Pintu kamar terbuka, Ajeng masuk dan ….
“Aaaa!” teriak Nyonya Rumah tersebut. Ia menjerit sangat kencang dengan mulut yang terbuka lebar. “Apa-apan iniii!” pekiknya semakin kencang berteriak.Mendengar jeritan sang ibu, Rex sontak bangun dari tidur lelapnya dengan kaget yang teramat sangat. Mata memicing, mengerjap, memicing kembali, mengerjap kembali. Kepala digeleng ke kanan, ke kiri, lalu memegangi dengan kedua tangan.“Ada apa Mama teriak-teriak? Aku pusing!” amuknya membentak sang bunda.“I-itu! Lyra! Lyra! Dia … dia …!” Dengan telunjuk gemetar, Ajeng menunjuk perawat mertuanya dengan wajah merah padam dan dada kembang kempis.Rex menoleh, masih tidak mengerti apa yang membuat ibunya menjerit seperti melihat hantu. Begitu ia melihat Lyra ada di sebelahnya dengan rambut acak-acakan, dirinya pun berteriak kencang.Bahkan, saking kencang dan refleknya, kaki langsung menendang gadis yang sudah duduk di pinggir kasur itu. Lyra mengaduh kencang saat tubuhnya menghantam lantai dingin, tepat di sebelah celana dalamnya yang tergeletak begitu saja.“Bangsat! Siapa dia! Kenapa bisa ada di ranjangku!” jerit Rex bersiap memukul Lyra.“Dia perawatnya Oma Tariyah!” Ajeng kembali berteriak, mencegah anaknya memukul.“Hah! Kenapa perawat Oma Tariyah bisa ada di kasurku? Apa-apaan ini!” Rex terengah, melompat turun dari atas ranjang sambil terus memegangi kepalanya yang nyeri akibat sisa alkohol semalam.Lyra mulai terisak sambil terus duduk dan menunduk hancur di atas lantai. Lelaki itu sama sekali tidak mengingat perbuatan nista yang telah terjadi tadi malam.Pekerja lain di dalam rumah mulai dari pembantu, tukang kebun, hingga tukang masak berbondong-bonding naik ke lantai dua dan berkerumun di depan pintu kamar Rex. Mereka semua terkejut dengan teriakan Ajeng, mengira ada sesuatu yang sedang terjadi.Pemilik rumah itu berjalan dengan kaki menghentak, mendekati Lyra. “Heh, Lyra! Apa yang kamu lakukan di ranjang putraku? Jawab!” bentak Ajeng menahan ketegangan.Dari isak serta pakaian sang wanita yang sudah sobek di beberapa tempat serta celana dalam tergeletak di atas lantai, pikirannya sudah bisa menerka apa yang terjadi. Akan tetapi, hati terus menyangkal. Tidak mungkin Rex meniduri perawat rendahan seperti Lyra!“Jawab! Kamu sengaja memanfaatkan kesempatan Rex semalam mabuk, ya!” tuduh Ajeng terdengar begitu kejam mencabik-cabik hati runtuh Lyra.Menggeleng, kian menangis dan merintih, “Saya sakit, Nyonya … saya disakiti,” tangis Lyra meremat daster koyaknya di bagian dada.“Sakit? Disakiti? Memangnya aku berbuat apa kepadamu semalam? Jangan mengada-ada, ya, kamu … sialan!” hardik Rex melempar sebuah bantal dengan kencang hingga mengenai kepala Lyra.“Tuan Rex sudah menodai saya!” jerit Lyra menangis, menoleh, dan menatap tajam kepada pemuda itu.Ajeng melangkah cepat, lalu tangannya melayang dengan cepat ke pipi sang gadis. Suara dua benda datar berhantaman terdengar menyayat. Lyra telah ditampar dengan sangat keras hingga pipinya merah berbentuk telapak tangan.“Perawat brengsek! Berani-beraninya kamu bicara anakku sudah memperkosa kamu!” maki Ajeng tidak kalah pedas dari putranya. “Aku memperacayaimu, ternyata ini balasannya?”Lyra mengusap pipi yang panas dan perih. Akan tetapi, itu masih belum setara dengan hati yang benar-benar tersayat sembilu kehancuran. Ia telah dinodai, dan sekarang justru ia yang dimaki?