Selama delapan tahun menikah, Gita Lisrani tak menyangka bahwa Arlan Suranta—suaminya yang terlihat sangat mencintainya, tega mendua dengan rekan kerjanya bernama Yunita, yang tak lain adalah teman sekolah Gita saat SMA dulu. Gita tidak langsung mengungkap perbuatan suaminya itu, namun dia menyusun rencana untuk membalasnya secara perlahan, sebelum akhirnya meminta cerai. Sementara itu, Angga Pangestu—CEO perusahaan tempat Arlan bekerja, sering tak sengaja bertemu Gita saat wanita itu memilih meninggalkan rumah. Lelaki yang dia panggil Pak Angga meski masih sangat muda itu, mengajukan diri untuk memberikan bantuan apa saja yang diperlukan Gita. Bahkan ketika Gita memulai usaha untuk menyambung hidup, Angga berdiri paling depan untuk membantunya. Sampai akhirnya, Angga melamar Gita ketika wanita itu telah sukses menjadi pengusaha. Gita dan Angga berencana untuk menikah dan memulai hidup bahagia, namun serangan dari Arlan dan Yunita kembali menghantui. Bagaimana cara Gita melawan gangguan dari mantan suaminya agar hidup bahagia yang diimpikan segera terwujud?
View More“Aku minta maaf.” Angga menunduk.Aku menarik napas sekali lagi dan berusaha meredam amarah.“Kamu tau, kan? Kalau membuka surat penting orang lain tanpa izin itu gak sopan!” sungutku.Dia hanya mengangguk dan merasa bersalah. “Aku tau. Tapi, aku benar-benar gak sengaja. Saat aku mau merapikan mejamu, aku melihat kertas itu,” jelasnya.“Ya, tapi tetap aja…” Aku kehabisan kata, dan tiba-tiba malas melanjutkan perdebatan dengan siapapun, apalagi masih pagi begini.Seharunya aku memulai hari dengan hal yang baik, tapi kenapa harus ada dua pria yang membuat pagiku jadi suram.“Ya udah, kamu boleh pergi. Lupakan apa yang baru aja kamu ketahui,” ujarku dengan nada dingin.Aku balik badan hendak masuk ke dalam butik kembali, tapi Angga memanggilku.“Gita!” Angga menegakkan tubuhnya. Dia bergerak mendekatiku. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana. Aroma parfum mahal menguar terkena angin yang tiba-tiba semilir. Angga terlihat begitu maskulin.“Ada apa lagi?” tanyaku, malam.“Aku akan ban
“Saya keluar sebentar, ya.” Aku pamit pada Mayang dan Luna saat mereka baru saja tiba di Butik.Keduanya mengangguk dan tersenyum.“Kalian udah sarapan?” tanyaku sebelum membuka pintu keluar.“Sudah Mbak,” jawab Mayang.“Kalau saya belum, tapi ini saya bawa bekal, Mbak.” Luna mengangkat lunch bag yang dia tenteng di tangan kirinya.Aku mengangguk sebelum akhirnya pergi.Di perempatan sebelum masuk ke kawan rumahku, Aku berhenti di penjual nasi uduk pinggir jalan dan membelinya dengan lauk telur ceplok. Kesal dan tidak ikhlas aku melakukan ini. Tapi terpaksa kulakukan sebab tidak ingin Bang Arlan terus mengangguku dengan mulutnya yang berisik itu.Saat sampai di depan pintu, aku urungkan niat untuk menekan knop. Kudekatkan telinga ke daun pintu yang sedikit terbuka.“Iya, Sayang. Pasti dong, kita kan udah sepakat untuk melakukan itu, kamu tenang aja!” Suara Bang Arlan terdengar lembut tapi menjijikkan bagiku.“Kita ketemuan dimana? Hari ini? Ya udah abis sarapan aku kesana jemput kamu.
