sapu tangan putih yang ada di atas meja.Sementara pak Markus mengangguk hormat mendengar perintahnya."Baik, Tuan," jawab pak Markus sopan.Setelah mengelap mulutnya, Steve bangkit lalu meninggalkan meja makan.Tak lama setelah itu, terdengar derit mobil yang meninggalkan halaman rumah
Gendis dan Suli saling berpandangan, tidak ada yang berbicara di antara mereka.Mata mereka masih fokus mengawasi pintu.Sebenarnya, tanpa mengetuk pintu, orang tersebut langsung bisa masuk. Karena pintu itu di kunci dari luar.Tok tok tok ....Pintu kembali di ketuk, Gendis menelan ludahnya. Kerongkongan seperti tercekat.Lalu dengan suara parau, Gendis bertanya."Kamu siapa?" tanya Gendis, matanya menatap lekat ke arah pintu.Dengan pelan, pintu terbuka. Lalu muncul sosok Dirga dari balik pintu.Melihat siapa yang datang, Gendis menahan nafas beberapa saat, lalu dia mengembuskan dengan kasar. Bersamaan dengan rasa kesal yang coba dia buang."Mau apa kamu datang ke sini?" tanya Gendis begitu Dirga mendekati dirinya.Dia mundur beberapa langkah ke belakang, begitu Dirga mendekat.Dirga melirik ke arah Suli, lalu dia berkata,"Keluarlah. Aku ingin berdua dengan istriku."Dirga memerintahkan Suli untuk keluar dari
Gendis dan Suli menghentikan tawanya, ketika mereka mendengar langkah kaki mendekat.Dan benar saja, tak lama setelah itu, pintu kamar Gendis dibuka dari luar.Sosok wanita cantik dengan memakai baju off shoulder hingga memperlihatkan leher jenjangnya memasuki kamarWajahnya tegas dengan make up tebal dan lipstick merah menyala, hingga membuat kesan garang dan penuh bibirnya."Kamu sudah pulang ... Tania?" tanya Suli, begitu wanita itu tepat berada di depannya.Wanita itu yang tidak lain adalah Tania, tersenyum sinis menatap kedua gadis yang ada di hadapannya."Sepertinya kamu kurang suka aku kembali cepat," sinis Tania."Oh ... sang primadona juga sudah kembali juga, rupanya," lanjut Tania, sambil mengalihkan pandangannya pada Gendis.Tatapan ketidak sukaan jelas terpancar dari matanya."Iya, aku baru di antar pulang," jawab Gendis pendek. Dia merasa enggan untuk berdebat dengan Tania. Baginya, hal itu hanya akan menambah rumit dir
"Wooii ... Dobleh, buruan, gue kebelet nich."Teriak seorang penjaga.Penjaga yang di panggil dengan nama Dobleh itu kemudian pergi meninggalkan gudang.Sebelum pergi, Dobleh menoleh ke arah Gendis bersembunyi.Jantung Gendis seperti berhenti berdetak, ketika Dobleh masih menatap ke arahnya.Beberapa detik menahan nafas, akhirnya penjaga itu meninggalkan gudang, hingga membuat Gendis bernafas lega."Hampir saja," gumam hati Gendis semabari keluar dari persembunyiannya dan berjingkat masuk ke dalam rumah lewat pintu belakang.Gendis berjalan sambil tersenyum, ketika mengingat nama pengawal tadi.Dobleh. Namanya terdengar lucu, tidak sesuai dengan tampang nya yang begitu sangar.Setelah melewati pintu belakang, Gendis mengendap-endap berjalan ke ruang tengah, kemudian kembali ke lantai atas, ke kamarnya.Setelah memastikan tidak ada yang melihatnya, Gendis berjalan cepat naik ke lantai atas.Setelah melewati lorong dan deretan kamar, Gen
Rencana untuk keluar dari rumah Dirga, membuat Gendis tidak bisa tidur.Bahkan, dia juga kehilangan nafsu makan, karena terlalu memikirkan rencananya untuk keluar dari rumah itu."Gendis, makanlah, kamu butuh tenaga untuk keluar dari rumah ini."Suli membujuk Gendis untuk menghabiskan makanannya.Gendis menatap wajah temannya, lalu dia mengambil sepiring nasi yang ada di atas nampan.Gendis melahap makanan yang ada di atas piring dengan cepat. Hingga membuatnya tersedak."Uhuk uhuk ....""Pelan-pelan, Gendis."Suli mengangsurkan segelas air untuk Gendis, yang langsung di teguk sampai habis oleh gadis itu."Aku tidak apa-apa, Suli. Hanya sedikit tersedak," ujar Gendis sambil mengelap mulutnya dengan tangan."Apa yang akan kamu lakukan setelah ini, Gendis?" Suli bertanya.Dia duduk di depan Gendis, dengan menopang dagu."Menunggu waktu yang tepat, Suli. Bukankah sebentar lagi Dirga dan yang lain akan pergi keluar?"