“Kamu wanita kurang ajar! Ternyata kamu tidak ubahnya seorang pelacur!” Ajeng lanjut mengamuk, kali ini jemari menjambak rambut Lyra tanpa belas kasihan sedikit pun.“Aduuh! Sakit! Sakit! Ampun, Nyonya Ajeng! Ampun!” Lyra menjerit kesakitan sambil memegangi kepala di mana kulit kepala serasa akan copot sebentar lagi.Suara langkah kaki terdengar, dan suara berat terdengar dari arah pintu. “Apa-apaan ini? Kenapa ramai-ramai? Ajeng! Ya, ampun! Apa yang kamu lakukan!”Semua menoleh ternyata tuan rumah sudah hadir di muka pintu. Dialah Harlan Adiwangsa, ayah dari Rex Adiwangsa. Baru saja datang dari Singapore untuk urusan bisnis, sangat terkejut melihat istrinya menjambak seorang perawat.Kaget karena suaminya tiba-tiba datang, Ajeng langsung melepas jambakannya dari kepala Lyra. “Mas Harlan!” engahnya.Melangkah masuk, mata ayah dua orang anak itu menatap sekeliling dengan penuh rasa bingung. “Ada apa ini, Rex? Lyra, ada apa? Kenapa kamu duduk di atas lantai menangis? Ada apa!” jengahnya kesal. Baru pulang dari luar negeri sudah ada saja kejadian.Lalu, mata Harlan melihat celana dalam yang tergeletak di sisi lutut Lyra. Baju bagian dada gadis itu pun terkoyak. Terakhir, rintih tangis tersebut jelas menandakan ada sesuatu yang luar biasa sakit baru saja terjadi.“Ya, Tuhan …!” geleng Harlan cepat menuju ranjang anak pertamanya. Ia lempar semua bantal, guling, dan selimut ke atas lantai dengan penuh emosi.Terlihatlah titik merah di atas sprei putih sang putra. Sontak, wajah Harlan pucat pasi. Ia menatap tajam pada Rex. “Kamu sudah gila! Kamu benar-benar kurang ajar!”Harlan mencengkeram kaos di leher anaknya dan mendorong pemuda itu hingga menabrak lampu tidur di sisi ranjang. Ajeng menjerit melihat anak lelakinya disakiti oleh sang suami.“Mas! Mas! Itu anakmu, Mas! Kenapa mau dipukul!” teriaknya menarik pundak Harlan.“Diam kamu!” Akan tetapi, Harlan membentak istrinya dengan keras hingga Ajeng langsung terdiam.Kembali ke anaknya yang terpojok di depan tembok dengan tenggorokan sedikit tercekat tangan ayahnya. “Pa … akh … aku ti-tidak … akh ….” Rex kesulitan bernapas.Bau alkohol tercium ketika Rex membuka mulutnya, membuat Harlan kian geram. “Apa dosaku hingga memiliki anak sepertimu, hah? Pesta, main perempuan, mabuk-mabukan, hanya itu kerjaanmu setiap malam!” bentak sang ayah.“Kamu sungguh bodoh! Kamu sudah menodai Lyra! Lihat itu! Dasternya sobek semua! Celana dalam pun tergeletak di atas lantai! Dan itu, lihat itu dengan matamu, hah!” Harlan menarik Rex, lalu menghempaskannya ke atas ranjang.Menunjuk titik merah di atas sprei, “Lihat titik merah itu, Rex! Dia masih perawan! Kamu sudah merusak keperawanan seseorang! Bodoh! Kamu itu bodoh!” Ingin Harlan mengeplak kepala anaknya ini, tetapi masih tidak tega.Rex terbelalak, matanya melebar secara maksimal. Dada pun bergemuruh luar biasa. ‘Aku sudah memperkosa Lyra? Yang benar saja!’ engahnya dalam hati masih menyangkal.“Mas, jangan menuduh Rex begitu! Bisa saja Lyra sengaja menggodanya! Rex mabuk semalam! Dia tidak ingat apa yang terjadi!” sanggah Ajeng membela putranya.