“Selamat pagi, benar ini dengan ibu Gita Lisrani?” Suara seorang lelaki menyapa saat aku menjawab panggilan dari nomor asing.“Benar, saya sendiri,” sahutku dengan kening bertaut.“Ini ada surat dari Rumah Sakit, Bu. Saya sudah di depan rumah,” ucap seseorang yang ternyata adalah kurir.Hari ini, aku tidak ingin berlama-lama di rumah. Setelah subuh tadi, aku langsung bergegas ke Butik. Kuabaikan Bang Arlan yang tidur di kamar Chika. Gawat, jika surat itu sampai ke tangan bang Arlan.“Oh, itu. Mas! Tolong jangan panggil orang di rumah itu, bisa antarkan ke alamat ini?” Aku agak panik dan buru-buru mengirim alamat Butikku pada sang kurir melalui pesan. “Cek pesan ya, Mas! Saya sedang tidak di rumah. Surat itu penting dan tidak boleh diterima orang lain, kecuali saya,” ujarku menjelaskan.“Baik, Bu. Saya segera kesana.”Aku mengusap dada dengan perasaan lega. Aku tidak akan membiarkan Bang Arlan melihat hasilnya lebih dulu.Setelah tiga puluh menit, akhirnya sang kurir tiba di Butik. Aku
“Apa-apaan kamu?!” Seorang lelaki dengan tangan kekarnya menahan tangan Yunita yang masih terangkat ke atas.Angga dengan sigap mencegah Yunita yang akan melayangkan tamparan mautnya padaku. Tidak tahu bagaimana jadinya jika Angga tidak datang. Mungkin sekarang pipiku sudah memar. Namun, seharusnya jika itu terjadi, aku bisa melaporkannya ke polisi. Angga tidak hanya menyelamatkanku, tapi juga menyelamatkan Yunita.Yunita menepis tangan Angga dengan kasar. Wanita itu mendengus kesal.“Mbak Gita gak apa-apa?” tanya Angga dengan raut cemas. Tangannya seolah ingin menggapai kedua bahuku namun aku sedikit mundur.“Saya baik-baik aja, Pak,” jawabku.“Syukurlah saya datang tepat waktu,” keluhnya sambil mengelus dada, lalu mengalihkan tatapan dingin kepada Yunita. “Kamu ada keperluan apa kesini?” tanya Angga pada Yunita dengan nada ketus.Yunita membalas tatapan Angga dengan tajam. “Bukan urusan anda!” Wanita dengan sepatu heels hitam itu bergegas meninggalkan butik dengan perasaan kesal, ka
“Alhamdulillah,” ucapku sambil mengusap kedua tangan ke wajah. Sungguh bahagia hari ini, akhirnya aku bersama tim yang sudah diatur oleh Mbak Ranti, memotong pita pembukaan Butik Pakaian Batik.Antusias masyarakat juga tak disangka, mereka bersemangat datang memeriahkan acara pembukaan ini dan menyerbu harga diskon.“Semoga apa yang sekarang kamu jalani berjalan lancar ya, Git. Mbak hanya bisa bantu memantau, selebihnya kamu yang mengatur,” ucap Mbak Ranti mengusap bahuku setelah memberikan selamat.“Semua ini berkat Mbak Ranti. Kalau gak ada Mbak, gimana aku bisa bangkit. Terima kasih Mbak sudah mempercayakan usaha ini sama aku yang sama sekali gak ada pengalaman apa-apa. Aku justru banyak belajar dari Mbak Ranti,” kugenggam tangan wanita anggun itu dengan perasaan sayang.Aku merasa mempunyai seorang kakak. Dia wanita kuat yang mampu bangkit dari luka masa lalunya. Aku juga harus bisa seperti dia.Namun, sejak tadi aku tidak melihat seseorang yang juga sudah berjasa padaku. Kebaikan
“Mama gak mau tau! Kamu sekarang sudah sukses, punya butik besar dan mewah. Masak untuk melakukan permintaan seenteng itu saja ndak bisa, tho?!”Ah, sial! kata-kata Mama tadi siang masih saja terngiang dan menggangguku. Wanita itu sama sekali tidak mau peduli bahwa aku juga dirugikan atas perbuatan Bang Arlan. Bagaimana bisa keluarganya memintaku untuk membiayai hidup mereka yang selalu ingin terlihat mewah di depan orang, padahal yang aku tahu, mereka bahkan rela makan hanya dengan ikan asin demi bisa membeli tas dan baju mewah.“Aku bisa benar-benar gila!” gumamku sambil meremas tangan. Rasa kesal dan amarah yang membuncah membuatku ingin sekali meluapkan emosi.[Kalau hasil tes DNA yang kamu lakukan sudah keluar dan terbukti bahwa Chika bukan anak kandungku, lebih baik kamu turuti kemauan Mama sebelum aib kamu aku bongkar!] ancaman Bang Arlan masuk melalui pesan dari aplikasi hijau.“Git… Gita!” Seseorang memanggil dari luar sana. pintu pagar memang aku kunci jadi suaranya terdenga