“Demi Tuhan, Nyonya Ajeng! Saya tidak menggoda Tuan Rex!” sangkal Lyra membela diri sambil terus menangis terisak. “Demi Tuhan, saya sudah berteriak, mengiba, memohon, tapi Tuan Rex terus melakukannya!""Diam kamu, Pelacur sialan! Kamu sudah menjebak anakku!” maki Ajeng tidak mau peduli.“Ajeng! Mulutmu itu apa-apaan!” bentak Harlan. “Dia baru saja diperkosa anak kita dan kamu mengatai dia pelacur?”“Bisa saja dia sengaja menjebak Rex! Dia sudah tahu bagaimana Rex kalau mabuk! Dia yang selalu mengganti pakaian Rex setiap mabuk! Mungkin kali ini semua sudah direncanakan!”“Tutup mulutmu! Aku tidak percaya sebagai seorang ibu kamu berkata begitu! Bagaimana kalau Eva yang dinodai orang dan diperlakukan begini, hah?” Harlan kembali menghardik sang isrti.Lalu, ia mengedepankan sebuah bukti. “Kalau dia sengaja menggoda, pakaiannya tidak akan sobek-sobek begitu!”“Bisa saja dia sobek sendiri!” Ajeng terus menyerang Lyra dan membela Rex kian membabi buta.“Aku bilang tutup mulutmu! Rex sudah memperkosa Lyra dan ini semua salahmu! Kamu yang selalu memanjakan anak kita!” Harlan benar-benar naik pitam.Rex tertegun dengan pertengkaran orang tuanya. Jantung sedang dipompa tidak karuan. Ya, panik. Ya, takut. Ya, tidak habis pikir dengan dirinya sendiri. Melihat Lyra duduk di atas lantai sambil menangis, ia tidak bisa percaya semalam baru saja meniduri seorang perawat lansia.“Rex! Kamu harus bertanggung jawab!” bentak Harlan kembali berbicara dengan putranya.“B-bertanggung jawab ba-bagaimana?” gugup Rex langsung merasa sekujur tubuhnya lemas.“Kamu harus menikahi Lyra!”BERSAMBUNGAyah Rex telah kembali dari kunjungannya ke luar kota. Rasa lelah yang Harlan ingin lepas dengan bercengkerama bersama keluarga kini justru berubah menjadi sebuah sesak bukan kepalang.Putra sulung yang kian sulit diatur, sekarang telah berbuat nista dengan menodai perawat neneknya sendiri. “Kamu harus menikahi Lyra!” bentaknya pada Rex tanpa ada keraguan sedikit pun.“Apa? Papa ini apa-apaan? Aku tidak mungkin menikahi dia!” Detik itu juga Rex menolaknya. “Aku bahkan tidak tahu apa yang aku perbuat kepadanya!”“Bisa jadi Mama benar! Lyra menjebakku! Dia pasti sudah naksir aku sejak lama dan kali ini adalah waktu yang tepat untuk dia beraksi!”“Tutup mulutmu! Kamu sudah memperkosa seorang wanita! Perawan pula! Kamu harus bertanggung jawab!” “Aku tidak mau menikahi dia! Aku sudah punya pacar, Pa! Mama, please! Bantu aku!” Rex merengek pada ibunya. Berjalan dan berlindung di balik punggung sang bunda.Ajeng tentu saja sama seperti putra yang selalu dimanja olehnya itu. Tentu saja dia m
Lyra meninggalkan ruang kerja Harlan. Berjalan dengan menunduk, menatap lantai. ‘Minggu depan sudah menikah? Aku harus berbohong pada Bapak dan Ibu di rumah,” keluhnya gundah. ‘Apa mereka akan percaya?’Ketika kaki mengayun dengan gontai, mendadak seorang lelaki muncul dari arah belakang dan menarik lengannya hingga tubuhnya sontak berputar.“T-Tuan Rex,” engahnya terkejut sekaligus takut.“Kamu sudah dengar? Kita akan menikah bulan depan, perempuan brengsek!” desis Rex menyeringai bengis. “Kamu puas sekarang, hah?”Menggeleng, Lyra berucap dengan terbata, “Saya … s-saya hanya … saya hanya mengikuti pe-perintah Tuan Harlan.”“Banyak omong, kamu! Dikira aku tidak tahu kalau kamu sengaja menjebakku? Kamu ingin jadi istriku, ‘kan? Kamu sengaja melakukan semua ini!”“Saya bersumpah, Tuan Rex! Demi Tuhan! Saya tidak menjebak Anda!” sanggah sang gadis.Namun, Rex tidak peduli. Ia mencengkeram lengan Lyra semakin keras hingga tedengar suara mengaduh dari sang gadis karena sakit.“Camkan ini,
Tersenyum kagok, tetapi mengikuti drama Rex dengan sebisa mungkin. “I-iya, Mas ….”Narsih buka suara, “Masalahnya, kami tidak ada dana untuk menikahkan Lyra, Bapak dan Ibu Adiwangsa. Hutang operasi jantung ayahnya saja masih belum lunas.”Harlan tersenyum, lalu menjelaskan, “Semua biaya kami yang menanggung. Acara akan diadakan di hotel di Malang kota besok lusa. Seluruh saudara dan kerabat dari Pak Suripto dan Bu Narsih silakan datang. Kami membawa 50 undangan, nanti silakan diisi sendiri dan dibagikan.”“Kami juga sudah menyewa wedding organizer untuk melaksanakan pesta ini dengan baik. Semua sudah mereka atur. Kalian cukup datang, itu saja. Nanti saya juga akan mengirim kendaraan kemari untuk menjemput.”Suripto dan Narsih saling pandang terbelalak. Begitu pula dengan Endaru dan Gayatri. Lalu, keempatnya menoleh pada Lyra.“Iya, Pak, Bu, seperti yang aku jelaskan di telepon. Pak Harlan akan ke luar negeri dalam waktu lama. Jadi, pernikahannya dimajukan,” jelas Lyra dengan satu keboh
Di sisi lain, Rex masih bertelpon ria dengan kekasihnya. “Malam pertama? Aku dengan perawat yang gila itu? Lebih baik aku mati daripada malam pertama dengannya!” sinisnya, tak peduli bahwa dia dapat didengar Lyra. “Tenang saja, Sayang. Cintaku hanya buat kamu! Mana mungkin aku bisa mencintai perempuan lacur kampungan seperti Lyra?” “Nanti kalau aku sudah kembali ke Jakarta, pasti aku akan segera menemuimu. Kita check in di hotel seperti biasa, ya?” rayu Rex dengan suara mendayu. “Aku merindukan pelukan serta sentuhanmu.” “Oke, love you, Marina Sayang!” pungkas Rex kemudian selesai menerima telepon. Lalu, ia berseru kencang. “Dengar itu, Lacur? Wanita yang aku cintai bernama Marina! Dia anak orang terhormat! Anak pejabat! Tidak seperti kamu yang anaknya petani desa! Bukan seperti kamu yang anaknya Suripto pengumpul kotoran ayam!” Rex menghina keluarga Lyra bukan kepalang tanggung. Ayah wanita itu dikatakan pengumpul kotoran ayam karena rumahnya kemarin banyak ayam berkeliaran saat
Bentakan dari sang ayah menggebrak nurani Rex. Mengusik seakan sedang ditampar secara langsung. Akan tetapi, bukannya sadar, ia tetap tidak mau mengaku.“Aku tidak berbuat apa-apa,” dustanya lagi.Harlan menggeleng, napas pun terengah. “Sejak kamu lahir, Papa begitu bangga denganmu. Nilai di sekolah selalu yang terbaik! Kamu selalu menjadi salah satu lulusan terbaik, Rex!”“Papa selalu berpikir bisnis kita akan berlanjut di tangan yang tepat karena kecerdasanmu di atas rata-rata. Kamu pun tidak ada masalah hingga lulus kuliah! Tapi, setelah kamu bersama Marina ... semua berubah!” dengkus Harlan pilu.Mendengar nama kekasihnya disebut, Rex tidak terima. “Apa maksud Papa? Marina dan aku saling mencintai! Apanya yang berubah? Dia sangat memperlakukan aku dengan baik!”“Baik apanya? Sejak bersama Marina, kamu jadi sering party di klub malam! Papa sudah bertanya ke teman-teman, mereka bercerita bahwa sejak ayahnya Marina meninggal dunia, gadis itu hanya terus menghamburkan harta warisan!”