“Bang Arlan mengidap Oligospermia, dimana kondisi tersebut membuat jumlah sp*rma sangat sedikit. Maka, kemungkinan untuk membuahi sel telur sangatlah kecil. Jadi, Chika anak siapa ya Allah?”Aku menangis sesenggukan di sudut kamar. Ada rasa kasihan pada Bang Arlan karena kondisinya itu, tapi aku juga tidak bersalah. Aku sungguh tidak tahu apa yang terjadi sehinggta Chika bisa terlahir.Kubuka laci nakas dan mengambil helai rambut Bang Arlan yang waktu itu dia berikan padaku, sudah kusimpan rapi dalam plastik OPP untuk berjaga-jaga, meski sebenarnya aku malas melakukan tes yang satu ini. ada rasa takut yang menyelimutiku.Bang Arlan sudah menunjukkan hasil tes DNA Chika dengan dirinya, tetapi aku masih tidak percaya, bisa saja itu hanya akal-akalannya. Penyakit yang dia derita itu hanya kemungkinan saja tidak bisa memiliki keturunan. Namun, tidak ada yang tidak mungkin, kan?“Aarrggg!” Kuremas rambutku karena kepalaku semakin berdenyut.Tiba-tiba lelaki yang sedang kupikirkan menelepon.
“Ibu gak punya simpanan sebanyak itu, Nak.”Aku bersalah, kenapa aku harus menanyakan uang pada ibuku. Bukankah seharusnya aku yang memberinya uang karena telah mengurus Chika. Aku mengacak rambutku hingga berantakan.Berani membuka usaha, ya berani menanggung resiko. Tetapi, jika aku tidak memulainya sekarang, kapan aku akan menghasilkan. Tidak ada yang menafkahiku lagi, aku harus menjadi satu-satunya orang tua yang bertanggung jawab dan membesarkan Chika dengan baik.“Maafin Gita, Bu. Gak seharusnya Gita menambah beban ibu,” sahutku dari seberang telepon.Karena tidak fokus mengendarai motor sambil menelepon, aku hampir menabrak seseorang yang akan menyeberang dari depan minimarket. Aku harus menggunakan kekuatan rem tiga dimensi, yaitu rem depan, rem belakang dan juga kedua kakiku ikut turut serta. Namun, tetap saja aku menabrak seseorang itu.“Maaf, Mas. Ya Allah…” Aku turun dari motorku yang juga ikut terguling. Kubiarkan saja motor itu, aku berlari menghampiri korban yang kutabr
“Ada apa, Mbak?” tanyaku penasaran.Mbak Ranti masih terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu itu, tapi aku terus mendesaknya. “Aku baik-baik aja, Mbak. katakan saja!”“Tapi kamu jangan terkejut, ya?”Aku mengangguk dan tersenyum meyakinkannya.“Minggu lalu, waktu Mbak pergi refreshing ke sebuah tempat wisata, Mbak melihat suami kamu dengan perempuan lain,” tuturnya.Aku terdiam. Lalu tersenyum simpul, melihat kesungkanan Mbak Ranti dalam menyampaikan berita ini.“Maafkan Mbak kalau lancang dan ikut campur urusan rumah tangga kamu, Git, tapi rasanya Mbak gak tega untuk menyembunyikan ini. kamu berhak tau dan membicarakan hal itu dengan suamimu,” sambung Mbak Ranti. Tangannya mengusap bahuku dengan lembut.Aku semakin mengembangkan senyum membalas kehangantan yang Mbak Ranti berikan.“Aku udah tau semuanya kok, Mbak. Dan sekarang aku sedang mengurus proses perceraian,” ungkapku.Mbak Ranti tampak terkejut, tapi kemudian berekspresi prihatin.“Apa karena kamu berteman dengan Mbak, sehing
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.