Rex selesai menelepon Marina, lalu jatuh tertidur hingga sore. Saat pintu kamarnya diketuk, ia pun terbangun. Berjalan gontai menuju pintu, membukanya, dan melihat sang ayah di depan kamar. “Malam ini kita akan makan di luar. Berangkat satu jam lagi. Beritahu Lyra, ya? Mana dia?” tanya Harlan saat melongok ke kamar dan tidak menemukan menantunya. “Aku tidak tahu, dia keluar kamar dari siang. Katanya mau ke bawah,” jawab Rex mengendikkan bahu.“Kamu ini bagaimana? Istri sendiri di mana, kok, tidak tahu? Kamu lupa kata-kata Papa? Mau fasilitas dicabut?” kesal Harlan menghela jengkel. “Ayo, cari sekarang!”Rex menahan emosi, “Papa ini kenapa, sih? Dengan Lyra, kok, perhatian sekali? Dia itu Cuma perawat Nenek Tariyah saja, Pa!”“Dia itu perempuan yang sudah kamu rudapaksa, Rex! Sebagai seorang wanita dia pasti hancur! Papa kasihan padanya! Apa kamu tidak punya hati nurani sampai terus mengasarinya?” balas Harlan ikut melangkah mencari Lyra.Rex hanya diam diomeli begitu oleh sang Ayah.
Lyra sampai tidak jadi menyuap sendok makanan ke dalam mulut. Ia letakkan kembali ke atas piring. “Kok, lama sekali, Mas?” tanya Ajeng. “Pa, kalau Papa pergi selama itu, bagaimana dengan Honda Accord terbaruku? Teman-teman sudah terus bertanya kapan mobilku diganti?” rengek Eva cemberut. “Papa mundurkan terus beli mobil baruku!” Harlan menghela, “Ini ke Jepang untuk meninjau beberapa pabrik, lalu memastikan semuanya berjalan lancar. Kamu mau Papa kena tipu? Kalau sampai kena tipu, tidak usah bicara Honda Accord terbaru! Mengerti?” tegas sang ayah pada Eva. Lyra menunduk, meremas jemarinya sendiri dengan kegugupan yang luar biasa. Ia melirik ke sebelah di mana Rex mengeluarkan ponsel. Sekilas, bisa melihat apa yang dilakukan suaminya yaitu mengirim pesan kepada kekasih gelapnya. [Papa akan ke Jepang selama dua minggu. Kita merdeka! Sampai rumah akan kutelepon. Love you, Sayang.] Terengah, tetapi ditahan. Benar saja, kepergian Harlan tentu menjadi surga bagi Rex untuk berbuat apa
Lyra tak percaya dengan apa yang dia dengar. Apalagi, Rex mengucap dengan tanpa beban. Seakan benih yang mungkin ada itu hanyalah seonggok sampah tak penting! Padahal, bukankah itu darah dagingnya sendiri?“Mengugurkan bayi tak berdosa sama saja melakukan pembunuhan! Aku tidak mau membunuh anak kita sendiri!” hentak Lyra dengan tegas. Rex makin emosi hingga dadanya kembang kempis dan napas memburu panas. “Bawel, kamu, ya! Sok punya nurani, padahal aslinya kamu yang menjebakku, sialan kamu!” makinya mendadak menerkam Lyra. Akan tetapi, sang wanita berhasil menghindar hingga tangan Rex hanya menyentuh udara kosong. Tentu saja, ini membuatnya semakin murka. “Lacur sialan! Awas, kamu!” “Aku ini istrimu! Tidur di ranjang saja tidak boleh, itu keterlaluan!” seru Lyra kembali mencoba menghindar. “Apa kamu sama sekali tidak punya hati, Mas?” Namun, kali ini ia gagal! Jemari kokoh Rex berhasil mencengkram lengannya. Tanpa rasa kasihan sama sekali, tubuh Lyra dihempas ke arah pintu hingga m